cover
Contact Name
-
Contact Email
mkn.fhui@ui.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
mkn.fhui@ui.ac.id
Editorial Address
Magister Kenotariatan FHUI Depok
Location
Kota depok,
Jawa barat
INDONESIA
Indonesian Notary
Published by Universitas Indonesia
ISSN : -     EISSN : 26847310     DOI : -
Core Subject : Social,
Indonesian Notary adalah jurnal yang diterbitkan oleh Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam rangka mewadahi karya ilmiah dalam bidang kenotariatan yang berkembang sangat pesat. Diharapkan temuan-temuan baru sebagai hasil kajian ilmiah dapat turut mendukung kemajuan keilmuan dan meningkatkan kebaharuan wawasan bagi profesi Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah ataupun dimanfaatkan oleh khalayak umum. Notary sebagai jurnal ilmiah berskala nasional menerapkan standar mutu publikasi jurnal ilmiah sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan Pendidikan Tinggi (Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi). Untuk menjaga kualitas artikel yang akan diterbitkan Notary, telah ditetapkan sejumlah guru besar ilmu hukum dan para pakar ilmu hukum sebagai dewan redaksi. Selain itu, setiap artikel yang akan diterbitkan dipastikan melalui tahap review sesuai dengan standar yang berlaku pada suatu jurnal ilmiah. Adapun reviewer dipilih dari pakar-pakar ilmu hukum sesuai dengan bidang keilmuan. Sebagai jurnal yang bersifat nasional, Notary menerima kontribusi tulisan secara nasional dengan topik yang berkaitan dengan bidang kenotariatan yang meliputi pertanahan, perjanjian, perkawinan, waris, surat berharga, pasar modal, perusahaan, perbankan, transaksi elektronik, perpajakan, lelang, dan topik lainnya dalam lingkup kajian kenotariatan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 40 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 2 (2020): Notary Journal" : 40 Documents clear
Aspek Hukum Terhadap Pencatatan Perkawinan di Kantor Catatan Sipil Bagi Pasangan yang Salah Satunya Telah Meninggal Dunia (Studi Putusan 1018/Pdt.P/2018/PN.JKT.SEL) Joviony Veronica Honanda
Indonesian Notary Vol 2, No 2 (2020): Notary Journal
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakArtikel ini menguraikan tentang aspek hukum pencatatan perkawinan di kantor catatan sipil bagi pasangan yang salah satunya telah meninggal dunia didasari dengan kasus konkrit berdasarkan putusan pengadilan Nomor 1018/Pdt.P/2018/PN.JKT.SEL. Pencatatan Perkawinan merupakan salah satu syarat sahnya perkawinan khususnya agar suatu perkawinan dapat diakui menurut hukum Negara Republik Indonesia. Proses Pencatatan Perkawinan oleh Pegawai Pencatatan Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. Namun pada tahun 2018 terdapat kasus pencatatan perkawinan bagi pasangan yang salah satunya telah meninggal dunia. Hal ini merupakan suatu permasalahan hukum atas keabsahan dan kekuatan hukum penetapan hakim atas perintah untuk pencatatan perkawinan semacam ini. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan pencatatan perkawinan bagi pasangan yang salah satunya telah meninggal dunia; dan kewenangan serta kekuatan hukum penetapan pengadilan untuk memerintahkan kantor catatan sipil dalam mencatatkan perkawinan ini. Untuk menjawab permasalahan ini digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan analitis. Analisa data dilakukan secara deskriptif analitis. Pembahasan dalam tesis ini menjawab bahwa pencatatan perkawinan di kantor catatan sipil bagi pasangan yang salah satunya telah meninggal dunia adalah dapat dilakukan, walaupun peraturan perundang-undangan tidak mengatur tentang hal ini, serta hakim berwenang untuk mengeluarkan penetapan perintah untuk mencatatkan perkawinan berdasarkan Pasal 36 UU No. 23 Tahun 2006. Namun, dalam memberikan keputusannya hakim perlu melihat keadaan dan telah mempertimbangkan sebaik-baiknya karena pencatatan ini dilakukan tidak sesuai dengan prosedur dalam Pasal 10 hingga Pasal 11 PP No. 9 Tahun 1975 yang mensyaratkan kehadiran kedua mempelai dalam pencatatan perkawinan.Kata Kunci : Perkawinan, Pencatatan Perkawinan, Kantor Catatan Sipil
Akibat Hukum Pembuatan Kesepakatan Pembagian Harta Bersama yang isinya Merugikan Salah Satu Pihak (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1553 K/Pdt/2017) Ellyzabeth Tanaya
Indonesian Notary Vol 2, No 2 (2020): Notary Journal
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakArtikel ini membahas mengenai kelalaian Notaris dalam pembuatan Kesepakatan Pembagian Harta Bersama sebagai sarana untuk membagi harta bersama setelah perceraian. Dalam Putusan Nomor 1553 K/PDT/2017, Notaris memasukan harta bawaan ke dalam Kesepakatan Pembagian Harta Bersama dan mencantumkannya sebagai harta bersama. Hal ini tentunya menimbulkan kerugian bagi pemilik harta bawaan. Permasalahan yang akan dibahas meliputi akibat hukum pembuatan Kesepakatan Pembagian Harta Bersama yang isinya merugikan salah satu pihak dan tanggung jawab Notaris terhadap Kesepakatan yang dibuatnya yang memuat unsur perbuatan melawan hukum. Agar dapat menjawab permasalahan tersebut, Penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian adalah Kesepakatan Pembagian Harta Bersama yang isinya merugikan salah satu pihak menjadi tidak sah dan dibatalkan oleh Majelis Hakim di pengadilan sepanjang mengenai harta bawaan karena tidak memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu kesepakatan karena adanya kekhilafan pada objek sengketa. Tanggung jawab Notaris terhadap perbuatan yang dilakukannya adalah Notaris dapat dikenai sanksi perdata dan sanksi administratif. Sanksi perdata sudah diberikan kepada Notaris yaitu dengan dibatalkannya Kesepakatan oleh Majelis Hakim sedangkan untuk sanksi administratif, pihak yang dirugikan dalam akta diberikan hak untuk melaporkan tindakan Notaris ke Majelis Pengawas. Notaris sebaiknya lebih teliti saat memeriksa bukti-bukti formal agar Notaris dapat dengan mudah mengklasifikasikan status harta. Selain itu, Notaris sebaiknya memberikan jalan keluar berupa pembetulan akta agar masalah dapat diselesaikan tanpa perlu melalui jalur litigasi di pengadilan.Kata Kunci: akibat hukum, Kesepakatan Pembagian Harta Bersama, Notaris
Akta Sewa Menyewa dengan Objek Harta Bersama yang dibuat tanpa persetujuan pasangan (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 1111/K/PDT/2018) Aya Sofia
Indonesian Notary Vol 2, No 2 (2020): Notary Journal
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakHarta benda dalam perkawinan dibagi menjadi dua bagian yaitu harta bersama dan harta pribadi. Harta bersama adalah harta yang diperoleh dalam masa perkawinan tanpa mempermasalahkan siapa yang memperoleh barang tersebut. Apabila terdapat pihak yang ingin melakukan tindakan hukum atas harta bersama tersebut, baik oleh suami maupun istri, maka ia haruslah mendapatkan persetujuan dari pasangannya sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU 1/1974”). Namun, tidak terdapat ketentuan lebih rinci yang mengatur sejauh apa persetujuan pasangan harus disyaratkan. Tidak adanya ketentuan tersebut membuat praktik yang dilakukan oleh notaris ataupun masyarakat pada umumnya terkadang berbeda-beda dalam mengklasifikasikan transaksi yang membutuhkan persetujuan pasangan dan mana yang dianggap tidak perlu membutuhkan persetujuan, khususnya mengena transaksi yang tidak mengakibatkan peralihan kepemilikan atas harta bersama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana akibat akta sewa menyewa terhadap objek yang merupakan harta bersama yang dibuat tanpa persetujuan pasangan, dengan studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1111/K/Pdt/2018. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, dalam melaksanakan ketentuan Pasal 36 UU 1/1974, hakim mensyaratkan adanya persetujuan pasangan bagi suami atau istri yang ingin menyewakan harta bersamanya berupa tanah dan bangunan yang berlokasi di Menteng, Jakarta (“Tanah Menteng”) kepada pihak lain. Persetujuan pasangan ini tetap diperlukan walaupun transaksi tersebut tidak disertai dengan beralihnya kepemilikan harta bersama tersebut. Apabila akta sewa menyewa dibuat tanpa disertai dengan persetujuan pasangan, maka tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 36 ayat (1) UU 1/1974 sehingga akta perjanjian sewa menjadi batal demi hukum.Kata kunci: harta bersama, persetujuan pasangan, akta sewa menyewa
Pembatalan Akta Perjanjian Pinjam Meminjam dan Akta Kuasa Menjual Karena Cacat Hukum (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2828 K/Pdt/2017) Yenny Dwiyani
Indonesian Notary Vol 2, No 2 (2020): Notary Journal
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakArtikel ini membahas mengenai pembatalan akta perjanjian pinjam dan akta kuasa menjual yang dibuat oleh notaris karena cacat hukum (studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2828 K/Pdt/2017). Dimana kehadiran para pihak untuk menghadap notaris didalam pembuatan akta merupakan suatu keharusan untuk saling memberikan kesepakatan agar tidak timbul perselisihan dikemudian hari. Seorang notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan dalam bentuk akta atau tidak. Untuk itu notaris harus memiliki kecermatan dan sikap kehati-hatian didalam menjalankan tugas jabatannya. Pokok permasalahan dalam penulisan artikel ini adalah mengenai keabsahan akta perjanjian pinjam meminjam dan akta kuasa menjual yang dibuat tanpa dihadiri oleh salah satu pihak dan tidak ada surat kuasa. Penulisan Penulisan artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode kepustakaan dan analisis kasus dengan mengumpulkan data sekunder. Analisis kasus dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Agung Tanggal 11 Desember 2017 Nomor 2828 K/Pdt/2017, dimana dalam kasus tersebut akta autentik yang dibuat oleh Notaris dibatalkan oleh Pengadilan karena adanya beberapa cacat hukum dalam proses terbitnya akta tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa akta yang dibuat tanpa dihadiri oleh salah satu pihak dan tidak ada surat kuasa adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.Kata Kunci : Akta Notaris, Pembatalan Akta, Kecermatan.
Tanggung Jawab Notaris atas Penggelapan Titipan Uang Pajak (Analisis Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 663/PID/2017/PT. SBY) Marsica Lestari
Indonesian Notary Vol 2, No 2 (2020): Notary Journal
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Penelitian ini membahas tentang Tanggung Jawab Notaris atas Penggelapan Titipan Uang Pajak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sejauh mana wewenang dan tanggung jawab seorang notaris Untuk Menerima Titipan Uang Pajak Berkaitan Dengan Perbuatan Hukum Yang Dilakukan Notaris Dengan Klien. Mengenai hal ini tidak ada aturan tertulis yang melarang ataupun memperbolehkan notaris menerima titipan uang pajak dari wajib pajak. Tetapi kebiasaan ini tetap ada dalam lingkungan jabatan notaris, sehingga dapat berpotensi menimbulkan suatu tindak pidana berupa penggelapan titipan uang pajak. Seperti yang terjadi pada seorang notaris APW yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan pajak klien. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris, adapun bentuk laporan dari penelitian ini berdasarkan penelitian analisis kualitatif. Analisis dalam penelitian ini didasarkan pada wewenang dan tanggung jawab seorang notaris Untuk Menerima Titipan Uang Pajak Berkaitan Dengan Perbuatan Hukum Yang Dilakukan Notaris Dengan Klien. Dengan adanya penitipan uang pembayaran pajak oleh wajib pajak kepada notaris, maka akan timbul hak dan kewajiban notaris baik dalam bentuk pidana atau perdata. Hasil analisa adalah bahwa perbuatan menerima titipan uang pajak dari wajib pajak bukanlah suatu wewenang dari seorang notaris, sehingga tindakan penggelapan pajak ini harus dipertanggungjawabkan oleh pribadi seorang notaris, bukan notaris dalam menjalankan jabatannya. Tetapi, seorang notaris yang melakukan tindak pidana penggelapan dapat diberikan sanksi oleh pejabat yang berwenang, karena perbuatan ini telah melanggar prinsip kejujuran dan tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seorang notaris. Tanggung jawab seorang notaris dapat berupa tanggung jawab pidana, perdata, administrasi, ataupun secara kode etik. Sehingga dengan adanya pertanggungjawaban tersebut dapat memberikan efek jera bagi notaris yang melakukan tindak pidana penggelapan atau perbuatan melawan hukum lainnya.Kata Kunci : tanggung jawab, notaris, penggelapan pajak
Penyalahgunaan Keadaan Terhadap Pembuatan Akta Perjanjian Penyerahan Jaminan Sebagai Penyelesaian Hutang, Akta Kuasa Untuk Menjual, Dan Akta Perjanjian Pengosongan Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pati Nomor 24/Pdt.G/2019/Pn.Pti Hadi Marendra Muhammad
Indonesian Notary Vol 2, No 2 (2020): Notary Journal
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini membahas mengenai penyalahgunaan keadaan sebagai alasan untuk membatalkan akta Notaris. Dalam hal pembuatan dan penandatanganan akta autentik, Notaris seharusnya selalu mengedepankan keseimbangan hak dan kewajiban serta menjaga kepentingan para pihak yang menghadap Notaris. Hal ini disebabkan tidak adanya keseimbangan hak dan kewajiban serta tidak terjaganya kepentingan para pihak yang menghadap Notaris termasuk kedalam pelanggaran serius dan dapat merugikan salah satu pihak. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan akta perjanjian penyerahan jaminan sebagai penyelesaian hutang, akta kuasa untuk menjual dan akta perjanjian pengosongan yang dibuat karena adanya penyalahgunaan keadaan terhadap penyampingan jaminan Hak Tanggungan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukan akta Notaris yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan sehingga tidak memenuhi aspek materil suatu akta autentik dapat dibatalkan.Kata kunci: Penyalahgunaan Keadaan , Pembatalan Akta
Implikasi Yuridis Perubahan Kebijaksanaan dan Strategi Distribusi Perusaan sebagai salah satu syarat Penunjukan Distributor Baru (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 377 PK/PDT/2019 Juncto Pengadilan Tinggi Banten Nomor 141/Pdt/2017/PT.BTN) Daintywise Daintywise
Indonesian Notary Vol 2, No 2 (2020): Notary Journal
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakTesis ini membahas hubungan distributor sebagai perantara yang membantu prinsipal dalam menyalurkan produk kepada masyarakat. Hubungan ini dinyatakan dalam perjanjian distribusi. Dalam suatu perjanjian distribusi terdapat klausul mengenai penunjukan distributor baru dengan salah satu syaratnya terdapat perubahan kebijaksanaan dan strategi distribusi perusahaan. Pada saat dilaksanakan menyebabkan kerugian kepada distributor lama. Kerugian pada keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh sebagaimana biasanya menjadi batal karena langganan menolak barang dari distributor lama dengan alasan telah menerima barang dari distributor baru. Oleh karenanya, penunjukan distributor baru sebaiknya disetujui oleh distributor lama. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini mengenai klausul perubahan kebijaksanaan dan strategi distribusi perusahaan sebagai salah satu syarat penunjukan distributor baru berkaitan dengan pengaturan tentang perjanjian distributor menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, pelaksanaan perjanjian distributor menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, serta mengenai pertimbangan hakim pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 377 PK/Pdt/2019 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Banten Nomor 141/Pdt/2017/PT.BTN terhadap pelaksanaan perjanjian distributor. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian yang dilakukan secara ekslpanatoris. Analisis didasarkan pada prinsip iktikad baik objektif yang mengutamakan keadilan bagi para pihak dalam perjanjian. Dalam analisa kasus ini diketahui bahwa dalam perjanjian distributor keadilan bagi para pihak belum tergambarkan secara baik. Penulis menyarankan agar dalam membuat perjanjian distributor memperhatikan segi keadilan dari berbagai sudut pertimbangan.Kata kunci: Penunjukan Distributor Baru, Perjanjian Distributor, Prinsip Iktikad Baik
Implikasi Hukum Terhadap Ketidaksesuaian antara Akta Notariil dengan Akta Risalah Rapat Bawah tangan yang Merugikan Pemegang Saham (Studi Kasus Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor 10/PTS/MJ.PWN.PROV.DKIJAKARTA/X/2019) Rizqky Ramadhan Putra
Indonesian Notary Vol 2, No 2 (2020): Notary Journal
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTesis ini secara umum membahas mengenai ketentuan pembuatan akta pernyataan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas oleh Notaris. Pada dasarnya RUPS dapat dilaksanakan dengan atau tanpa kehadiran Notaris. Dalam pelaksanaan RUPS yang tidak dihadiri oleh Notaris, sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, keputusan RUPS tersebut perlu dibuat dalam bentuk akta notaris, yaitu akta pernyataan keputusan rapat yang merupakan tindak lanjut dari risalah rapat bawah tangan atas RUPS tersebut. Namun, pada kenyataannya, akta-akta Notaris banyak yang bermasalah atau dipermasalahkan, salah satunya dapat dilihat dari kasus yang diangkat dalam penelitian ini mengenai Notaris yang dilaporkan atas pembuatan akta pernyataan keputusan rapat yang tidak sesuai dengan risalah rapat bawah tangannya dan dianggap melanggar prinsip-prinsip jabatan Notaris dan kode etik Notaris sebagaimana merujuk pada Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor 10/PTS/MJ.PWN.Prov.DKIJakarta/X/2019. Untuk menjawab dan memaparkan persoalan yang ada, penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, dan bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian hukum yang bertujuan untuk menggambarkan secara lengkap suatu keadaan mengenai pembuatan akta pernyataan keputusan rapat oleh Notaris berdasarkan akta risalah rapat bawah tangan kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip jabatan Notaris dan kode etik Notaris. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa akta tersebut memiliki agenda yang berbeda dengan risalah rapatnya, ketidaksinambungan antara akta pernyataan keputusan rapat dengan risalah rapatnya disebabkan ketidaktelitian Notaris dan menyebabkan adanya asumsi keberpihakan Notaris. Perilaku Notaris tersebut dianggap telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang tentang Jabatan Notaris (UUJN). Atas kelalaiannya dalam menjalankan jabatannya tersebut, maka Notaris tersebut sudah seharusnya mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan ketentuan sanksi sebagaimana diatur dalam UUJN dan Kode Etik Notaris.Kata kunci: Perseroan Terbatas, Rapat Umum Pemegang Saham, risalah rapat, akta pernyataan keputusan rapat, Notaris, Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH).
Legalitas Perjanjian Sewa Menyewa Gudang Secara Lisan dan Status Keberadaan Barang milik Tergugat yang berada di Gudang dalam Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor 2368 K/Pdt/2019 Karina Gani
Indonesian Notary Vol 2, No 2 (2020): Notary Journal
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakTesis ini membahas mengenai perjanjian sewa menyewa gudang yang dilaksanakan secara lisan yang terjadi di Kota Mempawah. Melakukan perjanjian secara lisan merupakan kebiasaan masyarakat di daerah tersebut dikarenakan mereka mengutamakan kepercayaan terhadap sesamanya. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah legalitas dan pembuktian dari perjanjian sewa menyewa gudang yang dilakukan secara lisan, implikasi hukum terhadap status keberadaan barang milik tergugat yang masih berada di gudang meskipun telah melakukan wanprestasi dengan tidak membayar uang sewa, dan perlindungan hukum seperti apa yang dapat diberikan kepada para pihak. Dalam pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding perjanjian lisan tersebut dinyatakan tidak sah dan tidak dapat dibuktikan. Kemudian dalam Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor 2368 K/Pdt/2019, barulah perjanjiian lisan tersebut dinyatakan sah dan tergugat dinyatakan wanprestasi. Bentuk penelitian dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif dengan metode kualitatif serta bersifat eksplanatoris. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perjanjian secara lisan berdasarkan konsep hukum perjanjian yang dianut oleh Indonesia memang sah dan mengikat begitu ada kata sepakat sehingga perjanjian lisan dalam kasus tersebut dapat dikatakan sah. Sedangkan mengenai status keberadaan barang milik tergugat yang masih berada di dalam gudang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Untuk meminimalisir kasus seperti ini terulang, seharusnya perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis agar dapat lebih mudah dibuktikan.Kata kunci: Perjanjian Lisan, Wanprestasi, Perbuatan Melawan Hukum
Perbedaan Penafsiran Isi Perjanjian Sewa Menyewa Oleh Para Pihak yang Mengakibatkan Wanprestasi (Studi Putusan Nomor 51/Pdt/2017/PT.PLK) Emmanisty Atas Asih
Indonesian Notary Vol 2, No 2 (2020): Notary Journal
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakTulisan ini membahas mengenai perbedaan penfsiran isi perjanjian yang diakibatkan ketidakjelasan terkait dasar penetapan tarif sewa menyewa dalam perjanjian sewa menyewa alat berat. Ketidakjelasan tersebut menimbulkan perbedaan perhitungan tarif sewa oleh para pihak, yang pada akhirnya menimbulkan wanprestasi. Kejelasan dan kecermatan dalam merumuskan perjanjian merupakan hal mendasar yang sangat penting untuk meminimalisir perbedaan pernafsiran atas suatu perjanjian agar pemenuhan prestasi oleh para pihak dapat berjalan dengan sempurna. Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 51/PDT/2017/PT.PLK. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis-normatif, yang diperkuat dengan wawancara terkait praktik penyelenggaraan perjanjian sewa menyewa alat berat khususnya dasar penetapan dan perhitungan tarif sewa, dengan tipe penelitian preskriptif untuk memberikan saran atas permasalahan yang ada. Hasil penelitian adalah bahwa tarif sewa menyewa alat berat lazim dan biasanya menggunakan tarif minimal dalam satuan jam per bulan berdasarkan pemakaian alat berat yang dicatat berdasarkan Hour Meter (pencatat mekanis) pada alat berat. Kebiasaan tersebut dapat dikategorikan sebagai prilaku yang berulang-ulang dan lazim dilakukan dalam suatu kelompok masyarakat yang penting untuk diperhatikan oleh Hakim dalam memutus suatu perkara yang tidak ada aturannya dalam peraturan tertulis, khususnya apabila terjadi perbedaan penafsiran para pihak dalam melaksanakan perjanjian. Hal tersebut dapat membantu mewujudkan terpenuhinya kepatutan dan keadilan yang obyektif di tengah-tengah masyarakat.Kata kunci: Penafsiran, perjanjian sewa menyewa, alat berat

Page 4 of 4 | Total Record : 40