cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Paradigma
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 30 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 2 (2020)" : 30 Documents clear
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
KONSTRUKSI MASYARAKAT DESA PENATARSEWU TENTANG PEMBEBASAN LAHAN SALSA NOVINAYAH, FADILAH; LEGOWO, MARTINUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembebasan lahan yang dilakukan di Desa Penatarsewu bertujuan untuk membangun jalan akses menuju situs pengeboran milik PT. Lapindo Brantas. Pembebasan lahan dilakukan mulai dari tahun 2004-2020(sekarang). Pembebasan lahan menargetkan lahan pertanian sebagai tempat pembangunan jalan. Sementara di sisi lain mayoritas masyarakat Desa Penatarsewu bekerja sebagai seorang petani. Adanya lahan pertanian yang masuk dalam proses pembebasan lahan tentunya mempengaruhi kehidupan masyarakat petani, khususnya kepada petani pemilik lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi masyatakat Desa Penatarsewu dalam melihat fenomena pembebasan lahan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Lokasi penelitian si Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga asli Desa Penatarsewu yang memiliki lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat setuju akan adanya pembebasan lahan apabila mengikuti beberapa ketentuan. Pertama, pembebasan lahan harus memberikan ganti rugi minimal tiga kali lipat dari harga normal, pembebasan lahan tidak boleh menutup aliran sungai yang dimiliki oleh masyarakat, perangkat desa sebagai mediator proses pembebasan lahan harus menjalankan proses ini secara transparan, tidak ada lagi makelar tanah yang mengambil keuntungan dari masyarakat pemilik lahan. Pembebasan lahan ini dipilih masyarakat dengan melakukan beberapa pertimbangan. Pertama, masyarakat harus membebaskan lahan karena tidak menginginkan akses pengeboran melewati jalan desa, Pembebasan lahan dianggap dapat membantu penyelesaian pembagian hak waris beberapa masyarakat, Uang ganti rugi pembebasan lahan dianggap dapat digunakan untuk membeli lahan yang lebih luas daripada yang masyarakat miliki sebelumnya.
RASIONALITAS PELAKSANAAN “INTERNSHIP PROGRAM” PADA SEKOLAH BERBASIS AGAMA CHOIRUL ALVIN NISYAM, MUHAMMAD; MACHFUD FAUZI, AGUS
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

SMP Islam Manbaul Ulum memiliki program sekolah yang menarik untuk tingkat sekolah menengah pertama. Program tersebut adalah Internship Program, program yang mendatangkan mahasiswa atau mahasiswi bahkan bisa seorang aktifis dari luar negeri untuk bisa magang disekolah. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menjelaskan mengenai rasionalitas Internship Program dan pelaksanaannya pada sekolah berbasis agama. Peneliti menggunakan teori rasionalitas yang dikemukakan oleh Max Weber sebagai dasar analisis data. Penelitian ini hanya menggunakan 2 tipe rasionalitas, yakni rasionalitas instrumental dan rasionalitas nilai/tujuan. Hal tersebut dikarenakan karena temuan data yang ditemukan oleh peneliti dalam proses penelitian hanya mengarah pada tipe rasionalitas instrumental dan rasionalitas nilai/tujuan. Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan verstehen. Penggunaan pendekatan tersebut memiliki tujuan yakni agar kedekatan antara informan dengan peneliti bisa terjalin dengan baik, sehingga bisa memperoleh data terperinci sesuai dengan fenomena. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Internship Program memberikan dampak positif bagi seluruh warga sekolah dalam menumbuhkan atmosfer berbahasa Inggris. Kata Kunci: Internship Program, Max Weber, Bahasa Inggris
MOTIF ORANG TUA SEVERE DISABILITIES DALAM PRAKTIK SEKOLAH INKLUSI NAWANGSARI, TRI; WAHYUDI, ARI
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Orang tua merupakan anggota keluarga yang paling dekat dengan anak. Kehidupan anak disabilitas berat tidak lepas dari bantuan orang tua sebagai keluarga. Pendidikan merupakan hak setiap warga negara tanpa melihat suku, ras, agama dan kondisi intelektual. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan motif yang melatarbelakangi tindakan orang tua dalam mengambil keputusan pendidikan anak disabilitas berat. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan metode fenomenologi Alfred Schutz. Motif yang ditawarkan oleh Alfred yakni; because of motive dan in order to motive. Setiap manusia dalam melakukan tindakan pasti memiliki motif dan tidak semerta-merta dilakukan oleh aktor. Hasil penelitian ini adalah terdapat motif orang tua disabilitas berat yang tetap memilih sekolah inklusi. Motif karena yang dilakukan orang tua yakni; 1) kondisi ekonomi dengan mempertimbangkan sekolah negeri yang ditanggung oleh pemerintah. 2) motif keyakinan orang tua melihat bakat anak dapat ditemukan di sekolah yang beragam. 3) motif kewajiban dengan hanya berusaha memenuhi tanggungjawab sebagai orang tua. Motif tujuan yang dicapai orang tua disabilitas berat. 1) anak mandiri dimasa depan dapat mengurus diri sendiri. 2) anak bahagia menjalani kehidupan bersama orang tua. 3) mendapat ganjaran baik dengan telah menjalankan kewajiban orang tua pada anaknya (surga). Kata Kunci: Motif, Disabilitas, Orang Tua, Inklusi.
DISKURSUS DALAM NASIONALISME GUSDURIAN SURABAYA ADAM AFLANDO, TONNY; JACKY, M.
Paradigma Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Paradigma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Studi ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi wacana nasionalisme yang dibangun oleh Gusdurian Surabaya. Peneliti mendeskripsikan wacana pokok nasionalisme yang dibangun oleh Gusdurian melalui pengumpulan data studi dokumen dan wawancara subjek sebagai tambahan data statement lisan. Pengumpulan data dilakukan peneliti melalui membaca arsip-arsip data yang mengandung statement dari Gusdurian. Data didapat melalui literatur, berita, atau referensi terkait baik cetak ataupun internet. Wawancara dilakukan sebagai langkah peneliti dalam melakukan pengamatan statement lisan dan pengamatan terhadap praktik yang dilakukan oleh subjek penelitian. Pendekatan teori yang digunakan melalui teori diskursus Michel Foucault. Hasilnya, peneliti menemukan wacana ?keberagaman?, ?kemanusiaan?, dan, ?kesetaraan?. Wacana didapat melalui statement yang dibangun Gus Dur kemudian didukung oleh Gusdurian melalui praktik-praktiknya di masyarakat. Mulai dari kegiatan keagamaan seperti halal bi halal, statement keberagaman adalah given, hingga pada membangun kedekatan dan memberikan dukungan kepada kaum tertindas. Peneliti menyimpulkan bahwa nasionalisme Gusdurian adalah nasionalisme kultural. Nasionalisme yang berangkat dari praktik keberagaman dan budaya. Kata Kunci: Wacana, Gusdurian, Nasionalisme, Keberagaman

Page 1 of 3 | Total Record : 30