cover
Contact Name
Jurnal Kebudayaan
Contact Email
jurnal.budaya@kemdikbud.go.id
Phone
-
Journal Mail Official
imeldawijaya2@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Kebudayaan
ISSN : 19075561     EISSN : 26858088     DOI : -
Jurnal Kebudayaan was first published by the Center for Cultural Research and Development, Research and Development Agency, Ministry of Culture and Tourism in Juni 2006. In 2016, the Center for Cultural Research and Development was merged with the Center for Policy Research in the Ministry of Education and Culture to become the Center for Education and Culture Policy Research. However, the journal publication continues without any changes in name. Our journal is published three times a year in April, August, and December, and consists of articles of researches and studies regarding policy and challenges in culture, covering topics ranging from: art, tradition, religions and beliefs, cultural objects, museums, history, cultural heritage, language, and other aspects of culture.
Arjuna Subject : -
Articles 105 Documents
DAFTAR ISI, EDITORIAL DAN LEMBAR ABSTRAK VOL. 13, NO. 2 TAHUN 2018 kebudayaan, jurnal
Kebudayaan Vol 13, No 2 (2018)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.289 KB) | DOI: 10.24832/jk.v13i2.198

Abstract

DAFTAR ISI, EDITORIAL DAN LEMBAR ABSTRAK VOL. 13, NO. 2 TAHUN 2018- Jurnal Kebudayaan
Daftar isi, Editorial, dan Lembar Abstrak Vol.11, No.1 Tahun 2016 Budaya, Jurnal
Kebudayaan Vol 11, No 1 (2016)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.466 KB) | DOI: 10.24832/jk.v11i1.29

Abstract

Daftar isi, Editorial, dan Lembar Abstrak Vol.11, No.1 Tahun 2016
PERJUANGAN DAN OPIUM: MENGEPUL ASAP DARI SEBATANG BAMBU, KEHIDUPAN PETANI DI HINDIA BELANDA DI MASA CULTUURSTELSEL Ichsan A., Muhammad Nur
Kebudayaan Vol 11, No 1 (2016)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.131 KB) | DOI: 10.24832/jk.v11i1.19

Abstract

AbstractDutch control over the archipelago was very strong, especially in the nineteenth century.The Netherlands Government policy set cultuurstelsel was binding for the indigeneous peopleof the archipelago. Besides, using this policy, the Netherlands provoked the natives to consumeopium by smoothen the way of the opium suppliers from China. The consumption reached itspeak when mass opium consumption occurred in 1830-1870 coinciding with the practice ofcultuurstelsel policy by the Dutch. This paper attempts to reflect the influence and linkagesbetween cultuurstelsel and opium. The data used is qualitative data which obtained by collectingwritten sources and some reports from Netherlands papers. This data was sorted and verifiedbefore having an interpretation and analysis that poured through the process of historiography.The results of this paper indicate that during cultuurstelsel period, the natives became the objectof oppression of the Dutch government in an inhumane way. The natives were forced to work andcultivate their own land yet the Dutch was the one who enjoyed the results. In order to make thenatives to be stronger and work tenaciously, they were given opium as a “drug” to boost theirendurance performace so that they could work optimally and reap a lot of production to be sentto Europe by the Dutch. AbstrakPenguasaan Belanda terhadap Nusantara sangat kuat, terutama di abad ke-19 M. Kebijakanpemerintah Belanda menetapkan cultuurstelsel sebagai pilihan adalah hal yang mengikat bagipribumi Nusantara. Di samping itu pula, dengan kebijakan tersebut, Belanda memengaruhikelompok pribumi untuk mengonsumsi opium dengan cara memudahkan para pemasok opiumdari Tiongkok dan puncaknya ketika terjadi konsumsi opium massal pada tahun 1830-1870 yangbertepatan dengan kebijakan Cultuurstelsel oleh Belanda. Tulisan ini berusaha menggambarkanpengaruh dan keterkaitan antara Cultuurstelsel dan opium. Data yang digunakan adalah datakualitatif yang diperoleh dari mengumpulkan sumber tertulis, dan beberapa laporan Belanda,kemudian dipilah dan diverifikasi sebelum adanya interpretasi dan analisa yang dituangkanmelalui proses historiografi. Hasil dari tulisan ini menunjukkan bahwa di masa Cultuurstelselkaum pribumi menjadi objek penindasan pemerintah Belanda dengan cara yang tidak manusiawi.Kaum pribumi dipaksa untuk bekerja, kerja Rodi, mengolah lahan mereka sendiri, namunpemerintah Belandalah yang menikmati hasilnya. Agar kaum pribumi kuat dan ulet bekerja,mereka diberi opium sebagai “obat” penambah stamina agar dapat bekerja maksimal dan menuaiproduksi yang banyak untuk dikirim ke Eropa.
DAFTAR ISI, EDITORIAL DAN LEMBAR ABSTRAK Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 Kebudayaan, Jurnal
Kebudayaan Vol 12, No 2 (2017)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (475.464 KB) | DOI: 10.24832/jk.v12i2.251

Abstract

DAFTAR ISI, EDITORIAL DAN LEMBAR ABSTRAK Volume 12, Nomor 2, Desember 2017
BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA LEKSIKON “KABUMEH” PADA MASYARAKAT KETURUNAN MADURA DI MENGANTI, GRESIK Dewanto, Dewanto
Kebudayaan Vol 13, No 2 (2018)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1241.189 KB) | DOI: 10.24832/jk.v13i2.203

Abstract

AbstractThe Kabumeh ceremony (a kind of offering rituals) is done by people in Menganti district that most of them are descent of Madura ethnic who lived in Java Island. The language that used in the ceremony is Maduranese. The citizen in that village is supposed as descents of Madura ethnic that had lived there hundred years in Menganti Distric, Gresik Regency. This research used qualitative approach. The data in this research is obtained by survey, interview, observation and recording. The object in this research is Menganti’s people, especially Bongso Wetan village. The problems of this research is to know why the people concern to Kabumeh traditional ceremony, such as: (1) what kinds of the forms, function, and meaning that found in thanksgiving lexical, and (2) what factors are influenced ceremony of the thanksgiving. The purpose of this research to describe forms of thanks giving lexicons that found and also had influenced such as grave of ancestor, old well, offering of flowers, ancestors places, graves, place of offering, incense, witness, chiken, old bamboo, white cloth, layer of offering, and ancestors. The ceremony of thanks giving has form as one saying thank to the God, the function of lexicons are to ask and remember the citizens to still remind the ancestors, while the meaning of lexicon to as the Java tradition where the citizen must keep it well as the local values for the people in Menganti Gresik. AbstrakUpacara Kabumeh (sedekah bumi) dilakukan oleh masyarakat Menganti, keturunan etnik Madura yang tinggal di Pulau Jawa. Bahasa yang digunakan dalam upacara tersebut adalah bahasa Madura. Masyarakat di kampung tersebut merupakan warga keturunan etnik Madura yang telah berada ratusan tahun di Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dalam penelitian diperoleh melalui survei, wawancara, pengamatan, rekaman, dan pencatatan. Objek penelitian ini adalah masyarakat di Kampung Bongso Wetan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan upacara tradisional, yakni: (1) Bentuk, fungsi, dan makna leksikon apa saja yang ditemukan dalam upacara Kabumeh pada masyarakat Menganti?; dan (2) faktor apa saja yang memengaruhi pelaksanaan upacara Kabumeh? Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan bentuk, fungsi, dan makna leksikon-leksikon Kabumeh serta menemukan faktor-faktor yang memengaruhi tetap dilaksanakannya upacara Kabumeh. Leksikon upacara yang ditemukan dalam penelitian ini seperti, sentono, somor, moncek, petelasan, pesarena, ancak, menyan, sakseh, petek, bumbung, labun, taker, dan boyot. Upacara sedekah bumi memiliki fungsi sebagai ucapan syukur kepada Tuhan. Fungsi leksikon tersebut untuk mengingatkan masyarakat agar selalu ingat kepada para leluhur, sedangkan makna leksikon sebagai tradisi Jawa di mana masyarakat harus menjaganya dengan sebaik-baiknya sebagai nilai kearifan lokal bagi masyarakat Menganti Gresik.
ADAPTASI BUDAYA DAN BENTURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN: STUDI KASUS KOMUNITAS SAMIN DI KUDUS Rosyid, Mohammad
Kebudayaan Vol 12, No 1 (2017)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (395.619 KB) | DOI: 10.24832/jk.v12i1.166

Abstract

AbstractThis research was conducted to Samin community in Kudus Regency, Central Java Province. Data was obtainabled through interviews and observations to Wong Samin in Kudus, particularly at Lerakrejo Village, Kaliyoso sub-village, and Karangrowo Village, in Undaan district. This article is descriptive qualitative research. The purpose of this research is to know how adaption efforts that based on culture in Samin community, Kudus, when they are stigmatized by their surrounding communities, and modification of their teachings as a respon of dynamically. As a strategy for maintenance their identity, Wong Samin make notes in a book, which records of their identity and teachings in a simple way in an attempt to straighten out the negative stigma. The book also illustrates compliance teaching to the local government regulations, such as formal school, pay taxes, active in election, and registration of marriages. Wong Samin also assimilate with non-Samin and accommodate non-Samin culture in their environment. Their efforts bring in a positively respon from surrounding community. As an evidence, a part of them is inducted as a chairman of neighborhood association (RT), surrounding association (RW), and farmer groups. However, the main problem that must be faced of Samin community in Kudus is their paddy field as their source economy often failed. So, they are to be urban workers in many cities. The impacts are, homeschooling and pirukunan (gemeinschaft) not repeated agen, because their elders and adult generation to be migrants and returning home uncertainly. Their routine social activities with non-Samin community in their residents are not maximal also.AbstrakRiset ini dilakukan pada komunitas Samin di Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Data diperoleh dengan wawancara dan observasi dengan wong Samin Kudus, khususnya di Desa Larekrejo dan Dusun Kaliyoso, Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan. Analisis riset ini deskriptif kualitatif. Tujuan riset ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya adaptasi berbasis budaya yang dilakukan komunitas Samin di Kudus tatkala distigma lingkungannya dan mengalami pergeseran atas ajarannya akibat dinamika masa kini yang diresponnya. Strategi dalam mempertahankan jati dirinya, wong Samin membuat catatan yang dibukukan berupa jati diri dan ajarannya dalam bentuk sederhana sebagai upaya meluruskan stigma. Di dalamnya juga menggambarkan ketaatannya pada peraturan pemerintah seperti sekolah formal, membayar pajak, aktif dalam pemilu, selain pencatatan perkawinan, membaur dengan warga non-Samin, dan mengakomodasi budaya non-Samin di lingkungannya. Upaya tersebut membuahkan hasil yakni direspon positif lingkungannya dengan bukti dipercaya sebagai Ketua RT, RW, dan kelompok tani. Akan tetapi, problem utama yang dihadapi komunitas Samin di Kudus adalah sumber perekonomiannya sebagai petani padi yang mengalami kegagalan sehingga menjadi pekerja urban di kota. Imbasnya, homeschooling dan pertemuan pirukunan tak lagi berlangsung karena sesepuh dan generasi dewasa menjadi perantau yang pulangnya tak menentu. Rutinitas kegiatan sosial kemasyarakatan dengan warga non-Samin di lingkungannya pun tak maksimal. 
RITUAL UJIAN NASIONAL: TRANSFORMASI PENGHORMATAN LELUHUR PADA KOMUNITAS KROWE DI KABUPATEN SIKKA Utama, Bakti
Kebudayaan Vol 11, No 2 (2016)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (660.846 KB) | DOI: 10.24832/jk.v11i2.25

Abstract

AbstractNational Examination in Indonesia is considered as a determinant for students’graduation. In recent years, several high schools in Sikka district held a ritual everytime before national exam. This paper discusses the ritual practices of the NationalExamination, especially at a high school in the mountains of Central Sikka. The purposeof this article is to answer whether national ritual practice exam is a new phenomena orrooted in the traditions of ancestors worshiping at Adat Community of Krowe in Sikka.For this purpose data have been collected through literature study, observation, andinterviews on Krowe people. Based on the collected data, the main argument of this paperis that the National Examination ritual practice is a form of transformation in ancestorworshipping ritual rooted in the Krowenese tradition. In this discussion, transformationrefers to the change in surface level but on a deeper level unchanged. Thus, although thenational exam ritual is an new expression of Krowenese belief, but at a deeper level is amanifestation of their tradition of ancestors worshiping. AbstrakUjian Nasional di Indonesia dianggap sebagai penentu kelulusan siswa, sehinggadilakukan berbagai usaha untuk menjamin kelulusan mereka. Pada beberapa tahunterakhir, beberapa sekolah menengah di Kabupaten Sikka mengadakan ritual setiapkali akan menghadapi ujian nasional. Tulisan ini membincangkan praktik ritual UjianNasional (UN), khususnya di sebuah sekolah menengah atas di pegunungan SikkaTengah. Tujuan tulisan ini adalah menjawab apakah praktik ritual ujian nasional tersebutmerupakan fenomena baru atau berakar pada tradisi penghormatan kepada leluhur padaKomunitas Krowe di Sikka. Untuk tujuan tersebut, data telah dikumpulkan baik melaluistudi literatur, observasi, maupun wawancara dengan Orang-orang Krowe. Berdasarkandata yang terkumpul tersebut, argumentasi utama tulisan ini adalah bahwa praktik ujiannasional merupakan bentuk transformasi ritual penghormatan leluhur yang telah berakarpada tradisi Komunitas Krowe. Dalam diskusi ini, transformasi merujuk pada terjadinyaperubahan pada tataran permukaan tetapi pada tataran yang lebih dalam tidak mengalamiperubahan. Dengan demikian, walaupun ritual ujian nasional merupakan ekspresi barukepercayaan orang Krowe, namun pada tataran yang lebih dalam merupakan wujud daritradisi mereka atas penghormatan kepada leluhur.
Penamaan Marga dan Gelar Adat Etnik Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat: Kajian Etnolinguistik. Muhidin., Rahmat
Kebudayaan Vol 12, No 2 (2017)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.188 KB) | DOI: 10.24832/jk.v12i2.248

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penamaan nama marga dan nama gelar adat etnik Minangkabau di Sumatera Barat yang berhubungan dengan kajian etnolinguistik. Objek penelitian ini adalah penamaan nama marga dan nama gelar adat pada etnik Minangkabau berdasarkan pada penggunaannya. Adapun permasalah yang diangkat adalah: (1) Apa sajakah nama marga dan nama gelar dalam etnik Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat? ; (2) Apa sajakah fungsi dan makna pemberian nama marga dan nama gelar tersebut? Data penelitian ini bersumber pada data kepustakaan dan data lisan dari penutur bahasa Minangkabau. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis data dapat dideskripsikan sebagai berikut. Pertama, penamaan nama marga dalam etnis Minangkabau merujuk pada tambo, yakni Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang. Penggunaan nama marga diambil dari nama tempat dan suku. Kedua, penamaan nama gelar adat dalam etnik Minangkabau berdasarkan pada sifat dan penggunaannya, yakni gala mudo (gelar muda), gala sako (gelar pusaka kaum), dan gala sangsako (gelar kehormatan).
Penguatan Karakter Siswa Melalui Penggunaan Unggah-Ungguh Bahasa Jawa Wijayanti, Ari
Kebudayaan Vol 13, No 1 (2018)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.37 KB) | DOI: 10.24832/jk.v13i1.232

Abstract

AbstractThe background of this article is the author’s concern of students character in using Java language programs at SDN Rejosari, Kemiri Subdistrict, Purworejo. The purpose of this article is to present the importance of Java language programs to strengthen students character. The method used by the author in compiling this article is by literature review. In addition, the author also observed the students’ ability to use Java language programs especially in grade IV, V, and VI. The writer also discussed with the class teachers to find the right solutions in an effort to revive the use of Java language programs. The results of the study in this article find a solution that cultivating Java language programs can be done through exemplary and habituation. Exemplary in using Java language programs can be applied in conversations between teachers in the school environment and between teachers and students. The use of Java language programs in schools can be done during Javanese learning, in informal situations outside the classroom, or on the sidelines of learning activities.AbstrakPenulisan artikel ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan penulis akan lunturnya karakter siswa dalam menggunakan unggah-ungguh Bahasa Jawa di SDN Rejosari, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo. Tujuan penulisan artikel ini adalah menyajikan kajian tentang pentingnya unggah-ungguh Bahasa Jawa dalam penguatan karakter siswa. Metode yang digunakan oleh penulis dalam menyusun artikel ini adalah dengan telaah pustaka. Selain itu, penulis juga melakukan observasi terhadap kemampuan siswa dalam menggunakan unggah-ungguh Bahasa Jawa utamanya pada siswa kelas IV, V, dan VI, serta berdiskusi dengan guru kelas untuk menemukan solusi yang tepat dalam upaya menggiatkan kembali penggunaan unggah-ungguh Bahasa Jawa. Hasil kajian dalam artikel ini menemukan solusi bahwa penanaman unggah-ungguh Bahasa Jawa dapat dilakukan melalui keteladanan dan pembiasaan. Keteladanan dalam menggunakan unggah-ungguh Bahasa Jawa dapat diterapkan dalam percakapan antarguru di lingkungan sekolah dan antara guru dengan siswa. Pembiasaan penggunaan unggah-ungguh Bahasa Jawa di sekolah dapat dilakukan pada saat pembelajaran Bahasa Jawa, pada situasi informal di luar kelas, maupun di sela-sela kegiatan pembelajaran.
Daftar isi, Editorial, dan Lembar Abstrak Vol.11, No.2 Tahun 2016 Budaya, Jurnal
Kebudayaan Vol 11, No 2 (2016)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.991 KB) | DOI: 10.24832/jk.v11i2.30

Abstract

Daftar isi, Editorial, dan Lembar Abstrak Vol.11, No.2 Tahun 2016

Page 1 of 11 | Total Record : 105