cover
Contact Name
Erni Agustin
Contact Email
media_iuris@fh.unair.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
media_iuris@fh.unair.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Media Iuris
Published by Universitas Airlangga
ISSN : -     EISSN : 26215225     DOI : -
Core Subject : Social,
Media Iuris E-ISSN (2621-5225) is an open-access-peer-reviewed legal journal affiliated with the Faculty of Law of Airlangga University, which was published for the first time in 2018 in the online version. The purpose of this journal is as a forum for legal scholars, lawyers and practitioners to contribute their ideas to be widely disseminated for the development of legal science in Indonesia. This journal is published three times a year in February, June and October. Scope of articles ranging from legal issues in the fields of business law, constitutional law, administrative law, criminal law, international law, comparative law, and other legal fields.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol. 3 No. 2 (2020): MEDIA IURIS" : 8 Documents clear
Back Matter Vol. 3 No. 2, Juni 2020 Back Matter
Media Iuris Vol. 3 No. 2 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i2.20924

Abstract

Konsep “Antargolongan” dalam Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Tiara Kumalasari
Media Iuris Vol. 3 No. 2 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i2.20892

Abstract

Secara faktual, Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Adanya fakta bahwa Pasal 28 ayat (2) UU ITE cenderung digunakan untuk mengkriminalisasi orang-orang yang mengeluarkan pendapatnya berupa kritikan di media elektronik karena adanya ketidakjelasan makna dari konsep “antargolongan” dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE sehingga menyebabkan penafsiran yang berbeda-beda di kalangan aparat penegak hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum teoritikal (theoritical research) dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Kesimpulannya adalah pertimbangan hakim dalam beberapa putusan pengadilan, baik pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi tidak dapat memberikan makna yang jelas dari konsep “antargolongan”, bahkan Putusan Mahkamah Konstitusi pun cenderung memperluasnya. Dengan penafsiran sistematis, maka dalam menemukan kriteria dari konsep “antargolongan” dalam Pasal 28 ayat (2) dapat digunakan istilah “golongan” dalam Pasal 156 KUHP.
Dinamika Hukum Waris Adat di Masyarakat Bali Pada Masa Sekarang Dinta Febriawanti; Intan Apriyanti Mansur
Media Iuris Vol. 3 No. 2 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i2.18754

Abstract

Di Indonesia terdapat tiga hukum waris, yaitu hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris BW. Hukum waris adat tidak terlepas dari adanya pluralisme hukum yang berlaku di Indonesia di mana setiap daerah memiliki adat yang berbeda-beda. Dalam artikel ini yang akan di bahas yaitu hukum waris adat, khususnya di masyarakat Bali. Seiring berjalannya waktu, hukum waris adat di Bali masih berlangsung dan dipertahankan dari generasi sebelumnya hingga ke generasi selanjutnya untuk dilestarikan dan diterapkan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terkadang ada beberapa masalah mengenai pembagian harta waris yang diberikan atau ditinggalkan oleh si pewaris. Penyebabnya yaitu karena dirasanya kurang adil mengenai bagian harta yang diberikan mengingat bahwa di Bali pelaksanaan hukum adat maupun hukum waris adatnya yang masih sangat kental. Permasalahan tersebut berujung pada penyelesaian sengketa di pengadilan. Adanya permasalahan di dalam pembagian harta secara hukum waris adat di Bali tersebut dalam artikel ini akan dibahas dan dikaitkan dengan keadaan zaman sekarang di mana pada saat ini zaman sudah maju dan terdapat perkembangan dalam menyelesaikan perkara sengketa waris adat di pengadilan.
Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap Keterlambatan Penerbangan Akibat Kabut Asap Kebakaran Vermonita Dwi Caturjayanti
Media Iuris Vol. 3 No. 2 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i2.20894

Abstract

Jasa penerbangan telah menjadi salah satu kebutuhan primer untuk mobilisasi masyarakat. Dalam pelaksanaannya hingga saat ini masih terjadi beberapa kendala, salah satunya adalah keterlambatan penerbangan. Keterlambatan dalam penerbangan sering terjadi dikarenakan faktor cuaca dan/atau teknis operasional. Setiap terjadi keterlambatan penerbangan maka pihak maskapai penerbangan bertanggung jawab dalam memberikan ganti rugi kepada pihak penumpang kecuali pihak maskapai penerbangan dapat membuktikan bahwa keterlambatan penerbangan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan/atau teknis operasional. Dalam keterlambatan penerbangan yang disebabkan oleh kabut asap tidak dapat dikatakan sebagai force majeure karena dapat diprediksi oleh pihak maskapai penerbangan dan dapat dikatakan sebagai cuaca berkelanjutan. Atas dasar tersebut, maka pihak maskapai merupakan pihak yang bertanggungjawab dalam pemberian ganti rugi kepada penumpang. Hubungan antara pihak maskapai dengan penumpang juga terikat dengan perjanjian pengangkutan. Sehingga bentuk ganti rugi atas keterlambatan penerbangan harus sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sebagai bentuk tanggung jawab atas perjanjian pengangkutan yang tidak sesuai dengan kesepakatan.
Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Pekerja/Buruh Perempuan Harian Lepas oleh Perusahaan Karena Alasan Cuti Haid Ferdy Dwiyanda Putra
Media Iuris Vol. 3 No. 2 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i2.20890

Abstract

Pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan terhadap pekerja/buruh perempuan harian lepas karena alasan cuti haid masih banyak terjadi hingga saat ini, dimana perusahaan dalam memberikan hak cuti haid kepada pekerja/buruh perempuan tersebut masih belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dikarenakan pihak perusahaan seringkali enggan memberikan hak tersebut dengan alasan takut hak tersebut disalahgunakan oleh pekerja/buruh perempuan diperusahaannya. Disisi lain, pekerja/buruh perempuan banyak yang belum mengetahui bahwa terdapat hak cuti kepada pekerja/buruh perempuan yang mengalami rasa sakit pada masa haid sehingga ketika terjadi pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan terhadap pekerja/buruh perempuan yang tidak masuk kerja karena alasan haid, pekerja/buruh perempuan tersebut hanya dapat menerimanya dengan lapang dada. Padahal, apabila merujuk ketentuan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hak cuti pada masa haid tersebut dapat diberikan kepada pekerja/buruh perempuan sepanjang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Apabila telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, namun perusahaan tetap melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan tersebut, maka pekerja/buruh perempuan dapat mengupayakan ganti kerugian kepada perusahaannya atau dapat diselesaikan dengan jalur hukum maupun non hukum.
Akibat Hukum Hibah Wasiat yang Melebihi Legitime Portie Yanuar Suryadini; Alifiana Tanasya Widiyanti
Media Iuris Vol. 3 No. 2 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i2.18774

Abstract

Sistem hukum barat yang bersumber dari Burgerlijk Weatboek mengatur mengenai hibah wasiat yang terdapat pada pasal 957 BW menjelaskan mengenai hibah wasiat adalah suatu penetapan khusus, dimana yang mewariskan kepada orang lain memberikan suatu barang seperti barang bergerak atau tidak bergerak, atau memberikan hak pakai hasil seluruh atau sebagian peninggalannya. Penetapan hibah wasiat merupakan kehendak pewaris. Pada pasal 1683 BW jo pasal 1682 BW menjelaskan bahwa hibah dikatakan sah apabila berlaku bagi semua pihak jika penerima hibah telah menerima benda yang diberikan dari penghibah dengan bukti yang sah. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode yuridis normatif yaitu metode yang mengacu pada ketentuan aturan-aturan hukum yang berlaku, kaidah-kaidah hukum juga pada aturan di dalam Burgerlijk Weatboek yang berkaitan dengan hibah. Menghibahkan harta memang tidak dilarang dalam undang-undang tetapi terdapat aturan dan perhitungan dalam hibah wasiat ke pada orang yang menerima hibah agar tidak merugikan ahli waris karena di dalam Burgerlijk Weatboek terdapat hak mutlak (legitieme portie) terhadap ahli waris yang diatur dalam pasal 913 BW, jika ahli waris dirugikan maka ahli waris dapat menuntut bagiannya ke pengadilan atas dasar pasal 913 BW mengenai bagian mutlaknya (legitieme portie) hak tersebut telah dilindungi undang-undang, sekalipun ada wasiat bahwa harta pewaris seluruhnya diberikan kepada penerima hibah. akibat hukum dari penghibahan yang telah dilakukan jika merugikan ahli waris pada putusan yang berkekuatan hukum tetap akan berlaku surut terhadap obyek yang disengketakan, maka hibah wasiat yang diberikan bukan lagi milik dari penerima hibah melainkan akan menjadi keadaan seperti semula dan dianggap perjanjian tersebut tidak pernah ada.
Front Matter Vol. 3 No. 2, Juni 2020 Front Matter
Media Iuris Vol. 3 No. 2 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i2.20923

Abstract

Korupsi State Capture Sebagai Crime Against Humanity Hana Ramiza
Media Iuris Vol. 3 No. 2 (2020): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v3i2.20891

Abstract

Korupsi merupakan masalah yang telah diakui oleh komunitas internasional dan tidak hanya menyebabkan kerugian bagi finansial negara, namun juga sarat akan pelanggaran hak asasi manusia. Sifatnya yang sistematis, terencana dan luas membuat munculnya pendapat bahwa korupsi menimbulkan akibat yang mengerikan layaknya penyiksaan, genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan lainnya dan harus ditetapkan sebagai crime against humanity. Artikel ini bertujuan untuk menjawab isu mengenai sifat dan akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi untuk dapat dikategorikan sebagai crime against humanity dengan menggunakan metode penelitian doctrinal research. Sebuah bentuk korupsi yaitu state capture memiliki elemen-elemen yang sesuai dengan crime against humanity sebagaimana diatur dalam Statuta Roma sehingga dengan demikian, korupsi khususnya state capture dapat dikategorikan sebagai crime against humanity. Dengan ditetapkannya korupsi sebagai crime against humanity, maka individu-individu yang terlibat tindak pidana korupsi akan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana di bawah hukum internasional melalui international criminal court atau melalui pengadilan pidana internasional ad hoc.

Page 1 of 1 | Total Record : 8