cover
Contact Name
Moch. Yusuf. P
Contact Email
otentik@univpancasila.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
otentik@univpancasila.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Hukum Kenotariatan Otentik's
Published by Universitas Pancasila
ISSN : 26555131     EISSN : 26853612     DOI : -
Jurnal Hukum Kenotariatan Otentik's merupakan jurnal yang memuat artikel-artikel mengenai hukum kenotariatan. Jurnal ini diterbitkan oleh Program Studi Kenotariatan Program Magister Universitas Pancasila, dan dimaksudkan untuk menjadi media pengembangan dan penyebarluasan pemikiran di bidang hukum kenotariatan. Artikel-artikel yang dimuat di dalam jurnal ini merupakan karya tulis ilmiah konseptual maupun hasil ringkasan laporan penelitian dari para dosen, mahasiswa, peneliti, ataupun peminat bidang hukum kenotariatan.
Arjuna Subject : -
Articles 58 Documents
KAJIAN PERCEPATAN PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DALAM MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM (Studi Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018) Mohammad Arif Rohman
Otentik's : Jurnal Hukum Kenotariatan Vol 3 No 1 (2021): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/otentik.v3i1.2123

Abstract

Program PTSL dibuat dikarenakan Pemerintah masih menemukan banyaknya tanah di Indonesia yang belum bersertifikat, sementara pensertifikatan tanah ini merupakan hal yang penting untuk mendapatkan kepastian hukum dan bukti otentik dari kepemilikan tanahnya, hal ini lah yang menarik untuk diangkat menjadi penelitian menurut penulis.Dalam tulisan ini permasalahan yang diangkat ialah apakah tepat Inpres No. 2 Tahun 2018 dapat melakukan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui percepatan penerbitan sertipikat hak atas tanah, dan apakah pelaksanaan percepatan penerbitan sertipikat hak atas tanah dengan Inpres No. 2 Tahun 2018 dapat memberikan jaminan kepastian hukum. Dan untuk dapat menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif. Sehingga didapat simpulan bahwa, Inpres No. 2 Tahun 2018 dapat melakukan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui percepatan penerbitan sertipikat hak atas tanahapabila dikaitkan dengan Teori Kesejahteraan menurut Mochtar Kusumaatmadja karena program pendaftaran tanah sistematis lengkap dapat memberikan perubahan sebagai esensi dari pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Dan Pelaksanaan percepatan penerbitan sertipikat hak atas tanah dengan Inpres No. 2 Tahun 2018 tidak dapat memberikan jaminan kepastian hukum apabila dikaitkan dari teori kepastian hukum yang diungkapkan oleh Hans Kelsen karena tidak sesuai dengan hierarki peraturan perundangundangan.
KEDUDUKAN AHLI WARIS ATAS PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM PERKAWINAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM POSITIF (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 239/PDT.G/2015/PN.JKT.PST) Rahmatika Rahmatika
Otentik's : Jurnal Hukum Kenotariatan Vol 3 No 1 (2021): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/otentik.v3i1.2124

Abstract

Permasalahan tentang kedudukan anak yang dilahirkan sebelum perkawinan orang tuanya dilakukan berakibat terhadap pembagian harta peninggalan kepada ahli waris seperti terjadi pada kasus putusan nomor 239/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST. Dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat ialah bagaimana kepastian dan akibat hukum terhadap kedudukan ahli waris dalam perkawinan menurut hukum positif pada kasus putusan nomor 239/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST dan bagaimana pertimbangan hukum majelis hakim dalam putusan nomor 239/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST yang mengabulkan gugatan penggugat menurut hukum yang berlaku. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metodepenelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif berdasarkan data sekunder dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Sehingga didapat simpulan bahwa kepastian dan akibat hukum terhadap kedudukan ahli waris dalam perkawinan menurut perspektif hukum positif pada kasus putusan nomor 239/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST belum tercapai kepastian hukum dan berakibat dengan ketidaksesuaian kedudukan ahli waris pada perkawinan kedua yang seharusnya menjadi anak luar kawin walaupun perkawinan yang dilakukan oleh kedua orangtuanya dinyatakan sah secara hukum karena tercatat pada kantor pencatatan sipil berdasarkan Kutipan Akta Perkawinan yang ada. Sedangkan pertimbangan hukum majelis hakim dalam kasus putusan nomor 239/Pdt.G/2015/PN.JKT.PST menyatakan sahnya perkawinan kedua yang terjadi selama masa perkawinan pertama akan menimbulkan akibat hukum terhadap kedudukan anak yang dilahirkan dalam perkawinan kedua tersebut sebagai anak yang dilahirkan di luar perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Maka anak-anak dari perkawinan kedua tidak berhak mewaris mengingat harta warisan merupakan harta peninggalan pewaris dari ayahnya yang selanjutnya akan berakibat kepada pembagian waris.
DISPARITAS PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT NOTARIS YANG MEMILIKI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT DALAM PENJATUHAN SANKSI ADMINISTRATIF NOTARIS ( Studi Kasus Putusan No. 03/B/MPPN/X/2018 dan Putusan No. 13/B/MPPN/XII/2017) Maheksi Diah Ayu Saraswati
Otentik's : Jurnal Hukum Kenotariatan Vol 3 No 1 (2021): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/otentik.v3i1.2125

Abstract

Majelis Pengawas Pusat Notaris berkewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris. Putusan yang dikelurakan oleh Majelis Pengawas Pusat Notaris merupakan putusan yang final dan incraht yang telah disahkan oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pada hakikatnya notaris yang melanggar Pasal 16 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris, akan dijatuhi sanksi administrative bedasarkan Pasal 85 Undang-Undang Jabatan Notaris. Namun, karena tidak ada kualifikasi sanksi minimum dan sanksi maksimumyang diatur didalam Undang-Undang jabatan Notaris, sering ditemukan disparitas atau perbedaan yang cukup signifikan didalam penjatuhan sanksi administratif di dalam putusannya.Hal ini terjadi pada kasus Putusan No. 03/B/MPPN/X/2018 dan Putusan No. 13/B/MPPN/XII/2017. Notaris bernama MB, berkedudukan di Kabuaten Cibinong dan Notaris bernama D, berkedudukan di Kota Bandung. Kedua-duanya dinyatakan melakukan perbuatan tercela yang melanggar Kode etik dan Undang-Undang Jabatan Notaris dan dinyatakan melanggar Pasal 16 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris. Dan Atas perbuatannyanotaris D dalam Putusannya No. 03/B/MPPN/X/2018 dijatuhi sanksi administratif yaitu pemberhentian dengan hormat dan Notaris MB dalam Putusan Nomor 13/B/MPPN/XII/2017 dijatuhi sanksi administrative yaitu pemberhentian sementara selama 3 bulan. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang akan diteliti dalam peneltian ini adalah: Untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum mengikat putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris terhadap pelanggaran UUJN dan Kode etik dan yang dilakukan Notaris dan pertimbangan MajelisPengawas Pusat Notaris dalam Penjatuhan sanksi kepada notaris dalam Putusan No. 03/MPPN/X/2018 dan Putusan No. 13/B/MPPN/XII/2017. Pada1penelitian ini, metode yangdigunakan yaitu secara yuridis normative karena menggunakan data primer sebagai sumberutama sedangkan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis dengan menggambarkanpelaksanaan dan permasalahan seputar disaparitas putusan Majelis Pengawas Pusat Notarisdalam penjatuhan sanksi administratif. Tahap penelitian dilakukan dengan cara kepustakaan danstudi lapangan, dan Teknik Penyajian Data yang dilakukan secara yuridis kualitatif. Teori yangdipakai penulis menggunakan teori keadilan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwakekuatan hukum mengikat putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris hanya mengatur hal-haladministraif atau Etik dari profesi notaries saja. Hal ini dapat dilihat bahwa Undang-UndangJabatan Notaris dan Kode Etik Notaris hanya mengatur penjatuhan sanksi administratif dan tidakmengatur sanksi pidana. Dan pertimbangan Majelis Pengawas Pusat Notaris dalam putusan No.03/B/MPPN/X/2018 dan Putusan No. 13/B/MPPN/XII/2017 adalah pertimbangan berat dan ringannya kesalahan yang dilakukan oleh kedua notariss dan fakta-fakta hukum yang muncul didalam persidangan.
PELAKSANAAN DIVESTASI ATAS PERUSAHAAN YANG DIAKUSISI MELALUI MEKANISME TRANSAKSI MATERIAL Haris Subesar
Otentik's : Jurnal Hukum Kenotariatan Vol 3 No 1 (2021): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/otentik.v3i1.2126

Abstract

Untuk menghadapi persaingan bisnis dengan perusahaan yang lain, salah satu usaha yang dilakukan suatu emiten untuk mempertahankan daya saing antara lain dengan melakukan aksi korporasi. Diantara aksi korporasi yang dilakukan oleh emiten antara lain dengan melakukan Akuisisi perusahaan dan divestasi perusahaan. Bagi perusahaan terbuka terdapat ketentuan khusus dibidang pasar modal yang harus diikuti apabila akan melakukan akuisisi atau divestasi. Ketentuan tentang Transaksi material merupakan salah satu yang harus diperhatikan. Suatu transaksi akuisisi atau divestasi itu masuk kategoritransaksi material atau tidak dan bagaimana mekanismenya, itu harus diperhatikan.Penelitian ini bersifat deskriptif dan bertipe yuridis normatif menggunakan data sekunder berbahan hukum primer, sekunder dan tersier. Peraturan perundang-undangan khususnya dibidang pasar modal dikaji secara komprehensif menurut tingkatannya dan diuraikan secara naratif. Dalam ketentuan Pasar Modal di Indonesia transaksi material terdapat peraturan khusus yang berlaku bagi Emiten. Emiten wajib mematuhi ketentuan transaksi material tersebut, hal apa saja yang dikategorikan transaksi material, bagaimana tahapandan prosedurnya, apa saja yang dikecualikan dari transaksi material, bagaimana mekanisme keterbukaan informasi kepada pemegang saham, bagaimana penyelenggaraan rapat umum pemegang saham dalam rangka transaksi material serta apa saja terkaitsanksi jika melanggar ketentuan tersebut. Aspek Keterbukaan dan Transparansi merupakan prinsip dalam bidang pasar modal untuk itu emiten wajib memenuhi prinsip tersebut dalam menjalankan aksi korporasinya. Aset yang diakuisisi berdasaran ketentuan transaksi material, pada saat di divestasi juga harus mengikuti ketentuan pasar modal yang berlaku. Karena jika melanggar ketentuan yang ada maka dapat dituntut oleh pihak terkait, selain itu juga ada sanksi dari pihak Otoritas Jasa Keuangan atas suatu pelanggaran tersebut baik secara administrasi maupun sanksi pidana.
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK ATAS TANAH TERHADAP PENYIMPANGAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN INSTRUMEN PINJAM PAKAI TANAH Nabila Kamal
Otentik's : Jurnal Hukum Kenotariatan Vol 3 No 1 (2021): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/otentik.v3i1.2127

Abstract

Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum, tidak terlepas dari masalah seputar pelepasan hak atas tanah, pemberian ganti rugi, dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanahnya tersebut. Dalam melakukan pengalihan dan pelepasan hak atas tanah tersebut seringkali terjadi hal-hal yang tidak dapat disepakati antara pemilik tanah dengan pihak yang membutuhkan tanah, terutama mengenai ganti rugi dan perlindungan hukum pemilik tanah. Dalam pelaksanaanpengadaan tanah untuk kepentingan umum seharusnya dilakukan dengan memperhatikan lokasi objek tanah yang akan di bebaskan, sehingga memenuhi rasa keadilan dan pemilik objek tanah tidak mengalami kerugian, pelaksana juga harus memperhatikan hak-hak dari pemilik tanah. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum pembangunan jalur pedestrian atau trotoar di kawasan Jalan Kemang Raya Jakarta Selatan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum beserta peraturan pelaksananya atau tidak. Selain itu, apakah pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembagunan jalur pedestrian tersebut dilaksanakan dengan adilan bagi masyarakat yang terdampak tersebut, dan bagaimana perlindungan hukum atas pelepasan hak atas tanah terhadap pemegang hak atas tanah yang terdampak tersebut. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini, yaitu metode penelitian normative dan spesifikasi penelitian yang digunakan adalah secara deskriptif, pengumpulan data penelitian menggunakan menggunakan metode pengumpulan data primer, dan data sekunder, teknik penyajian data yang digunakan adalah deskriptif, dan teknik analitis data yang digunakan adalah analitis kualitatif. Dari penelitian yangtelah di lakukan penulis, hasil yang di dapat adalah bahwa pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum dalam hal pembagunan jalur pedestrian atau trotoar di kawasan Jalan Kemang Raya tidak sesuai dengan pelaksanna pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum seperti yang diatur dalam Undang-undang No 2 Tahun 2012, dikarenakan terdapat penyimpangan dalam pelaksannannya, yakni dalam hal pengalihan hak atas tanah dari pemilik tanah dengan tidak ada nya kompensasi ganti kerugian terhadap tanah yag akan di gunakan untuk kepentingan umum tersebut, serta tidak adanya keadilan dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah atas tanah nya yang digunakan untuk umum dikarenakan tanah tersebut dialihkan dengan berdasarkan pinjam pakai tanah, yang dimana dalam kondisi tersebut tanah milik warga di pinjamkan kepada pemerintah tanpa jangka waktu dan tidak ada kejelasan kapan akan di kembalikan, disini terlihat jelas bahwa warga tidak mendapatkan perlindungan hukum, sehingga status tanah yang sudah diambil alih tanpa pemberian kompensasi menjadi milik negara. Selain itu,dalam pelaksanaan pengaadan tanah untuk kepentingan umum pihak yang membutuhkan tanah dibantu oleh pihak dari Kantor Pertanahan setempat, akan tetapi pada kenyaataannya, pihak Kantor Pertanahan tidak dilibatkan. Demikian hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah daerah dan instansi-instansi yang membutuhkan lahan untuk pembangunan bagi kepentingan umum agar dapat lebih memperhatikan keadilan dan kesejahteraan bagi warga masyarakat yang terkena dampak, agar hak-hak warga negara disini lebih diutamakan dan diperhatikan.
PROBLEMATIKA DAERAH KERJA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH Andri Pranata
Otentik's : Jurnal Hukum Kenotariatan Vol 3 No 2 (2021): Juli
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/otentik.v3i2.2415

Abstract

Dalam Pelaksanaan tugas dan wewenangnya, PPAT harus memiliki dasar hukum untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum baik bagi PPAT itu sendiri maupun bagi masyarakat. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang itu, PPAT telah memiliki peraturan yang mengatur segala sesuatu tentang PPAT, mulai dari syarat, tugas, kewajiban, larangan, akta yang dibuat, wilayah kerja PPAT dan lain-lain. Peraturan tersebut dibuat oleh pemerintah sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi PPAT maupun bagi masyarakat. Pada tahun 2016 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PP 24), dengan diterbitkannya PP 24 tersebut. Ada beberapa perubahan, salah satunya tentang daerah kerja PPAT, dari Kabupaten/Kota menjadi Satuan Wilayah Provinsi akan tetapi saat ini dalam praktiknya terkait daerah kerja tersebut tidak dapat dilaksanakan. Berdasarkan uraian tersebut mengapa PP 24 Terkait Daerah Kerja PPAT tidak dilaksanakan dan bagaimana Peran IPPAT terkait PP 24 tersebut. Metode Penelitian ini adalah normatif yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi kepustakaan. Penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder lalu di kelola dan di analisis menggunakan analisis deskriptif-kualitatif. Pasal 12 ayat (1) dalam PP 24 belum dapat dilaksanakan karena PPAT sendiri maunya tetap kepada Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah yaitu Kabupaten/Kota masih banyak yang perlu dipersiapkan serta peran IPPAT sejauh ini dalam pembentukan PP 24 yaitu IPPAT memberikan masukan tentang permasalahan dalam praktik yang dilakukan oleh PPAT kepada Kementerian ATR/BPN RI.
KEABSAHAN VALIDITAS DATA HASIL PENGECEKAN SERTIPIKAT ELEKTRONIK DAN PENGECEKAN LANGSUNG DESI NURWIYANTI
Otentik's : Jurnal Hukum Kenotariatan Vol 3 No 2 (2021): Juli
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/otentik.v3i2.2416

Abstract

Di Indonesia, sertipikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan Pasal 32 ayat (1) PP No.24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, mengenai keaslian sertipikat serta mengenai data fisik dan data yuridis yang ada didalam sertipikat menimbulkan permasalahan kewenangan dan tanggung jawab BPN dan PPAT, seperti pengecekan sertipikat elektronik yang berlaku saat ini. Dalam tulisan ini permasalah yang diangkat ialah bagaimana tanggung jawab PPAT dalam hal melakukan pengecekan sertipikat melalui sistem pengecekan elektronik dan pengecekan langsung pada kantor pertanahan dan bagaimana kepastian hukum terhadap keabsahan validitas data hasil pengecekan sertipikat melalui sistem pengecekan elektronik dan pengecekan langsung pada kantor pertanahan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif. Sehingga didapat simpulan bahwa tanggung jawab PPAT terhadap sertipikat hanya sebatas pengecekan saja, jika saat ini pengecekan sertipikat yang diberlakukan sistem pengecekan elektronik dan didalam aplikasi ATR/BPN menyebutkan “PPAT harus bertanggung jawab atas kebenaran seluruh data yang diinput dalam permohonan dan saat ini menguasai sertipikat asli yang akan didaftarkan”, PPAT sendiri tidak mengetahui sertipikat yang dipegang/dikuasainya saat itu asli atau palsu, seharusnya itu bukan tanggung jawab PPAT tetapi BPN. Sedangkan mengenai Keabsahan validitas data hasil pengecekan sertipikat baik pengecekan elektronik atau pengecekan langsung pada kantor pertanahan seharusnya memberikan muatan informasi data yang sesuai, agar masyarakat mendapatkan kepastian hukum terhadap pengecekan sertipikat baik pengecekan elektronik atau pengecekan langsung.
PENERAPAN ASAS ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN KERJA SAMA PENGELOLAAN MANAGEMENT ANTARA PT CITILINK INDONESIA (GARUDA GROUP) DENGAN PT SRIWIJAYA AIR DAN PT NAM AIR (SRIWIJAYA GROUP) NOVA NOVA
Otentik's : Jurnal Hukum Kenotariatan Vol 3 No 2 (2021): Juli
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/otentik.v3i2.2417

Abstract

Perekonomian di Indonesia khususnya dalam bidang usaha penerbangan kian hari kian mengalami perkembangan yang cukup pesat. Tidak dapat dipungkiri pelaku usaha dan para stakeholder di dunia usaha penerbangan (aviation) melakukan berbagai macam bentuk kerja sama guna mempertahankan bisnisnya. Salah satu bentuk kerja sama yang nyata adalah Kerja Sama Pengelolaan Management (KSM) sebagaimana diinisiasi antara Sriwijaya Group dan Garuda Group. Sehubungan dengan pelaksanaan KSM tersebut, dimana dalam perjanjian kerja sama diatur mengenai penempatan personil dari Garuda Group dalam susunan manajemen Sriwijaya Group, khususnya dalam susunan organ perseroan (Direksi dan Dewan Komisaris), yang berujung lahirnya benturan kepentingan dari personil Garuda Group yang ditempatkan dalam susunan organ perseroan Sriwijaya Group. Pentingnya profesionalisme yang didasari oleh asas itikad baik sebagaimana bunyi Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata dalam pelaksanaan fungsi dan wewenang dari organ perseroan sangatlah dituntut demi terlaksananya tujuan kerja sama. Berdasarkan uraian dari latar belakang Perjanjian KSM, bagaimana seharusnya Direksi dan Dewan Komisaris yang adalah personil Garuda Group bertindak dalam kaitannya dengan prinsip Business Judgment Rule (BJR) sebagai cerminan pelaksanaan atas itikad baik dan tindakan antisipasi apa yang harus dilakukan oleh Para Pemegang Saham Sriwijaya Group berkaitan dengan pelaksanaan KSM agar dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan awal kerja sama. Metode Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode analisis deskriptif yaitu dengan jalan mengumpulkan data, menyusun dan mengklarifikasi serta menginterpretasikannya dengan merujuk pada prinsip dan asas hukum. Kecenderungan diabaikannya prinsip BJR sebagai cerminan dari pelaksanaan asas itikad baik dapat menghambat terwujudnya KSM. Penandatanganan amandemen II dan III perjanjian KSM oleh Direksi Sriwijaya Group yang merupakan orang-orang Garuda Group tanpa melalui persetujuan lebih dahulu dari Para Pemegang Saham Sriwijaya Group merupakan salah satu bentuk pengabaian asas itikad baik. Terkait pembuatan dan pelaksanaan perjanjian KSM perlu adanya pengaturan yang jelas dari klausul-klausul yang ada dalam perjanjian KSM, termasuk perlu adanya pengaturan mengenai tugas dan wewenang organ perseroan secara terperinci sehingga dapat menjadi salah satu kontrol dari kemungkinan adanya keputusan bisnis perusahaan yang tidak didasarkan atas kepentingan perseroan Sriwijaya Group.
KEWENANGAN NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA PERNYATAAN TERKAIT RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANANYA (STUDI KASUS: PUTUSAN PENGADILAN TINGGI BANTEN NOMOR 9/PID/2019/PT. BTN) SRI WAHYUNI
Otentik's : Jurnal Hukum Kenotariatan Vol 3 No 2 (2021): Juli
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/otentik.v3i2.2418

Abstract

Perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan dimuat atau dinyatakan dalam akta Notaris (Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas). Notaris dalam membuat akta terkait perubahan anggaran dasar suatu Perseroan seharusnya mematuhi ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris dan Undang-undang Perseroan Terbatas. Kenyataannya terdapat Notaris yang diperkarakan karena telah membuat secara tidak benar Akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) sebagaimana putusan Pengadilan Tinggi Banten nomor 9/Pid/2019/PT. Btn. Penelitian ini membahas kewenangan Notaris untuk membuat Akta Pernyataan Keputusan Rapat sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200Tentang Jabatan Notaris dan pertanggungjawaban pidana Notaris terhadap Akta Pernyataan Keputusan Rapat yang dibuatnya tidak sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas danUndang-Undang Jabatan Notaris (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Tinggi Banten Nomor 9/Pid/2019/Pt. Btn). Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan Notaris untuk membuat Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris dan Pasal 21 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas berdasarkan asli notulen atau risalah RUPS yang dibuat di bawah tangan sesuai anggaran dasar dan Undang-Undang Perseroan Terbatas dengan aturan dan tata cara pembuatan akta sesuai Undang-Undang Jabatan Notaris. Dalam perkara pidana tersebut Terdakwa selaku Notaris telah membuat secara tidak benar Akta Pernyataan Keputusan Rapat Pengalihan Saham dan Akta Jual Beli Saham yang mengakibatkan kerugian bagi pemegang saham yang sebenarnya, terbukti melanggar Pasal 264 ayat 1 ke-1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan harus mempertanggungjawabkannya dengan pidana penjara.
IMPLIKASI PERBUATAN MELAWAN HUKUM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI OLEH AHLI WARIS (Studi Kasus Putusan Nomor 25/PDT.G/2015/PN.LMG Jo Putusan Nomor 833 PK/PDT/2018) OONG KOMARIYAH
Otentik's : Jurnal Hukum Kenotariatan Vol 3 No 2 (2021): Juli
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/otentik.v3i2.2519

Abstract

Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Sahnya perjanjian Pasal 1320 KUHPer, belum terpenuhi unsur peralihan hak dibuatlah perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), yang dibuat tanpa persetujuan ahli waris, rumusan masalahnya apakah perjanjian pengikatan jual beli atas tanah waris sebagaimana dalam putusan Nomor 25/PDT.G/2015/PN.LMG Jo Putusan Nomor 833 PK/PDT/2018 yang dibuat oleh salah satu ahli waris kepada pembeli tanpa persetujuan ahli waris yang lainnya merupakan perbuatan melawan hukum dan bagaimanakah implikasi terhadap perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat ahli waris terhadap tanah hak waris tanpa persetujuan para ahli waris. Metode penelitian yuridis normatif, dengan bahan pustaka/data sekunder, sifat penelitian deskriptif. Hasil penelitian Pengadilan Negeri dan Kasasi sahnya PPJB, pertimbangan hukum hakim terpenuhinya Pasal 1320 KUHPer dan Pasal 1338 KUHPer. Pembahasan penelitian PPJB tanpa persetujuan ahli waris adalah perbuatan melawan hukum dan Pasal 1320 KUHPer tidak terpenuhi. Kesimpulannya, tidak ada persetujuan ahli waris perbuatan tersebut melawan hukum dan tidak terpenuhinya Pasal 1320 KUHPer PPJB menjadi tidak sah dan menjadi batal.