cover
Contact Name
Uswatun Hasanah
Contact Email
uswatun.hasanah@trunojoyo.ac.id
Phone
+6285331987888
Journal Mail Official
journal.rechtidee@trunojoyo.ac.id
Editorial Address
Faculty of Law, University of Trunojoyo Madura, Indonesia Jl. Raya Telang - Kamal, Bangkalan.
Location
Kab. pamekasan,
Jawa timur
INDONESIA
RechtIdee
ISSN : 19075790     EISSN : 2502762X     DOI : -
Core Subject : Social,
RechtIdee is published twice a year in June and December containing articles result of thought and researchs in law. This journal encompasses original research articles, review articles, and short communications, including: Private Law Penal Law State and Administrative Law International Law Islamic Law Customary Law Law and Human Rights Criminology Victimology Business Law Intellectual Property Rights Law Environmental Law Labor Law E-Commerce Law Banking and Financial Institution Law Competition Law Bancruptcy Law Syariah Economic Law Procedural Law Any article related of law
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 13, No 1 (2018): June" : 7 Documents clear
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF MORALITAS Rosalia Dika Agustanti
RechtIdee Vol 13, No 1 (2018): June
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v13i1.3775

Abstract

Darurat tindak pidana perkosaan menjadi perhatian bahwa harus dicari penyebab seseorang melakukan tindak pidana perkosaan. Terjadinya tindak pidana perkosaan di tengah masyarakat mengidentifikasikan, bahwa korban demi korban terus berjatuhan dengan kerugian dan penderitaan yang sangat besar, maka bagaimana bentuk pertanggungjawaban  pidana pelaku tindak pidana perkosaan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk menguji penerapan kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani dan pendekatan konseptual (conseptual approach), pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Supaya orang bermoral baik, suatu perbuatan manusia harus sesuai dengan norma moralitas dalam tiga hal yaitu menurut hakikatnya, motifnya dan keadaannya. Ketidaksesuaian terhadap salah satu dari ketiganya menyebabkan perbuatan moral salah. Hal ini menjadi penyebab tindak pidana perkosaan di masyarakat semakin sering tejadi. Mengenai pertanggungjawaban pelaku tindak pidana perkosaan, supaya dapat dipidana, maka pelakunya haruslah memenuhi unsur-unsur sebagaimana dalam Pasal 285 KUHP. Jika salah satu dari kehendak atau maksud dan pengetahuan terdakwa tidak dapat dibuktikan, maka tidak ada alasan bagi penuntut umum untuk menyatakan terdakwa terbukti mempunyai kesengajaan dalam melakukan tindak pidana perkosaan, dan Hakim akan memberi putusan bebas dari tuntutan hukum bagi terdakwa. Dari sekian banyak penyebab terjadinya tindak pidana perkosaan, kesemuanya terjadi karena lingkungan seseorang tinggal, beradaptasi bahkan berkembang. Perkembangan seseorang menunjukkan kualitas atas dirinya, hal yang sangat mempengaruhi ialah moralitas seseorang.
DASAR PEMBAGIAN KEWENANGAN NOTARIS DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM BIDANG PERTANAHAN I Wayan Eka Darma Putra
RechtIdee Vol 13, No 1 (2018): June
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v13i1.2873

Abstract

This study aims to analyze the basis for authority division of notary and Official Certifer of Title Deed in land sector and to examine whether Article 15 Paragraph 2 letter (f) of Law Number 2 year 2014 concerning notary is contrary to Article 2 of Government Regulation Number 37 year 1998 on the rule of position for Official Certifer of Title Deed. This research is legal research normative by design with statute and historical approaches employed. The legal materials obtained were analized and assessed to reveal the correlation between them. The findings of the study show that the authority of the notary comes from Notary Regulation (Stb. 1860 : 3) and the authority of the Official Certifer of Title Deed is generated from Government Regulation number 37 year 1998 on the rule of position for Official Certifer of Title Deed. Article 15 paragraph (2) letter (f) about notary position does not contradict Article 2 of Government Regulation number 37 year 1998 because the land deed such as lease deed, sale and purchase agreement, deed of land right release, the authority to sell, statement of inheritance, will, and deed of grant of mortgage is the authority of the notary and not the Official Certifer of Title Deed.
IMPLEMENTASI PRINSIP KEHATI-HATIAN MELALUI KEWAJIBAN PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERKREDITAN ATAU PEMBIAYAAN BANK Lastuti Abubakar
RechtIdee Vol 13, No 1 (2018): June
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v13i1.4032

Abstract

Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediary, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, khususnya dalam menyalurkan dana melalui pemberian kredit atau pembiayaan untuk memastikan bahwa debitur atau nasabah memiliki itikad dan kemampuan untuk membayar sesuai kesepakatan.Analisa dalam pemberian kredit atau pembiayaan, manajemen risiko dan kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan merupakan implementasi prinsip kehati-hatian Bank. Urgensi penerapan prinsip kehati-hatian ini terlihat dalam ketentuan yang mewajibkan Bank untuk memiliki dan menerapkan Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan Bank (KPB) sebagai pedoman bagi bank dalam melaksanakan perkreditan atau pembiayaan sebagaimana diatur dalam POJK No. 42/POJK.03/2017 Tentang Kewajiban Penyusunan  dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Atau Pembiayaan. Permasalahan yang akan dikaji adalah bagaimana implementasi KPB, ruang lingkup KPB serta akibat hukum tidak dilaksanakannya KPB oleh Bank dalam rangka menciptakan perkreditan atau pembiayaan yang sehat. Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan merupakan sarana bagi Bank untuk menciptakan perkreditan atau pembiayaan yang sehat. Sebagai bagian dari ketentuan yang berlaku bagi Bank, maka ketidakpatuhan Bank terhadap KPB berarti pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian sebagaimana diatur dalam Pasal 2, 8 dan 29 Ayat (2) UU Perbankan dan Pasal 23, 35 Ayat (1) dan 36 UU Perbankan Syariah. Berdasarkan Pasal 49 Ayat (2b) UU Perbankan dan Pasal 66 Ayat (1.d) pelanggaran prinsip kehati-hatian Bank merupakan tindak pidana perbankan. Kata kunci : : prinsip kehati-hatian bank, kebijakan perkreditan /pembiayaan bank, perkreditan/pembiayaan yang sehat.
INKONSISTENSI PENGATURAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI Muhamad Soni Wijaya
RechtIdee Vol 13, No 1 (2018): June
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v13i1.4033

Abstract

Sebagian besar masyarakat masih kurang memahami adanya tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. Hal ini disebabkan karakteristik tindak pidana korporasi ini adalah sangat kompleks. Hal tersebut dapat dipahami karena dalam KUHP sebagai induk hukum pidana materiil tidak mengatur korporasi sebagai subyek hukum pidana di Indonesia kedudukan korporasi sebagai subjek hukum pidana saat ini secara khusus baru diakui dalam Undang-undang yang mengatur tindak pidana di luar KUHP. Hal ini dikarenakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia masih menganut pandangan  societasdelinquere non potestsehingga belum mengakomodir kedudukan korporasi sebagai subjek hukum pidana. Proses modernisasi dan pembangunan ekonomi, menunjukkan bahwa korporasi memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Namun demikian, tidak jarang korporasi dalam mencapai tujuannya, melakukan aktivitas-aktivitas yang menyimpang atau yang bertentangan dengan hukum pidana dengan modus operandi yang dilakukan. Oleh karena itu, kedudukan korporasi sebagai subyek hukum (keperdataan) telah bergeser menjadi tindak pidana, disamping tindak pidana manusia alamiah (natuurlijk Persoon). Hal ini berarti bahwa doktrin societasdelinquere non potestmulai ditinggalkan
CORPORATE SENTENCING IN A FORESTRY LAW BASED ON LEGAL PROTECTION AGAINST VICTIMS RM. Armaya Mangkunegara
RechtIdee Vol 13, No 1 (2018): June
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v13i1.3954

Abstract

Corporate sentencing in a forestry law does not provide a model of settlement that accommodates the principle of corporate sentencing based on legal protection against the victim, thus requiring an academic breakthrough in the formulation of future legal provisions. The legal issue in this research is the concept of corporate sentencing in a forestry law based on legal protection against the victim. This research used statutary approach and conceptual approach. Legal protection of corporate forestry crime victims is a principle that needs to be prioritized. The legal protection of the victim is done in the form of reforestation of the principles of restorative justice, the principle of in dubio pro natura and the penalty of criminal type of restoration of forest condition.
PELATIHAN KERJA SEBAGAI SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM Eka Rose Indrawati
RechtIdee Vol 13, No 1 (2018): June
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v13i1.3500

Abstract

Bahwa bentuk tindak pidana yang dapat dikenakan pidana pelatihan kerja sebagai sanksi pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yaitu balapan dijalanan, perilaku ugal-ugalan, berandal, urakan yang mengacaukan ketentraman hingga perkelahian antar geng yang kadang membawa korban jiwa. Sedangkan bentuk pelatihan kerja sebagai sanksi pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dapat berupa pembinaan umum maupun pelatihan keterampilan meliputi kursus perbengkelan dan pembinaan generasi muda lainnya.
IMPLIKASI YURIDIS KETENTUAN PASAL 9 huruf (d) dan huruf (e) UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2016 TERHADAP INVENSI MAKHLUK HIDUP YANG DIKOMERSIALISASIKAN DI INDONESIA Fajar Athoillah Sudaryanto
RechtIdee Vol 13, No 1 (2018): June
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v13i1.3633

Abstract

Dalam hal pengaturan Kekayaan Intelektual Internasional telah diselenggarakan berbagai macam perjanjian serta perundingan internasional, yang kemudian diterapkan dalam pengaturan nasional setiap negara anggotanya. Dalam hal penerapan perjanjian internasional khususnya dalam TRIPs Agreement timbul berbagai macam masalah bagi negara anggotanya, terutama dalam hal pembatasan terhadap invensi yang dapat dipatenkan. Hal tersebut timbul karena adanya perbedaan kepentingan antar negara peserta. Disuatu sisi negara membutuhkan ketentuan yang sangat mengikat, sedangkan disisi lain negara berkembang dan terbelakang membutuhkan alih teknologi untuk pengembangan negaranya. Penelitian dalam penyusunan Jurnal  ini merupakan suatu studi normatif  atas Kekayaan Intelektual khususnya dalam rezim Paten dalam penyelenggaraan lalu lintas perdagangan global. Selain masalah perbedaan dalam hal pembatasan terhadap invensi yang dapat dipatenkan, hal yang menarik dalam pembahasan penelitian ini adalah mengenai dampak yang diakibatkan oleh perbedaan pembatasan invensi, dalam kaitannya dengan importasi produk ke dalam Indonesia. Sehingga membutuhkan beberapa sumber hukum, diantaranya adalah perjanjian-perjanjian perdagangan dunia termasuk (World Trade Organization) WTO. Oleh karena itu, Undang Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten sebagai ketentuan dasar mengenai regulasi paten di Indonesia seharusnya ditentukan secara jelas mengenai kepentingan Nasional sebagai suatu tujuan dan cita-cita Nasional.

Page 1 of 1 | Total Record : 7