cover
Contact Name
aktieva tri tjitrawati
Contact Email
jurist-diction@fh.unair.ac.id
Phone
+6285736326396
Journal Mail Official
jurist-diction@fh.unair.ac.id
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286 Indonesia Telp. 031 5023151/5023252 Fax. 031 5020454
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Jurist-Diction
Published by Universitas Airlangga
ISSN : 27218392     EISSN : 26558297     DOI : 10.20473/jd.v3i3.18622
Core Subject : Social,
The aims of Jurist-Diction is to provide a venue for academicians, researchers, and practitioners for publishing the original research articles or review articles. The scope of the articles published in this journal deal with a broad range of topics, including: Criminal Law; Civil Law; Constitutional Law; Administrative Law; International Law; Islamic Law; Law and Society; Economic and Business Law; Environmental Law; Medical Law; and Labour Law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 22 Documents
Search results for , issue "Vol. 4 No. 2 (2021): Volume 4 No. 2, Maret 2021" : 22 Documents clear
Pertanggungjawaban Pidana Tindak Pidana Pemerasan Dengan Modus Operandi Penyebaran Ransomware Cryptolocker Nur Syamsi Tajriyani
Jurist-Diction Vol. 4 No. 2 (2021): Volume 4 No. 2, Maret 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jd.v4i2.25785

Abstract

Tindak pidana pemerasan melalui sistem elektronik dalam kasus penyebaran ransomware cryptolocker merupakan hal yang baru di Indonesia. Hal ini terlihat dari belum adanya putusan pengadilan mengenai kasus penyebaran ransomware cryptolocker. Modus operandi penyebaran ransomware cryptolocker yang cukup kompleks merupakan sesuatu yang harus diperhatikan dalam hal penerapan hukumnya oleh karena serangkaian perbuatan tersebut melingkupi beberapa tindak pidana yaitu pemerasan dan pengancaman, perusakan, dan mengakibatkan terganggunya sistem elektronik. Pelaku yang merupakan orang yang memiliki ilmu lebih tentang teknologi juga menjadi kesulitan tersendiri karena minimnya informasi mengenai pelaku yang bisa didapatkan. Penelitian ini memiliki sasaran berupa bagaimana modus operandi dan pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pemerasan melalui sistem elektonik dalam kasus serangan ransomware cryptolocker.
Urgensi Penerapan Sistem Pre-Merger Notification sebagai Sistem Pengawasan Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi di Indonesia Audi Naura Dhaneswara
Jurist-Diction Vol. 4 No. 2 (2021): Volume 4 No. 2, Maret 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jd.v4i2.25751

Abstract

Globalisasi dan revolusi industri mendorong kemunculan berbagai pelaku usaha dengan skema usaha yang inovatif dan adaptif disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman yang menyebabkan iklim persaingan usaha di Indonesia semakin ketat. Agar pelaku usaha dapat bersaing dan mempertahankan usahanya di dalam pasar, banyak dari pelaku usaha yang melakukan merger, akuisisi, dan konsolidasi. Pelaku usaha yang melakukan transaksi merger, akuisisi, dan konsolidasi yang memenuhi persyaratan tertentu wajib untuk memberikan notifikasi kepada KPPU paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah transaksi tersebut berlaku efektif secara yuridis atau dikenal dengan istilah sistem post-merger notification. Berlakunya sistem post-merger notification yang telah dianut Indonesia selama 21 tahun sejak pertama kali diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman.
Aspek Cybercrime dalam Paylater Wiradharma Sampurna Putra
Jurist-Diction Vol. 4 No. 2 (2021): Volume 4 No. 2, Maret 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jd.v4i2.25790

Abstract

Perkembangan teknologi yang cepat selama beberapa waktu belakangan ini, ditandai dengan semakin meningkatnya angka penyalahgunaan informasi dan pengelolaan data dalam berbagai aspek kehidupan setiap individu. Baru-baru ini perusahaan e-commerce Traveloka yang bekerja sama dengan perusahaan fintech mengeluarkan layanan terbarunya yaitu fitur Paylater, dimana para penggunanya dapat berbelanja terlebih dahulu kemudian pembayarannya akan ditalangi oleh Traveloka. Kemudahan cara mendaftar contohnya syarat yang diperlukan seperti data pribadi berupa e-ktp dan foto pribadi ini juga membuat layanan Paylater itu sendiri memiliki kerentanan untuk dilakukan upaya peretasan yang berujung pencurian dan penyalahgunaan data pribadi korban. Banyak kasus peretasan yang berakibat data pribadi korban dicuri dan disalahgunakan ini tidak mendapatkan penyelesaian yang jelas, karena memang aturan yang ada tidak mengatur secara komprehensif mengenai sanksi pidana bagi pelaku peretasan dan penyalahgunaan data pribadi korban. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah ketentuan peraturan perundang-undangan yang bisa digunakan untuk menejerat pelaku peretasan berujung pencurian dan penyalahgunaan data pribadi korban dengan melakukan penafsiran hukum secara ekstensif mengenai definisi data pribadi itu sendiri dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku BDSM (Bondage, Discipline, Sadism and Masochism) yang Mengakibatkan Luka, Cacat atau Kematian Elok Fauzia Dwi Putri
Jurist-Diction Vol. 4 No. 2 (2021): Volume 4 No. 2, Maret 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jd.v4i2.25781

Abstract

Dini ini, BDSM banyak dibicarakan dalam media sosial maupun dalam kehidupan sehari-hari. Banyak masyarakat yang tertarik dan penasaran untuk sekadar mengetahui atau terjun dalam dunia BDSM. Rasa penasaran dan kurangnya pengetahuan dapat menyebabkan kerugian seperti luka, cacat atau kematian kepada partner BDSM scene. BDSM bukan merupakan tindak pidana walaupun sangat erat kaitannya dengan kekerasan karena dilakukan dengan consent. Dalam ilmu kejiwaan, sadisme dan masokisme termasuk dalam parafilia. Namun, penyimpangan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk menggugurkan pemidanaan dikarenakan bukan termasuk yang dikecualikan pada Pasal 44 KUHP. Sehingga, pelaku BDSM yang menyebabkan luka, cacat dan hilangnya nyawa akan tetap dipidana.
Gagasan Mekanisme Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Ketika Keadaan Darurat Aditya Wahyu Saputro; Mayang Devi Azhara
Jurist-Diction Vol. 4 No. 2 (2021): Volume 4 No. 2, Maret 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jd.v4i2.25747

Abstract

Keadaan darurat (state of emergency) seperti pandemi atau perang menghambat penyelenggaraan negara tidak dapat maksimal dilakukan, seperti pemilihan umum secara langsung. Oleh karena itu, dibutuhkan hukum tata negara darurat sebagai prevensi atas keadaan darurat (state of emergency) terutama mengenai pengisian jabatan presiden dan wakil presiden Ketentuan keadaan darurat sangat diperlukan di tengah ancaman pandemi di masa depan dan posisi geografis Indonesia yang rawan bencana berpotensi menghalangi proses suksesi kepemimpinan melalui pemilihan langsung. Tulisan ini dibahas secara yuridis-normatif berdasar asas-asas hukum dan ditulis secara deskriptif. Disimpulkan bahwa, ketika keadaan darurat negara telah ditetapkan, maka mekanisme pengisian jabatan presiden dan wakil presiden maka perlu diadakan pemilu dengan gabungan variasi model. Sebaliknya, jika hal tersebut tidak memungkinkan dan melampaui masa jabatan presiden yang menjabat saat itu, maka pilihan terakhir adalah memperpanjang masa jabatan presiden untuk sementara waktu. 
Model Pemilihan Umum Serentak Nasional Pasca Pelaksanaan Pemilihan Umum 2019 Octara Steni Paendong
Jurist-Diction Vol. 4 No. 2 (2021): Volume 4 No. 2, Maret 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jd.v4i2.25786

Abstract

Artikel ini berjudul “Model Pemilihan Umum Serentak Nasional Pasca Pelaksanaan Pemilihan Umum 2019”, metode penulisan yang digunakan bersifat normatif, dengan menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual, serta pendekatan kasus. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan model Pemilihan Umum alternatif pada Pemilihan Umum serentak nasional yang akan datang. Dari penelitian hukum yang telah dilakukan dapat disimpulkan model Pemilihan Umum serentak yang dapat menjadi alternatif untuk Pemilihan Umum serentak selanjutnya adalah Pemilihan Umum serentak yang membedakan penyelenggaraan Pemilihan Umum serentak di tingkat lokal untuk memilih memilih Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dan Pemilihan Umum di tingkat nasional untuk memilih memilih Presiden, DPR, dan DPD dengan disertai jeda waktu selama 24-30 bulan antara Pemilihan Umum di tingkat nasional dan Pemilihan Umum di tingkat lokal.
Pertanggungjawaban Pidana Komunitas Penyebaran Berita Bermuatan Sara Melalui Media Sosial Aurellya Desita Ananda Putri
Jurist-Diction Vol. 4 No. 2 (2021): Volume 4 No. 2, Maret 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jd.v4i2.25752

Abstract

Pada era milenial ini, membagikan serta mengakses informasi dan berita sangatlah mudah. Hal ini karena teknologi yang sudah semakin berkembang di kalangan masyarakat. Masyarakat mudah mengakses informasi dan berita melalui media sosial. Pemerintah membuat regulasi terkait dengan masalah tersebut yaitu UU ITE. Seiring dengan perkembangan zaman, isu provokatif penyebaran berita bermuatan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) pun muncul dalam penggunaan media sosial karena penggunaan media yang bebas dan mudah. Apabila subjek yang dimaksud adalah komunitas sebagai contoh kasus sindikat penebar ujaran kebencian bermuatan SARA Saracen. Dalam skripsi ini akan membahas mengenai pertanggungjawaban pidana komunitas penyebaran berita bermuatan SARA, dengan menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dan disertai pendekatan statute approach dan conceptual approach. Hasil dari penelitian yang dilakukan penulis menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pidana komunitas penyebaran berita bermuatan SARA dikenakan perseorangan bukan sebuah komunitas nya dengan menganut doktrin vicarious liability dan sanksi pidana nya dikenakan pasal 28 ayat (2) UU ITE.
Front Matter Vol. 4 No. 2, Maret 2021 Front Matter
Jurist-Diction Vol. 4 No. 2 (2021): Volume 4 No. 2, Maret 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jd.v4i2.25791

Abstract

Lex Minus Quam Perfecta Pembatalan Merger Oleh KPPU Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Fida Aifiya Chusna
Jurist-Diction Vol. 4 No. 2 (2021): Volume 4 No. 2, Maret 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jd.v4i2.25782

Abstract

KPPU memiliki tugas dan wewenang pengawasan bidang persaingan usaha, salah satunya kontrol merger. Merger dalam persaingan usaha meliputi penggabungan dan peleburan perusahaan. Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999 memberi kewenangan KPPU untuk menjatuhkan sanksi administratif berupa denda dan/atau penetapan pembatalan bagi merger yang dapat menimbulkan monopoli dan praktik persaingan usaha tidak sehat. Penelitian ini menggunakan metode normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benar KPPU memiliki wewenang membatalkan merger berdasarkan Pasal 47, tetapi tidak dapat dilaksanakan karena tidak ada peraturan yang mengatur pelaksanaannya. Jika KPPU menerbitkan penetapan pembatalan merger, maka akan diajukan keberatan oleh pelaku usaha. Pengadilan menerima keberatan karena tidak dapat dilaksanakan dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Sehingga Pasal 47 dalam konteks pembatalan merger oleh KPPU adalah lex quam minus perfecta karena KPPU dapat menjatuhkan hukuman denda, tetapi tidak dapat membatalkan transaksi merger.
Penataan Kewenangan Kelembagaan dan Pemberian Batasan Konstitusional sebagai Upaya Penataan Proses Legislasi Pasca Amandemen UUD NRI Tahun 1945 Alif Duta Hardenta; Tariq Hidayat Pangestu
Jurist-Diction Vol. 4 No. 2 (2021): Volume 4 No. 2, Maret 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jd.v4i2.25748

Abstract

Reformasi memberikan perubahan bagi ketatanegaraan Indonesia dengan menghasilkan amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menegaskan sistem presidensiil. Namun, pada kenyataannya hasil amandemen tidak mencerminkan sistem presidensiil yang bercirikan pemisahan kekuasaan, hal ini dapat dilihat dalam besarnya kewenangan presiden dalam legislasi. Hal ini berdampak pada buruknya produk undang-undang yang dihasilkan oleh kekuasaan legislatif, baik secara materiil maupun formil. Penelitian ini mengevaluasi pula lemahnya kewenangan DPD dalam legislasi dan kekosongan internal checks and balances dalam legislatif serta problematika pelibatan Presiden. Selain itu, ditinjau pula permasalahan legislasi yang dinilai tidak taat asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, khususnya secara formil. Dengan mengggunakan metode penelitian yuridis-normatif, penulis akan mengevaluasi problematika legislasi dan mengusulkan solusi dengan merekonstruksi lembaga yang terlibat dalam legislasi serta berkelindan dengan penguatan DPD.

Page 1 of 3 | Total Record : 22


Filter by Year

2021 2021