cover
Contact Name
Muhammad Zuhurul Fuqohak
Contact Email
hermeneutik@stainkudus.ac.id
Phone
+6285326311019
Journal Mail Official
hermeneutik@stainkudus.ac.id
Editorial Address
Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus, Jl. Conge Ngembalrejo PO.BOX 51 Kudus, Jawa Tengah, Indonesia
Location
Kab. kudus,
Jawa tengah
INDONESIA
Hermeneutik : Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
ISSN : 19077246     EISSN : 25026402     DOI : http://dx.doi.org/10.21043/hermeneutik
We accept scholarly article that the subject covers textual and fieldwork studies with various perspectives of Quranic Studies Quranic Exigesis Studies Philology Studies Ulumul Qur`an Living Qur`an
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 15, No 2 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir" : 20 Documents clear
Kontribusi Mujahid bin Jabar dalam Diskursus Penafsiran Klasik
HERMENEUTIK Vol 15, No 2 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/hermeneutik.v15i2.11194

Abstract

Tulisan ini mendiskusikan tentang metode dan sumber penafsiran klasik yang mengalami perkembangan dari masa ke masa. Dalam hal ini penulis fokus kepada diskursus tafsir pada zaman tabi’in dengan mengambil tokoh Mujahid bin Jabar. Pengkajian kepada Mujahid bin Jabar dipertimbangkan dengan beberapa alasan, pertama, Mujahid sebagai tokoh yang memiliki ketersambungan sanad dengan Ibn Abbas yang mendapat julukan Tarjuman Al-Qur’an. Kedua, kredibilitas Mujahid bin Jabar yang menurut mufassir dan muhaddis memiliki keluasan ilmu, baik di bidang tafsri, hadis, fiqh, atau qiraat. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif untuk mengkaji beberapa tafsir yang diangkat oleh Mujahid. Penulis menyimpulkan bahwa mayoritas metode tafsir yang digunakan oleh Mujahid adalah Metode Ijmaliy, sedangkan coraknya cenderung fiqhiy sebab Mujahid mulai menggunakan pendekatan bi al-ra’yi. Penafsirannya juga ikut bersumbangsih dalam pengembangan ulum al-Qur’an, di mana ia mulai mengenalkan konteks turunnya ayat, memaknai lafadz dengan meluaskan maknanya dan memberikan makna yang serupa namun tidak sama.
Pardigma Tafsir Amali : dari Teosentris ke Antroposentris
HERMENEUTIK Vol 15, No 2 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/hermeneutik.v15i2.12891

Abstract

                                AbtrakPenelitian ini berusaha menyuguhkan paradigma baru dalam khazanah tafsir yaitu tafsir amali (terapan). Tafsir ini merupakan salah satu varian dari tafsir kontemporer di mana validitas dan caorak tafsirnya adalah empiris di lapangan. Metode penelitan yang digunakan adalah studi pustaka yaitu menghimpun berbagai jenis literatur yang terkait dengan tafsir amali kemudian dianalisis dan diformulasikan. Tafsir amali adalah turunan dari gagasan Islam terapan karya Muslim A. kadir, Guru Besar filsafat Islam IAIN Kudus. Paradigma amali berusaha menggeser nilai-nilai teosentris dalam al-Qur’an menuju wilayah antroposentris. Tafsir amali adalah paradigma yang menggali nilai-nilai kandungan al-Qur’an yang didialogkan dengan wilayah empiris. Hasil dialog tadi menghasilkan rumusan yang disebut dengan code of conduct dalam berperilaku. Rumusan code of conduct ini-lah produk dari tafsir amali. Adapun contoh dari tafsir amali adalah kajian pada ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan lingkungan yaitu dengan menelusuri kata kunci manusia, rusak dan ihsan dalam al-Qur’an dengan bantuan mu’jam adapun hasilnya adalah sebagai berikut: Manusia haram melaksanakan kerusakan ekologis (al-Araf/7: 56/ al-Rum/30: 41) dan standar perilakunya (code of conduct) adalah tidak melaksanakan berbagai macam kegiatan  pencemaran lingkungan.  Manusia diberikan mandat sebagai pemelihara ekosistem bumi (Hud/11: 61) adapun standar perilakunya (code of conduct) adalah menjaga keberlanjutan flora dan fauna dari kepunahan. Manusia diperintahkan berbuat baik ihsan pada lingkungan (Q.S. an-Nahl/16:90) adapun standar perilakunya (code of conduct) adalah memanfaatkan alam namun juga menjaganya dengan menanam (konservasi) sehingga terjaga keberlanjutannya. Kata Kunci : antroposentris, code of conduct,  tafsir amali, teosentris,  AbstractThis study aims to present a new paradigm in the world of interpretation that is amali (applied) interpretation. This interpretation is one of the variants of contemporary interpretations where the validity and style of interpretation is empiric in the field. The research method used is literature study, which is collecting various types of literature related to amali interpretations then analyzed and formulated. Amali interpretation is a derivative of the idea of applied (amali)Islam by Muslim A. Kadir, Professor of Islamic philosophy at IAIN Kudus. amali paradigm tries to shift the theocentric values in the Qur'an to the anthropocentric space. Amali interpretation is a paradigm that explores the values of Qur'an in dialogue with the empirical zone. The results of the dialogue resulted in a formulation called the code of conduct in behaving. The formulation of code of conduct is the product of amali interpretation. An example of application an amali interpretation is a study of Qur’anic verses related to the environment by tracing the keywords human, damaged and ihsan in the Qur'an with the help of mu'jam and the results are as follows: Humans are forbidden to carry out ecological damage (al-Araf/7: 56/ al-Rum/30: 41) and the standard of behavior (code of conduct) is not to carry out various kinds of environmental pollution activities. Humans are given a mandate as custodians of the earth's ecosystem (Hud/11:61) while the standard of behavior (code of conduct) is to maintain the sustainability of flora and fauna from extinction. Humans are ordered to do good deed ihsan to the environment (Q.S. an-Nahl/16:90) while the standard of behavior (code of conduct) is to use nature but also to protect it by planting (conservation) so that its sustainability is maintained. Keywords: anthropocentric, code of conduct, amali interpretation, theocentric,
Eksplikasi Konsep Milku al-Yamīn dalam Kajian Tafsir Tematik Era Modern
HERMENEUTIK Vol 15, No 2 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/hermeneutik.v15i2.12039

Abstract

AbstrakPenelitian bertujuan untuk mendeskripsikan konsep milku al-yamīn dalam al-Qur’ān, apakah maknanya sebuah alternatif penyaluran seksual ataukah ini berupa gambaran tradisi yang terjadi di kalangan masyarakat Arab sebelum Islam. Penelitian yang dilakukan Muḥammad Syaḥrūr menunjukkan keabsahaan hubungan seks di luar nikah dengan memahami makna milku al-yamīn di era kontemporer ini adalah kontrak yang dilakukan antara laki dan perempuan untuk melakukan hubungan seksual. Dengan hasil penelitiannya tersebut memunculkan pro kontra dan problematik di tengah masyarakat Indonesia. Sehubungan dengan menjembatani serta mendalami makna milku al-yamīn dalam kajian tafsir tematik. Sebagai kesimpulannya makna milku al-yamīn itu adalah budak perempuan yang didapat lewat peperangan, tidak termasuk maknanya cara-cara selainnya. Sedangkan kebolehan untuk bergaul dengan mereka itu bukan untuk pelampiasan hasrat seksual, akan tetapi secara historis sebagai upaya untuk mengangkat derajat budak setara dengan merdeka. Konsep ini dapat dinilai sebagai jalan lain untuk menangkal diskriminasi terhadap tuduhan berbuat zina.AbstractThe research purposed to find out the concept of milku al-yamīn in the Koran, whether it means an alternative sexual channeling or is it a description of the tradition that occurred in the Arab society before Islam. Research conducted by Muḥammad Syaḥrūr as the validity of non-marital sexual relations shows that understanding the meaning of milku al-yamīn in this contemporary era is a contract between a man and a woman to have sexual intercourse. With the results of his research, it raises the pros and cons and problems in Indonesian society. In connection with bridging and deepening the meaning of milku al-yamīn in the Koran through a thematic interpretation approach. In conclusion, the meaning of milku al-yamīn is that of a slave girl who is obtained through war, excluding its meaning from other ways. While the ability to associate with them is not for an outlet of sexual desire, but historically as an attempt to elevate the status of slaves to the equivalent of freedom. This concept can be considered as an alternative to fight discrimination against people accused of adultery. 
Ujaran Kebencian Dalam Al-Qur'an
HERMENEUTIK Vol 15, No 2 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/hermeneutik.v15i2.8483

Abstract

This study is the result of qualitative research on verses of the Qur'an through library research. This study aims to determine the concept of utterance of hatred in the Qur'an, its narrative form, and the response of the Qur'an to the behavior of hate speech. The object is the verses of the Qur'an which contain narratives of hate speech and the verses that respond to them. The main source is al-Qur`an. The method of analysis uses the interpretation of tahliliy to conclude that 28 verses of the Koran show hate speech in the form of euphemism, 23 verses show the form of hate speech dysphemism, 8 verses show the form of hate speech labeling, and 7 verses show hate speech in the form of stereotypes.
Konsep Syura dan Demokrasi dalam Wacana Kontekstual: Studi Terhadap Pemikiran Kontekstual Abdullah Saeed
HERMENEUTIK Vol 15, No 2 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/hermeneutik.v15i2.12590

Abstract

The discourse on democracy and all its variants, including the term shura, is an issue that is never obsolete in the study of the Qur'an. In the last few decades, Muslim scholars have begun to see the issue of shura as a discourse that must be read more widely along with the changing times. Therefore, Muslim scholars created a modern generation to respond to the concept of shura in a new social, political, economic and cultural context, especially with the contextuality method of the Qur'an. One of the figures applying the concept of shura is Abdullah Saeed, a contemporary thinker who introduced the study of the Qur'an through a contextual approach. Abdullah Saeed tries to revisit the term shura through two groups of interpretations, namely pre-modern interpretations such as al-Thabari, Zamakhsari, al-Razi and al-Qurtubi, and the interpretation that follows by quoting the work of Sayyid Abul A'la al - Maududi and Sayyid Qutb. This paper intends to further explore Abdullah Saeed's opinion on the term shura after conducting an in-depth study of the two groups of interpreters. This paper also attempts to provide a 'critical' note on the thoughts put forward by Abdullah Saeed by comparing them with other contemporary thinkers. Diskursus tentang demokrasi dan segala macam variannya, salah satunya adalah term syura, merupakan isu yang tidak pernah usang dalam studi al-Qur’an. Beberapa dekade terakhir, para cendekiawan Muslim mulai memandang isu syura sebagai wacana yang harus dibaca lebih luas seiring perubahan zaman. Oleh karena itu, para kelompok cendekiawan Muslim generasi modern cenderung untuk menafsirkan ulang konsep syura dalam konteks sosial, politik, ekonomi, dan budaya, khususnya dengan menyoroti metode kontekstual penafsiran al-Qur'an. Salah satu aktor yang berperan dalam usaha untuk menafsirkan ulang konsep syura ini adalah Abdullah Saeed, salah seorang pemikir kontemporer yang mengenalkan kajian al-Qur’an melalui pendekatan kontekstual. Melalui pendekatan kontekstualnya, Abdullah Saeed mencoba membaca ulang term syura ini melalui dua kelompok penafsiran, yaitu interpretasi pra-modern seperti al-Thabari, Zamakhsari, al-Razi dan al-Qurtubi, dan interpretasi yang ada setelahnya dengan mengutip karya Sayyid Abul A’la al-Maududi dan Sayyid Qutb. Tulisan ini bermaksud untuk mengekplorasi lebih jauh tentang pandangan Abdullah Saeed terhadap term syura setelah melakukan kajian secara mendalam terhadap dua kelompok penafsir tersebut. Tulisan ini juga berupaya memberikan catatan ‘kritis’ terhadap pemikiran yang dikemukakan oleh Abdullah Saeed dengan mengkomparasikan dengan pemikir-pemikir kontemporer lainnya. 
Eksistensi Hijrah Dalam Al-Qur’an dan Tafsir (Studi Pemikiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Mishbah)
HERMENEUTIK Vol 15, No 2 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/hermeneutik.v15i2.9941

Abstract

AbstractThis article aims to explain about the hijrah movement which is a social phenomenon that is widely discussed in society. The hijrah movement marks a phase of the journey in humans, especially the millennial generation who participates in enlivening the movement of Islamic studies in Indonesia. The research approach using literature study collects various information related to the existence of hijrah in the millennial generation. Hijrah events in Islam can be interpreted in the context of territorial hijrah, spiritual and intellectual hijrah, and behavioral hijrah. There is a shift in behavior and actions, such as moving from ignorant behavior to Islamic behavior or leaving everything that is forbidden by Allah and changing towards what Allah commands and is pleased with. The millennial generation has its own challenges to be able to carry out hijrah based on the sincerity of the intention to emigrate in the way of Allah SWT as proof of a servant's faith in Allah SWT. AbstrakArtikel ini bertujuan untuk menjelaskan tentang gerakan hijrah yang merupakan fenomena sosial yang marak diberbincangkan dalam masyarakat, Gerakan hijrah menandai adanya fase perjalanan dalam diri manusia, khususnya generasi milenial yang ikut serta dalam meramaikan pergerakan kajian Islam di Indonesia. Hijrah disatu sisi bersifat positif akan tetapi disisi lain juga dapat bersifat negatif apabila disalah fahami oleh generasi milenial. Pendekatan penelitian yang menggunakan studi kepustakaan mengumpulkan berbagai informasi terkait eksistensi hijrah pada generasi millenial. Peristiwa hijrah dalam Islam dapat dimaknai menjadi tiga. Pertama, konteks hijrah teritorial. Kedua, Hijrah Nafsiyah, perpindahan secara spiritual dan intelektual dari kekafiran kepada keimanan. Ketiga, Hijrah Amaliyah, perpindahan perilaku dan perbuatan seperti  perpindahan dari perilaku jahiliyah kepada perilaku Islam atau meninggalkan segala sesuatu yang dilarang Allah dan berubah menuju kepada yang diperintahkan dan diridhai-Nya. Generasi milenial memiliki tantangan tersendiri untuk dapat melaksanakan hijrah yang dilandasi dengan ketulusan niat berhijrah di jalan Allah Swt sebagai bukti keimanan seorang hamba kepada Allah Swt.
Meta Analisis Studi Ulumul Qur’an Di Indonesia
HERMENEUTIK Vol 15, No 2 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/hermeneutik.v15i2.12883

Abstract

One of the strengths that plagued the study of the Ulumul Quran in Indonesia is the textuality of the Koran, which is only able to reproduce the debate around the issue of reconstruction of the Ulumul Quran in the classical to contemporary eras. With a meta-analysis, this tendency seems to override another important issue in the study of the Qur'an in Indonesia, namely the Qur'an in the academic world. This paper aims to explore several alternative trends in the issues of ulumul al-Qur'an in the academic world, arguing that the subject of research in the study of the Qur'an in Indonesia should be humans, not the Qur'an itself. Through this exploration, it is hoped that the research methodology and research object of the study of the Qur'an will increase with various data and take an important role in the shift in Islamic studies in the world.
Hak dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perspektif Tafsir Klasik Dan Kontemporer
HERMENEUTIK Vol 15, No 2 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/hermeneutik.v15i2.11596

Abstract

AbstrakMemaknai lafadz dalam al-Qur’an membutuhkan sebuah pemahaman yang pasti, terutama dalam memaknai hak dan kewajiban antara suami dan istri dalam berumahtangga. Untuk  mencapai harapan dalam berumahtangga, semua pasangan menginginkan bagaimana menciptakan keluarga yang harmonis. Dan untuk itu diperlukan suatu keseragaman pemahaman tentang hak dan kewajiban antara suami dan istri. Melalui tulisan ini, peneliti ingin mengkaji makna hak-hak tersebut melalui kajian tafsir baik tafsir klasik maupun kontemporer. Dengan menggunakan metode deskriptif-komperatif, penulis menerapkan kajian analisis dengan menerapkan beberapa kajian dari mufassir klasik hingga kontemporer. Dari kajian tersebut menghasilkan bahwa untuk menuju kebahagiaan yang harmonil dalam berumahtangga harus saling menghargai agar terjalin kehidupan yang sakinah, mawaddah wa rahmah.Kata kunci: Hak dan Kewajiban, Sakinah, Mawaddah, RahmahAbstractInterpreting lafadz in the Qur'an requires a definite understanding, especially in interpreting the rights and obligations between husband and wife in marriage. To achieve hope in marriage, all couples want how to create a harmonious family. And for that we need a uniform understanding of the rights and obligations between husband and wife. Through this paper, the researcher wants to examine the meaning of these rights through the study of interpretations of both classical and contemporary interpretations. By using descriptive-comparative method, the author applies an analytical study by applying several studies from classical to contemporary commentators. From this study, it is found that in order to achieve harmonious happiness, mutual respect is needed so that a sakinah, mawaddah wa rahmah life can be established.Keywords: Rights and Obligations, Sakinah, Mawaddah, Rahmah
Gotong Royong dalam Al-Qur’an dan Signifikansinya dengan Penanganan Covid-19: Analisis Kunci Hermeneutika Farid Esack
HERMENEUTIK Vol 15, No 2 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/hermeneutik.v15i2.11766

Abstract

AbstractIn 2020, the world was shocked by the Covid-19 outbreak that emerged from the city of Wuhan, China. This global epidemic has spread to all parts of the world, including Indonesia. More than a year of handling, new cases always appear so that the end time of this outbreak cannot be adequately predicted. The lack of cooperation and community solidarity in dealing with the epidemic is one of the contributing factors. The Qur’an, as a way of life for the majority of the Indonesian population, teaches the importance of cooperation and mutual cooperation to achieve a common goal. This paper aims to highlight human values in mutual cooperation which are analyzed using Farid Esack’s theory of Qur’an hermeneutics and see their relevance to the handling of Covid-19 in Indonesia. This study uses qualitative research methods. The data in this study were sourced from library materials such as books, journals, internet websites, and other sources related to the problems discussed. The data collection technique is by reading, studying, and understanding the materials that have been collected related to the verses of the Qur’an about mutual cooperation and the reality of handling Covid-19. The data that has been collected were analyzed using the theory of hermeneutic keys by Farid Essack and the theory of functionalism. The analysis results show that gotong royong (mutual cooperation) is an attitude taught by Islam for humankind in achieving common prosperity, regardless of ethnicity, race, culture, and religion. Abstrak Tahun 2020, dunia digemparkan dengan wabah Covid-19 yang muncul dari Kota Wuhan, China. Wabah global ini menyebar ke seluruh belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Lebih dari satu tahun penanganan, kasus baru selalu muncul sehingga waktu berakhirnya wabah ini tidak dapat diprediksi dengan baik. Minimnya kerjasama dan solidaritas masyarakat dalam menangani wabah menjadi salah satu faktor penyebabnya. Al-Qur’an, sebagai way of life mayoritas penduduk Indonesia mengajarkan arti pentingnya kerjasama dan gotong-royong untuk mencapai sebuah tujuan bersama. Tulisan ini bertujuan menyoroti nilai-nilai kemanusiaan dalam gotong-royong yang dianalisis menggunakan teori hermeneutika Al-Qur’an Farid Esack dan melihat relevansinya dengan penanganan Covid-19 Indonesia. Kajian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Data-data dalam penelitian ini bersumber dari bahan yang bersifat pustaka seperti buku-buku, jurnal-jurnal, website internet dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Teknik pengumpulan data yaitu dengan membaca, menelaah, dan memahami bahan-bahan yang sudah dikumpulkan berkaitan dengan ayat-ayat Al-Quran tentang gotong royong dan realita pada penanganan Covid-19. Data-data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan teori kunci-kunci hermeneutika oleh Farid Essack dan teori fungsionalisme. Hasil analisis menunjukkan bahwa gotong-royong merupakan sikap yang diajarkan Islam bagi umat manusia dalam menggapai kesejahteraan bersama, tanpa melihat suku, ras, budaya, dan agama.
Pengamalan Al-Qur`an Perspektif Post-Feminisme Simone De Beauvoir
HERMENEUTIK Vol 15, No 2 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/hermeneutik.v15i2.10498

Abstract

Kesetaraan gender merupakan diskursus yang masih tetap hangat diperbincangkan bahkan menjadi perdebatan para feminis Muslim sampai sekarang. Penggagas dan pendukung kesetaraan gender tidak jarang mempersoalkan hukum Islam yang dianggap kurang adil dalam memposisikan laki-laki dan perempuan. Bermula dari kesadaran akan ketertindasan perempuan oleh sistem yang patriakis inilah muncul kajian tentang perempuan yang kemudian diistilahkan “feminisme” salah satu gagasannya adalah pembebasan yang mengkonsentrasikan pada upaya pengangkatan drajat perempuan agar bisa setara dengan kaum laki-laki dan bebas dari eksploitasi dan tidak mengenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Simone De Beauvoir adalah salah satu tokokh feminis yang menyuarakan kebebasan perempuan akan kedudukan mereka yang berbeda dari laki-laki. kebebasan perempuan haruslah didukung oleh semua pihak dan membuat mereka mampu untuk menjadi dirinya sendiri, mampu untuk memilih dan menentukan sikap Menurut Simone de Beauvoir, perempuan dikonstruksikan oleh laki-laki melalui struktur dan lembaga laki-laki. Karena perempuan tidak memiliki esensi seperti juga laki-laki, jadi perempuan tidak harus menjadi apa yang diinginkan oleh laki-laki. Perempuan dapat menjadi subjek dengan terlibat dalam kegiatan positif dalam masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan semangat Q.S an-Nisa/4: 32 adanya hak bagi laki-laki dan perempuan untuk terlibat di wilayah publik. Menurut de Beauvoir, strategi yang dapat dilakukan perempuan untuk tidak tertindas dari laki-laki, adalah : Pertama, perempuan dapat bekerja. Kedua, perempuan menjadi seorang intelektual. Ketiga, perempuan mampu mandiri. Gagasan ini juga sejalan dengan semangat Q.S at-Taubah/9: 71 bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan derajat  yang sama dalam setiap aspek kehidupan seperti berbuat yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar. Konsep yang digagas de Beauvoir ini disebutnya sebagai post-feminisme. 

Page 2 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2021 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 17, No 3 (2023): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir (Special Issues) Vol 17, No 2 (2023): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 17, No 1 (2023): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 16, No 2 (2022): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 16, No 1 (2022): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 15, No 1 (2021): Available June 2021 Vol 15, No 2 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 15, No 1 (2021): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 14, No 2 (2020): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 14, No 1 (2020): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 13, No 2 (2019): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 13, No 1 (2019): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 12, No 2 (2018): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 12, No 1 (2018): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 11, No 2 (2017): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 11, No 1 (2017): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 10, No 2 (2016): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 10, No 1 (2016): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 9, No 2 (2015): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 9, No 1 (2015): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 8, No 2 (2014): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 8, No 1 (2014): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 7, No 2 (2013): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Vol 7, No 1 (2013): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir More Issue