cover
Contact Name
Bayu Sujadmiko
Contact Email
bayu.sujadmiko@fh.unila.ac.id
Phone
+6281394194918
Journal Mail Official
-
Editorial Address
Gedung C. Fakultas Hukum Universitas Lampung. Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, 35145
Location
Kota bandar lampung,
Lampung
INDONESIA
Cepalo
Published by Universitas Lampung
ISSN : -     EISSN : 25983105     DOI : https://doi.org/10.25041/cepalo
Core Subject : Social,
Jurnal ini memiliki visi untuk menjadi jurnal ilmiah di bidang ilmu hukum yang sesuai dengan kearifan lokal Provinsi Lampung, yang akan di analisis secara komprehensif dengan perundang-undangan Nasional atau Internasional dan kondisi sosiologis. Misi dari Cepalo adalah untuk mempublikasikan hasil penelitian ilmiah di bidang ilmu hukum baik dalam skala nasional, maupun skala internasional. Cepalo pada dasarnya berisi topik tentang hukum, sistem hukum, hukum dan ekonomi, sosiologi hukum, antrophologi hukum, kebijakan publik, hukum internasional, hukum adat, hukum administrasi, hukum agraria, hukum islam, hukum bisnis, hukum pidana, hukum kesehatan, filsafat hukum, hukum kesehatan, hukum tekhnologi dan budaya. Namun tidak membatasi pokok bahasan mengenai studi hukum komparatif dan tidak menutup kemungkinan bagi penelitian yang bertemakan tentang kearifan lokal.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 75 Documents
IMPLICATIONS OF OVERCAPACITY FOR CORRECTIONAL INSTITUTIONS IN INDONESIA Ilham Panunggal Jati Darwin
Cepalo Vol 3 No 2 (2019)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/cepalo.v3no2.1847

Abstract

Overcapacity can simply be influenced by the number of prisoners who enter that is not directly proportional to the prison capacity, the number of prisoners who enter the innumerable amount of prisoners who come out, the number of prisoners in prison that is complicated becomes increasingly protracted, which also affects both prisoners and the countries, Based on this issue, this paper aims to discuss how the implications of overcapacity to correctional institutions in Indonesia, using quantitative research methods with literature studies, conclude due to the problem of overcapacity by several factors, both the Penal Institution debate which is inadequate to the minimum prison. People, as well stigmatised the "villain" can make prisoners return as recidivism, then how the overcapacity impact on the health and mentality of inmates, Noted many prisoners who ended with both disease and suicide, while also increasing broad for the sake of a budget that is increasing every year.
Aspek Hukum Perencanaan, Pengadaan dan Penempatan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Puskesmas Kota Metro Defi Fitri Agustiani; F.X Sumarja; Budiyono Budiyono
Cepalo Vol 1 No 1 (2017)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/cepalo.v1no1.1753

Abstract

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di puskesmas memerlukan SDM kesehatan sebagai penggerak utama. Kurangnya jumlah SDM kesehatan di puskesmas disebabkan sistem perencanaan, pengadaan dan penempatan masih perlu diperbaiki. Permasalahan: 1) Bagaimanakah perencanaan, pengadaan dan penempatan SDM kesehatan di Puskesmas Kota Metro menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku? 2) Bagaimanakah implementasi peraturan tentang SDM kesehatan di Puskesmas Kota Metro dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat? Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan pendekatan empiris untuk mengkaji pelaksanaan perencanaan, pengadaan dan penempatan SDM kesehatan puskesmas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi perencanaan, pengadaan dan penempatan SDM kesehatan tidak memberikan arahan secara jelas dan lengkap, sehingga proses penempatan SDM kesehatan tidak sesuai dengan perencanaan SDM kesehatan dan tenaga non kesehatan. Pengadaan dan penempatan SDM di Kota Metro belum sesuai pemanfaatan dan pengembangan tenaga kesehatan pada Pasal 24 UU No.36 Tahun 2014. Kebutuhan SDM kesehatan Puskesmas Kota Metro dicukupi dengan meningkatkan sarana kesehatan puskesmas, meningkatkan kompetensi dengan pendidikan dan pelatihan (Pasal 9 Ayat (1) UU No.36 Tahun 2014), merancang peraturan daerah, menempatkan SDM kesehatan top down planning dan botom up planning. Kendala: kurang dukungan dalam pengembangan SDM kesehatan, jumlah SDM kesehatan kurang dari standar, kurang sinkron antara perencanaan, pengadaan dan penempatan SDM kesehatan. Kata Kunci: Peraturan, Perencanaan, Pengadaan, Penempatan, SDM Kesehatan.
Begal Anak; Pemenuhan Hak dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II A Bandar Lampung Eka Intan Putri
Cepalo Vol 2 No 2 (2018)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/cepalo.v2no2.1764

Abstract

Child protection is all activities to ensure the implementation of the guaranteed rights of children, including the rights of children as criminals. Legalization is a crime and deviation in society that also violates social norms, wherever and done by anyone. It is often heard that there are still complaints from families and convicted children regarding alleged violations of the implementation of the rights of criminal child rights in the "Special Child Development Institution (LPKA)", even criminal children are also vulnerable to violence from fellow criminals.In this research, the writer will use empirical and normative juridical approaches. This study will use secondary and primary data, secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. This research will use qualitative data analysis. From the results of the study it was concluded that the implementation of children's rights as criminal offenses in LPKA Class II Bandar Lampung, referring to Law Number 11 of 2012 concerning the Criminal Justice System for Children, and guided by Law Number 12 of 1995 concerning Correctional Facilities. Of the 13 (thirteen) children's rights as criminal offenders begal, there are 11 (eleven) rights of criminal offenders that have been implemented even though it is not yet perfect. However, there are still obstacles, namely inhibiting factors from the community and law enforcement officers, namely there is no family concern for criminal children, in terms of health, education, and guidance, while fostering criminal children is completely surrendered to officers in LPKA, and the lack of coordination between Related agencies are the District Attorney and the District Court with the Special Child Development Institute (LPKA).
IMPLEMENTATION OF REGISTRATION OF OWNERSHIP RIGHTS FOR JOINT ASSETS IN THE EAST LAMPUNG REGENCY LAND OFFICE Reny Raymond Diaz
Cepalo Vol 3 No 1 (2019)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/cepalo.v3no1.1787

Abstract

Article 37 paragraph (1) PP 24 of 1997 states that the transfer of ownership rights over land can only be registered if proven by a PPAT deed. The PPAT Deed has the strength of perfect proof because it contains all elements of civil evidence so that it does not require other documents as a basis for registration of rights. This is confirmed by the Regulation of the Head of BPN Number 1 of 2010, in fact, the head of the land office does not necessarily want to accept the deed as the only proof of transfer to serve as the basis for registering the transfer of rights. The head of office requires the addition of documents in the form of a photocopy of a marriage book, a photocopy of a divorce certificate, marriage agreement, and / or a letter of approval from the heirs if one of the spouses has died. This study aims to determine the implementation of the transfer of ownership rights over joint property marriage. The research uses empirical normative juridical research methods. The research approach uses a statutory, analytical and participatory approach. Data analysis uses primary and secondary data to conclude using inductive logic. The results of the study show that: 1) the registration of the transfer of ownership of the joint property allows discretion because the laws governing it are incomplete and unclear. 2) Deed of PPAT has not been able to provide a guarantee of full legal certainty in land registration so that it still requires other documents as a complementary proof. 3) Efforts by the Land Office in providing guarantees of legal certainty of certificates are by applying additional document requirements in the registration of the transfer of ownership of shared assets.
Pengaturan dan Implementasi Hospital Bylaws di Provinsi Lampung (Studi pada Rumah Sakit di Kabupaten Lampung Tengah) Yulfrina Andriani
Cepalo Vol 2 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/cepalo.v2no1.1763

Abstract

Pada dasarnya rumah sakit adalah organisasi yang kompleks karena mengatur seluruh kegiatan dan kebijakan yang didalamnya terdapat berbagai macam profesi dengan tugas dan responsibilitas yang berbeda namun memiliki hubungan dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat di bidang kesehatan. Sebuah rumah sakit memerlukan suatu pedoman sebagai acuan dalam penyelenggaraan rumah sakit dan juga memiliki tujuan untuk melindungi semua pihak yang terlibat dalam pelayanan di rumah sakit. Peraturan tersebut adalah hospital bylaws. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peran hospital bylaws didalam sebuah rumah sakit, apa saja aspek hukum keperdataan yang harus ada didalam sebuah hospital bylaws dan apakah keberadaan hospital bylaws ini sudah memberikan perlindungan hukum terhadap pemilik, pemimpin utama rumah sakit dan pegawai medis. Penelitian ini dilakukan dengan melalui pendekatan yuridis normatif serta ditunjang dengan pendekatan yuridis empiris. Data-data didapat melalui studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitan menunjukkan bahwa eksistensi hospital bylaws rumah sakit di Kabupaten Lampung Tengah masih belum sepenuhnya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 772 Tahun 2002, tidak semua aspek hukum keperdataan termuat di dalam hospital bylaws, rumah sakit masih mengganggap bahwa hospital bylaws belum mampu memberikan perlindungan hukum terhadap pemimpin utama rumah sakit, pegawai medis bahkan pemilik. 
Analisis Hukum Terhadap Tanggung Jawab Jasa Tukang Gigi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan Pengawasan dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi Anisa Nurlaila Sari
Cepalo Vol 2 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/cepalo.v2no1.1759

Abstract

Tukang gigi merupakan seseorang yang memiliki keahlian memasang dan membuat gigi palsu lepas pasang. Kewenangan tukang gigi dimuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan Pengawasan dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi. Pada prakteknya tukang gigi tidak sekedar memasang dan membuat gigi palsu lepas pasang beberapa gigi atau seluruh gigi dimana gigi palsu tersebut terbuat dari bahan heat curing acrylic. Namun dalam praktiknya tukang gigi tersebut dalam melakukan pekerjaan sering tidak selaras dengan aturan yang berlaku, seperti pemasangan alat kawat gigi. Pekerjaan yang dilakukan jasa tukang gigi telah melebihi wewenang yang ditetapkan, dan tidak sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya sehingga diperlukan perlindungan hukum bagi konsumen maupun bagi tukang gigi agar dalam melakukan pekerjaan dapat terlindungi. Dalam penulisan ini peneliti menggunakan penelitian hukum empiris. Data yang digunakan ialah data primer dan sekunder.Dalam menganalisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis data kualitatif. 
Asas Tanggung Renteng pada Bentuk Usaha Bukan Badan Hukum dan Akibat Hukum Bagi Harta Perkawinan Rilda Murniati
Cepalo Vol 2 No 2 (2018)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/cepalo.v2no2.1768

Abstract

Bentuk usaha bukan badan hukum diatur dalam KUHD yaitu: firma dan CV yang memiliki hubungan komplementer yang harus menanggung tanggung jawab secara bersama-sama atas kerugian pada pihak lain secara pribadi dan bersifat keseluruhan. Permasalahan hukum yang mungkin timbul dalam hal sekutu komplementer tidak menimbulkan perjanjian kawin (pisah harta) sebelum perkawinan atau saat perkawinan berakibat hukum bagi harta bersama perkawinan. Dalam hal terjadi wanprestasi terhadap perjanjian yang dibuat untuk menjalankan kegiatan usaha dari bentuk usaha bukan badan hukum. Untuk itu, perlu diketahui bagaimana pengaturan asas tanggung renteng pada bentuk usaha bukan badan hukum dan dalam hal pengusaha mengelola perusahaan dan melangsungkan perjanjian dengan pihak lainnya hingga terjadi wanprestasi dan bahkan berakibat dipailitkan sehingga harta bersama perkawinan dapat ikut digunakan untuk melunasi utang perusahaan. Hal ini dapat terjadi jika, terbukti tidak adanya perjanjian perkawinan yang dibuat sebelumnya terhadap sekutu kompelementer tersebut sehingga istri/suami dapat turut digugat untuk dimintakan pertanggungjawaban dalam terjadi wanprestasi akibat perbuatan sekutu kompelementer untuk kepentingan perusahaan bukan badan hukum. Dengan adanya pembaruan hukum melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015 sebagai judicial review atas Pasal 29 UU No.1 Tahun 1974, bahwa perjanjian kawin yang dapat dibuat oleh suami dan istri selaku sekutu komplementer selama berlangsungnya perkawinan di hadapan notaris adalah langkah antisipatif atas tanggung jawab secara tanggung renteng pada bentuk usaha bukan badan hukum yang berakibat bagi harta bersama perkawinan. 
EFFECTIVENESS OF LAW NUMBER 41 THE YEAR 1999 IN THE CASE OF ILLEGAL LOGGING IN MALUKU PROVINCE La Ode Angga La Ode Angga; Barzah Latupono; Muchtar A Hamid Labetubun; Sabri Fataruba
Cepalo Vol 3 No 2 (2019)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/cepalo.v3no2.1848

Abstract

Ambon City and West Seram Regency (SBB) or SBB Regency, especially in Kairatu sub-district, the condition of the forest was once beautiful and green, but now, that condition has changed, the beautiful and green has changed into a stretch of land and barren grasslands. The above conditions will affect the water cycle by decreasing water discharge as a source of life for the community. The problems that will be examined in this study are is why the legal provisions in the forestry sector are not effective in communities living around State forest areas in the Maluku Province? What factors are lead the community members who live around the State forest to be obliged to implement the legal provisions in the forestry sector in the State forest area in the Maluku Province? This research was conducted by an empirical juridical approach which is descriptive qualitative analysis. The research seeks to illustrate what is happening in the communities living around the State forest in Maluku Province. The result of this research is Law No. 41 of 1999 on Forestry in Maluku province, in the city of Ambon City and West Seram District (SBB). Factors that cause residents living in the forest in the region of Maluku, the illegal logging and the second factor is the low level of awareness of the people living around the State forest area in the location of this study.
Implementasi Perampasan Harta Kekayaan Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Implementation of Asset Deprivation of Criminal Act of Corruption) Arizon Mega Jaya
Cepalo Vol 1 No 1 (2017)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/cepalo.v1no1.1752

Abstract

Upaya pemberantasan korupsi saat ini tidak hanya difokuskan pada penangkapan dan pemberian sanksi pidana terhadap para pelaku, melainkan juga melalui upaya- upaya untuk pemulihan kerugian keuangan dan perekonomian negara dengan cara melakukan perampasan aset atau harta benda milik pelaku tindak pidana korupsi. Sehingga, upaya pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi tidak hanya bersifat follow the suspect, melainkan pula bersifat follow the money/asset. Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah untuk: (1) Menjelaskan bagaimana mekanisme perampasan harta kekayaan pelaku tindak pidana korupsi (2) Menguji apakah perampasan terhadap harta kekayaan pelaku yang bukan diperoleh dari tindak pidana korupsi dapat pula dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif empiris. Data primer yang digunakan adalah Wawancara dengan penyidik di Kejaksaan Negeri Palembang serta Dosen Program Magister Ilmu Hukum Univeritas Muhammadiyah Palembang, sedangkan data sekunder yang digunakan adalah Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, KUHAP dan KUHP, kemudian data tersier adalah dari buku- buku dan jurnal-jurnal. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan, bahwa mekanisme perampasan harta kekayaan pelaku tindak pidana korupsi dengan menggunakan 2 metode, yakni: melalui jalur pidana (in personam forfeiture), dan melalui jalur perdata (in rem forfeiture). Selain itu, perampasan dapat dilakukan terhadap harta pelaku tindak pidana korupsi, meskipun harta tersebut tidak diperoleh dari tindak pidana korupsi, sebagai konsekuensi perbuatan pelaku yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah merugikan keuangan negara. Kata Kunci: Perampasan, Harta Kekayaan Pelaku, Tindak Pidana Korupsi
PROTECTION OF WAR REPORTERS IN ARMED CONFLICT AREAS BASED ON INTERNATIONAL LAW (CASE STUDY OF THE IRAQ AND SYRIA CONFLICT) Desia Rakhma Banjarani; Sri Sulastuti; Kisti Artiasha
Cepalo Vol 3 No 1 (2019)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/cepalo.v3no1.1789

Abstract

The work of journalists in conflict zones to convey the facts of war objectively is often life-threatening. In several international treaties, provisions regarding the protection of journalists working in conflict areas have been included, but there are some obstacles to enforcing the provisions of these international agreements. The issue to be discussed in this research is how is the protection of journalists in armed conflict based on international treaties in humanitarian law? And what about criminal liability for offenders who violate humanitarian law (war) by "killing - persecuting" war journalists?This study uses a normative legal problem approach (library law research) with a descriptive analytical type of research. The data obtained are secondary data from sources such as literature, articles and internet sites. The results showed that the protection of journalists who served during conflicts in international law was regulated in the 1907 Hague Convention, 1949 Geneva Convention, Additional Protocol I of the 1977 Geneva Convention, and the Rome Statute. In the context of criminal responsibility for perpetrators of human rights violations against journalists in this case, ISIS, there are jurisdictional obstacles set out in the Rome Statute. Nevertheless, there are still opportunities for criminal liability for human rights violations committed by ISIS against journalists, namely the existence of specific actions and steps from the UN Security Council.