cover
Contact Name
Ahmad Suryono, S.H., M.H
Contact Email
ahmadsuryono@unmuhjember.ac.id
Phone
+6281330470898
Journal Mail Official
jurnal.hukum@unmuhjember.ac.id
Editorial Address
Jl. Karimata No 49 Sumbersari Jember
Location
Kab. jember,
Jawa timur
INDONESIA
Fairness and Justice: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum
ISSN : 18580106     EISSN : 25023926     DOI : http://dx.doi.org/10.32528/faj
Core Subject : Social,
Fairness and Justice : Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum pertama kali diterbitkan pada tahun 2005 oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember dalam bentuk cetak. Jurnal Ilmiah ilmu Hukum memuat artikel hasil penelitian dibidang ilmu Hukum yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa dari dalam maupun luar Universitas Muhammadiyah Jember, yang diterbitkan secara berkala pada bulan Mei dan November.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 16 Documents
Search results for , issue "Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE" : 16 Documents clear
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU USAHA ATAS PELANGGARAN SERTIFIKAT HALAL Prasetyo, Arief Gigih
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (486.659 KB) | DOI: 10.32528/faj.v15i1.2077

Abstract

Secara garis besar pengaturan produk halal di Indonesia terbagi dalam dua perode, yakni peraturan perundangan sebelum berlakunya Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan setelah disahkannya Undang-Undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 Tahun 2014. Sebelum UU JPH disahkan, pengaturan tentang produk halal dan label halal tersebut pada Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun. Pada ketiga peraturan perundangan tersebut ditemukan sejumlah perbuatan yang dapat diancam pidana karena pelanggaran label. Berdasarkan penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa sistem pertanggungjawaban pidana atas perbuatan pelanggaran sertifikat halal ini ada dua macam, yakni: sistem pertanggungjawaban pidana langsung dan sistem pertanggungjawaban pidana pengganti bagi korporasi serta sistem pertanggungjawaban pidana berdasar kesalahan karena kesengajaan bagi perseorangan.
POLITIK HUKUM KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 Ubaidillah, Lutfian
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (635.964 KB) | DOI: 10.32528/faj.v15i1.2078

Abstract

Setelah perubahan UUD NRI 1945 maka mengenai kedudukan MPR berubah, kedaulatan rakyat tidak lagi di laksanakan oleh MPR dan MPR juga tidak merupakan lembaga tertinggi negara serta MPR tidak mempunyai kewenangan dalam membentuk garis-garis haluan negara, sehingga perubahan tersebut berdampak pula pada produk MPR yaitu ketetapan MPR sehingga dari masalah tersebutlah UUD NRI 1945 megamanatkan kepada MPR untuk melakukan peninjauan terhadap status hukum dan kedudukan TAP MPRS dan TAP MPR RI tahun 1996-2002 yang dimuat dalam TAP MPR RI No.1/MPR/2003
KAJIAN YURIDIS ALIH FUNGSI KAWASAN HUTAN UNTUK PERTAMBANGAN EMAS DI KABUPATEN JEMBER Suryono, Ahmad; Fitri, Icha Cahyaning
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.716 KB) | DOI: 10.32528/faj.v15i1.2074

Abstract

Dualisme kepentingan antara pemanfaatan sumber daya mineral dan penjagaan kawasan hutan menjadi isu utama di dalam penelitian ini. Kedua isu ini mengemuka dikarenakan tidak ada titik temu yang bersifat menyatukan kedua kepentingan secara adil dan obyektif. Hal ini dapat dimaklumi mengingat secara filosofis, pengaturan kedua objek ini saling bertentangan antara satu dengan yang lain. Filosofi pertambangan mineral dan sumber daya alam adalah memanfaatkan sumber daya mineral, dengan cara melakukan penambangan, baik secara terbuka maupun bawah tanah. Sedangkan filosofi kehutanan adalah bagaimana caranya semaksimal mungkin mempertahankan (bahkan) menambah kawasan hutan yang telah ada. Dua kutub yang saling bertentangan ini semakin diperparah dengan adanya ego sektoral yang semakin meruncing sehingga masing-masing sektor merasa berhak dan memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola. Oleh karena, alih fungsi kawasan hutan untuk pertambangan mineral (emas) penting untuk dibahas agar kedua kepentingan dapat terfasilitasi dengan baik.
PERWUJUDAN ASAS NETRALITAS BIROKRASI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPILNEGARA Watunglawar, Matias Neis
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (570.45 KB) | DOI: 10.32528/faj.v15i1.2079

Abstract

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara merupakan jawaban atas berbagai persoalan mengenai pengelolaan manajemen ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, dan untuk mewujudkan reformasibirokrasi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertangungjawabkan kinerja dan menerapkan sistem merit dalam pelaksanaan menajemen aparatur sipil negara. Berkaitan dengan dasar substansial dalam UU ASN untuk melaksanakan perwujudan asas netralitas bagi pegawai ASN belum sepenuhnya dapat diwujudkan dan jauh dari harapan dan penegasan dalam perwujudan isi dari UU ASN.
PENYELESAIAN SENGKETA HAK ATAS TANAH MELALUI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Suhadi, Manan
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (641.035 KB) | DOI: 10.32528/faj.v15i1.2075

Abstract

Tidak tuntasnya peradilan tata usaha negara mengadili sengketa pertanahan timbul dari pemahaman bahwa peradilan tata usaha negara tidak berwenang mengadili ?sengketa kepemilikan?, dan tidak berwenang menilai ?akta jual beli? padahal kedua alasan tersebut merupakan rangkaian proses yang tidak bisa dilepaskan dari keabsahan sertipikat secara materil. Jika pemahaman ini tetap dipertahankan dapat dipastikan keberadaan PTUN dalam menenagani sengketa pertanahan lebih kepada kebenaran formal bukan mengejar kemanfaatan dan keadilan masayarakat. Dari kendala di atas maka penting kiranya untuk menelusuri terlebih dahulu pengertian dan nilai-nilai hukum yang terkandung di dalam pemahaman salama ini menyengkut istilah ?kepemilikan tanah? dan ?akta jual beli? itu sendiri.
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU LINTAS MELALUI PENDEKATAN ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION Rahardi, Pria Alfisol
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.002 KB) | DOI: 10.32528/faj.v15i1.2080

Abstract

Kepolisian lalu lintas sebagai penyidik mempunyai kewenangan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan suatu pemeriksaan perkara pidana dikenal istilah diskresi kepolisian yakni yang termuat di dalam Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam hal ini diskresi tersebut harus dibatasi dengan batasan-batasan tertentu diantaranya pelaku dengan korban masih memiliki hubungan kekeluargaan atau kekerabatan dekat, pelaku masih berusia muda dan pelaku dengan korban bersepakat berdamai yang saling memaafkan. Sehingga melalui jalur ADR ini, asas keadilan dan kemanfaatan dapat tercapai dengan baik. Bahwa demi menjamin kepastian hukum, penyidik kepolisian juga dapat menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sesuai Pasal 109 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP.
IMPLEMENTASI PASAL 124 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH TERHADAP KEPUTUSAN BUPATI JEMBER DALAM MENATA BIROKRASI Imamah, Siti Nur
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.49 KB) | DOI: 10.32528/faj.v15i1.2076

Abstract

Berdasar dari permasalahan Bupati Jember yang memutasi pejabat eselon I, II, III, dan IV pada tanggal 11 November 2016 sesuai dengan Sesuai dengan ditetapkannya Keputusan Bupati Jember Nomor : 821/431/313/2016 tentang Pengangkatan dalam jabatan, padahal pasal 124 Peraturan Pemerintah nomor  18 tahun 2016 tentang perangkat daerah mengamanatkan jika harus mengesahkan perda SOTK terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan apapun. Hal ini juga diperkuat dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 061/2911/SJ Tahun 2016 Tentang Tindak Lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah dinyatakan bahwa pengisian pejabat struktural pada Perangkat Daerah dilaksanakan setelah ditetapkannya Peraturan Daerah tentang Perangkat Daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Dalam hal terdapat jabatan yang kosong, ditunjuk Pejabat Pelaksana Tugas (Plt). Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana penerapan Pasal 124 Peraturan Pemerintah Nomor  18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah terhadap Keputusan Bupati Jember dalam menata birokrasi. Apakah Bupati Jember patuh terhadap pasal tersebut atau apa sanksi yang akan diberikan jika melanggar pasal tersebut. Ruang lingkip dalam pembahasan ini adalah hukum administrasi negara. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Bahan hukum yang digunakan adalah Bahan hukum primer ( Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Instruksi Menteri Dalam Negeri), bahan hukum sekunder (jurnal, buku-buku, makalah-makalah, laporan penelitian), dan bahan hukum tersier (kamus-kamus (hukum), internet, media massa, ensiklopedia). Kesimpuan yang didapat dalam penelitian ini adalah apa yang telah dilakukan Bupati Jember tentang memutasi dan melantik pejabat eselon II, III, dan IV sesuai dengan Keputusan Bupati Jember Nomor : 821/431/313/2016 tentang Pengangkatan dalam jabatan pada tanggal 11 November 2016 telah melanggar pasal 124 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
ANAK DALAM LINGKUNGAN PERNIAHAN DINI DI KABUPATEN BONDOWOSO Reykasari, Yunita
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (687.09 KB) | DOI: 10.32528/faj.v15i1.2081

Abstract

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, menurut Undang-Undang  No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pria mencapai umur 19 tahun dan wanita mencapai umur 16 tahun. Karena, sebuah perkawinan selayaknya dilakukan pada saat laki-laki dan perempuan sudah cukup matang sehingga keduanya siap secara fisik, mental maupun psikis untuk membina rumah tangga. Akan tetapi, tidak jarang dijumpai anak-anak berstatus kawin/cerai.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU USAHA ATAS PELANGGARAN SERTIFIKAT HALAL Arief Gigih Prasetyo
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v15i1.2077

Abstract

Secara garis besar pengaturan produk halal di Indonesia terbagi dalam dua perode, yakni peraturan perundangan sebelum berlakunya Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan setelah disahkannya Undang-Undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 Tahun 2014. Sebelum UU JPH disahkan, pengaturan tentang produk halal dan label halal tersebut pada Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun. Pada ketiga peraturan perundangan tersebut ditemukan sejumlah perbuatan yang dapat diancam pidana karena pelanggaran label. Berdasarkan penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa sistem pertanggungjawaban pidana atas perbuatan pelanggaran sertifikat halal ini ada dua macam, yakni: sistem pertanggungjawaban pidana langsung dan sistem pertanggungjawaban pidana pengganti bagi korporasi serta sistem pertanggungjawaban pidana berdasar kesalahan karena kesengajaan bagi perseorangan.
POLITIK HUKUM KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 Lutfian Ubaidillah
FAIRNESS AND JUSTICE Vol 15, No 1 (2017): FAIRNESS AND JUSTICE
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32528/faj.v15i1.2078

Abstract

Setelah perubahan UUD NRI 1945 maka mengenai kedudukan MPR berubah, kedaulatan rakyat tidak lagi di laksanakan oleh MPR dan MPR juga tidak merupakan lembaga tertinggi negara serta MPR tidak mempunyai kewenangan dalam membentuk garis-garis haluan negara, sehingga perubahan tersebut berdampak pula pada produk MPR yaitu ketetapan MPR sehingga dari masalah tersebutlah UUD NRI 1945 megamanatkan kepada MPR untuk melakukan peninjauan terhadap status hukum dan kedudukan TAP MPRS dan TAP MPR RI tahun 1996-2002 yang dimuat dalam TAP MPR RI No.1/MPR/2003

Page 1 of 2 | Total Record : 16