cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
JOGED
ISSN : 18583989     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
JOGED merangkai beberapa topik kesenian yang terkait dengan fenomena, gagasan konsepsi perancangan karya seni maupun kajian. Joged merupakan media komunikasi, informasi, dan sosialisasi antar insan seni perguruan tinggi ke masyarakat luas.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 1 (2017): APRIL 2017" : 9 Documents clear
Tari Agirang: Usaha Mengubah Persepsi Masyarakat Bali Terhadap Joged Bumbung Putu Merina Rahayu
Joged Vol 8, No 1 (2017): APRIL 2017
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.241 KB) | DOI: 10.24821/joged.v8i1.1675

Abstract

Agirang merupakan garapan tari kreasi baru yang terinspirasi dari tari Joged Bumbung.. Tari Joged Bumbung merupakan kesenian rakyat populer di Bali yang biasanya dipentaskan pada musim sehabis panen, hari-hari raya, serta hari-hari penting lainnya, dan masih mengandung nilai-nilai moral yang mengangkat tema sosial dalam pengkemasannyaTujuan diciptakannya karya tari ini yaitu agar dapat mengubah persepsi masyarakat Bali terhadap tari Joged Bumbung yang berkembang saat ini. Joged Bumbung diharapkan tetap memiliki nilai-nilai budaya tinggi yang berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat lokal maupun wisatawan
Ritus Barong I Gede Radiana Putra
Joged Vol 8, No 1 (2017): APRIL 2017
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (140.358 KB) | DOI: 10.24821/joged.v8i1.1671

Abstract

"Ritus Barong”, adalah judul yang dipilih untuk garapan tari ini. Karya ini menggambarkan tentang tahapan sakral Barong Ket yang ada di desa Singapadu, Kabupaten Gianyar, Bali. Tahapan tersebut berupa tahap ngetus (melepas bagian barong), tahap ngatep (memasang kembali bagian tersebut), dan tahap nyambleh (menyucikannya kembali). Prosesi ini sangat sakral bagi masyarakat Singapadu. Singapadu terkenal dengan kesenian dan tradisi budaya barongnya. Barong yang disakralkan sudah menjadi kebanggaan budaya Singapadu.Barong menjadi inspirasi untuk menciptakan sebuah karya tari, berawal dari kesenangan penata menari dan mengikuti kunjungan spiritual Barong Ket Singapadu. Barong identik dengan suara-suara gongseng yang menambah kesan sakral dan magis. Pengolahan gongseng tersebut sebagai pendukung musikalitas karya tari yang banyak memainkan musik-musik internal, dari tubuh penari itu sendiri. Gongseng merupakan salah satu bagian terpenting dari barong. Oleh karena itu, penggunaan properti gongseng dengan rasa musikalitasnya digarap sebagai studi gerak kaki.Karya tari “Ritus Barong” merupakan koreografi garap kelompok dengan sepuluh penari laki-laki. Tujuh orang laki-laki sebagai penari inti, pada saat tertentu menggambarkan kebersamaan warga masyarakat Singapadu, dua orang penari sebagai penari barong dan seorang penari rangda. Melalui karya ini diharapkan muncul regenerasi penari barong setidaknya penari menguasai unsur-unsur gerak tari Barong.
Dingin Ahmad Susantri
Joged Vol 8, No 1 (2017): APRIL 2017
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.684 KB) | DOI: 10.24821/joged.v8i1.1667

Abstract

Karya tari “Dingin” merupakan sebuah karya yang terinspirasi dari pengalaman empiris di kampung halaman. Karya ini mempresentasikan peristiwa-peristiwa suka dan duka saat berada di kota Liwa, yang pada akhirnya mengarahkan pada satu pilihan untuk kembali pulang.Peristiwa-peristiwa tersebut menjadi sebuah ingatan yang tidak terlupakan. Kebersamaan yang mengembirakan, kesendirian, hidup di keluarga yang ‘kaku’, dan suasana dingin kota Liwa yang membuat nyaman, adalah beberapa peristiwa yang meninspirasi. Berdasarkan interpretasi terhadap peristiwa-peristiwa yang dialami, dingin dalam karya ini dimaknai sebagai dingin yang dirasakan tubuh sebagai dingin yang menyenangkan, dan ‘dingin hati’ sebagai ungkapan perasaan menyedihkan.Karya tari ini digarap dengan tipe tari studi dan dramatik, ditarikan oleh tiga penari putra, menggunakan setting panggung berupa vinyl berwarna putih yang akan menutup sebagian lantai stage, dan menampilkan multimedia yang menjadi bagian dari pertunjukan karya ini. Bentuk penyajian musik karya ini adalah Musik Instrument Digital Intervace (MIDI). Karya ini diharapkan memberikan manfaat untuk dapat bersikap menghargai masa lalu dan tetap optimis menjalani masa depan.
Eksistensi Kesenian Jepin Di Dusun Bandungan Desa Darmayasa Kecamatan Pejawaran Kabupaten Banjarnegara Ika Prawita Herawati
Joged Vol 8, No 1 (2017): APRIL 2017
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.805 KB) | DOI: 10.24821/joged.v8i1.1672

Abstract

Kesenian Jepin merupakan salah satu kesenian rakyat yang masih bertahan hingga sekarang di dusun Bandungan. Eksistensi kesenian tersebut di dusun Bandungan desa Darmayasa disajikan dalam berbagai acara yaitu acara dusun seperti pesta nadar, dan acara hajatan seperti khitanan, dan pernikahan. Selain itu, keseniaan Jepin juga disajikan dalam acara peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia dan penyambutan tamu.Kesenian Jepin sampai sekarang masih eksis dalam masyarakat dusun Bandungan terbukti dari banyaknya penonton dan frekuensi pertunjukan atau banyaknya tawaran pentas. Kesenian ini memiliki fungsi yang penting yaitu sebagai hiburan. Sejak awal terbentuknya hingga sekarang, kesenian ini telah mengalami perkembangan baik dari gerak dan penambahan alat musik. Hal tersebut merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan keberadaan kesenian Jepin agar dapat bertahan, tetap eksis dan diminati oleh masyarakat.Masyarakat dusun Bandungan merasa bahwa mereka membutuhkan kesenian Jepin sebagai hiburan dan sebagai bagian dari budaya yang patut dibanggakan. Kesenian Jepin dapat bertahan sampai sekarang menunjukan bahwa kesenian ini mempunyai kedudukan dalam masyarakat dusun Bandungan. Tanggapan yang baik dari masyarakat ditunjukkan pula dengan semakin menyebar luasnya kesenian Jepin di berbagai daerah di kecamatan Pejawaran dan sekitarnya.Kesenian Jepin tetap bertahan dan diminati oleh masyarakat serta eksis juga karena kesenian ini sejalan dengan adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat dusun Bandungan.
After Dark Annisa Zahara
Joged Vol 8, No 1 (2017): APRIL 2017
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (398.172 KB) | DOI: 10.24821/joged.v8i1.1668

Abstract

After Dark adalah karya tari yang di ciptakan berdasarkan dari pengalaman empirik penata. Ide ini muncul berdasarkan fenomena yang terjadi yaitu selain sebagai mahasiswi, penata juga berprofesi sebagai penari klub malam. Penari klub malam adalah para wanita yang berprofesi sebagai dancer atau penari di klub malam dengan kostum atau pakaian yang lebih terbuka. Para pelaku profesi ini kebanyakan adalah para pendatang dari luar daerah Yogyakarta yang pada awalnya berniat untuk melanjutkan pendidikan.Fenomena ini menarik bagi penata dan menjadi masalah yang kemudian diangkat menjadi sebuah karya tari. Berpijak pada pengalaman penata terhadap profesi ini dan juga lingkungan penata sebagai seorang mahasiswi jurusan tari. Penata merasa menjadi seorang penari klub malam bukanlah hanya sekedar menari dan menghibur tetapi ada hal lain yang tidak terungkap dan tidak diketahui oleh banyak orang. Gejolak terdalam di hati seorang perempuan, perasaan yang disembunyikan di balik tuntutan pekerjaan yang baginya bukanlah sebuah keinginan. Perasaan kecewa, khawatir, sedih, dan selanjutnya, munculah gagasan untuk mengangkat fenomena ini ke dalam sebuah karya tari, misteri apa yang terjadi di balik fenomena ini. Mengapa fenomena ini begitu marak terjadi di kalangan mahasiswi? After Dark yang bila diartikan adalah “Setelah Gelap”, yang dimaksud adalah waktu yang berlangsung ketika menjalani rutinitas sebagai penari klub malam dan harapan untuk menjadi lebih baik seperti yang diyakini oleh penata bahwa setelah gelap akan selalu ada kebaikan.Karya ini memunculkan unsur dramatik tentang gejolak perasaan wanita yang berprofesi sebagai penari klub malam. Gejolak perasaan yang dihadirkan dalam karya ini adalah segala perasaan yang muncul yang dibagi dalam 3 bagian yaitu : kebahagiaan, kesedihan, perasaan tertekan serta kekalutan karena imaji yang beredar di masyarakat bahwa seorang penari klub malam sebagai hal yang negatif. Karya ini dikemas menarik dalam koreografi kelompok dengan jumlah penari lima orang penari putri.
Nyai Dasima Novianti Novianti
Joged Vol 8, No 1 (2017): APRIL 2017
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (512.883 KB) | DOI: 10.24821/joged.v8i1.1673

Abstract

Karya tari “Nyai Dasima” terinspirasi dari ketertarikan penata untuk membuat karya tari bernuansa Betawi dengan bekal pengetahuan tentang tari Betawi yang pernah dipelajari penata. Selain itu juga karena ketertarikan penata terhadap salah satu cerita rakyat yang sudah melegenda di Jakarta tentang tokoh Nyai Dasima yang ditulis oleh S.M Ardan dalam bukunya berjudul “Nyai Dasima”.Ketertarikan tersebut menjadi dorongan bagi penata untuk mewujudkan cerita Nyai Dasima yang ditulis oleh S.M Ardan untuk diwujudkan dalam bentuk karya seni pertunjukan khususnya karya tari. Karya tari ini memvisualisasikan sosok Nyai Dasima dan cerita cinta segitiga yang membawa petaka bagi dirinya.Karya tari ini diciptakan dalam koreografi kelompok dengan 13 penari yang terdiri dari empat penari wanita dan sembilan penari laki-laki. Karya tari ini dipentaskan di dalam ruang pertunjukan proscenium stage dengan setting yang mendukung karya ini. Jenis musik yang digunakan untuk mendukung karya tari ini adalah live music. Lewat karya ini penata ingin menyampaikan bahwa tidak selalu sebutan “Nyai” memiliki konotasi negatif khususnya dalam cerita Nyai Dasima.
Nyerok Nanggok Ayudha Luthfiyanti
Joged Vol 8, No 1 (2017): APRIL 2017
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.502 KB) | DOI: 10.24821/joged.v8i1.1669

Abstract

Koreografi Nyerok Nanggok merupakan bentuk pengulangan dari ekspresi masyarakat Desa Kemiri (sebuah desa yang masih termasuk dalam kawasan wilayah Kabupaten Belitung) pada saat menangkap ikan di musim kemarau panjang dengan menggunakan properti. Koreografi ini kemudian disusun dalam bentuk komposisi kelompok besar (Large Group Compotition) dan termasuk ke dalam tipe tari studi dramatik. Tema karya tari ini ialah tentang rasa kebersamaan, semangat, dan gotong-royong warga desa pada saat menangkap ikan. Untuk memperkuat adegan-adegan yang ditampilkan maka terdapat properti yang digunakan dan memang ada hubungannya dengan karya, properti tersebut dibagi menjadi 3, yaitu tanggok, dulang, dan tudung saji. Karya tari “Nyerok Nanggok” ini mempunyai 5 bagian, bagian introduksi merupakan rangkuman dari semua adegan, pada bagian ini semua properti ditampilkan di atas panggung. Adegan 1 merupakan bagian musim kemarau panjang, dilanjut dengan bagian 2 yang mengekspresikan masyarakat desa Kemiri pada saat mengadakan ritual dan do’a bersama sebelum masuk ke dalam sungai atau rawa. Pada bagian 3 menggambarkan seekor ikan yang dilakukan oleh salah satu penari yang sedang diburu oleh beberapa penangkap ikan dengan menggunakan “tanggok”. Bagian ending dari karya ini ialah tentang rasa kegembiraan dan rasa syukur terhadap permohonan yang telah dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.Proses penggarapan koreografi ini dicapai melalui beberapa tahapan seperti menyampaikan topik kepada para penari sekaligus sebagai rangsangan yang berlanjut pada proses kreatif pencarian gerak seperti eksplorasi dan improvisasi. Penata juga merangsang para penari melalui properti serta musik untuk memicu daya imajinasi dan kreativitas para penari. Perwujudan musik yang digunakan sebagai pengiring dari koreografi ini ialah musik etnik (musik tradisional) yang membantu mengkespresikan suasana serta membuat dramatik dalam karya tari ini.
Cinte Yin Galema Renny Destiani
Joged Vol 8, No 1 (2017): APRIL 2017
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (360.02 KB) | DOI: 10.24821/joged.v8i1.1674

Abstract

Karya tari yang berjudul Cinte Yin Galema diambil dari nama seorang tokoh yang sangat berpengaruh di kerajaan Balok pulau Belitung dan merupakan seorang putri keturunan Tiongkok berparas cantik dan berjiwa kesatria. Yin Galema menceritakan sosok putri Cina yang akrab dengan kebudayaan Melayu seperti cara berpakaian dan bersikap sopan santun di dalam kerajaan Melayu Belitung. Seorang putri ini memilik hasrat dan keinginan yang luar biasa untuk menjaga janji suci pernikahannya dengan suami yang bukan berasal dari golongan manusia, suami yang dimiliki oleh Yin Galema merupakan makhluk bunian yang berarti makhluk keturunan bangsa jin yang memiliki kekuasaan di Pulau Belitung. Karya ini memunculkan sosok laki-laki bunian, dalam hal ini penata menyimbolkan sesuatu yang berbeda alam dengan memunculkan sosok bunian di bagian belakang panggung seperti hanya bayangan sesosok laki-laki yang tidak terlihat.Kehidupan cinta Yin Galema yang sangat indah walaupun berbeda alam namun bisa saling menyentuh berkat pertolongan Raja pertama kerajaan Balok, dengan kekuatan supranatural yang digunakannya dalam bentuk sebuah gelang sakti dan dapat membuat Yin Galema masuk ke dalam dunia makhluk bunian, kehidupan cinta Yin Galema dibangun dengan sangat sempurna, tanpa ada satu orangpun yang mengetahuinya kecuali Raja pertama kerajaan Balok. Yin Galema yang dikenal dengan paras cantiknya membuat semua lelaki yang ada di kerajaan Balok jatuh cinta dan tergila-gila dengan wajah indahnya termasuk lelaki yang menjadi pewaris tahta kerajaan Balok yaitu pangeran Ki Agus Mending atau biasa disebut dengan julukan K.A Mending. Besarnya keinginan pangeran K.A Mending untuk memiliki Yin Galema yang membuatnya mendapatkan tubuh Yin Galema. Hal ini memunculkan terjadinya suatu pengkhianatan yang diketahui oleh makhluk bunian, sehingga menjadikan hubungan percintaan Yin Galema menjadi suram dan menakutkan akibat dari sebuah kutukan bunian.Karya tari ini digarap dengan tipe tari dramatik dan tipe tari studi, dengan adanya alur yang dibuat saling berhubungan atau saling terkait. Penata mengembangkan studi gerak pada tari campak (salah satu kesenian tradisional masyarakat kerajaan Balok) dengan mengambil motif becampak (gerakan mengayun kedua kaki dan tangan secara bergantian). Karya ini memunculkan sosok laki-laki yang menjadi Bunian, dalam hal ini penata menyimbolkan sesuatu yang berbeda alam dengan memunculkan sosok bunian di bagian belakang panggung seperti hanya bayangan saja dan penari perempuan maupun laki-laki lainnya melakukan gerak dengan mengexplor ke tiga karakter tersebut.
Tumurune Hapsari Fetri Ana Rachmawati
Joged Vol 8, No 1 (2017): APRIL 2017
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.947 KB) | DOI: 10.24821/joged.v8i1.1670

Abstract

Kesenian Sintren merupakan kesenian yang hadir di wilayah pantai utara salah satunya terdapat di Kabupaten Indramayu kecamatan Haurgeulis. Terciptanya kesenian Sintren dari cerita percintaan antara Sulasih dan Raden Sulandono.Karya ini diberi judul Tumurune Hapsari, Rangsang awal dalam karya ini yakni rangsang ide kemudian rangsang kinestetik. Tema yang dipilih dalam karya ini yakni koreografi tari yang bersumber dari sikap “Ikhlas” penari sintren yang bernama Ade Nuriya ketika menari. Makna “Ikhlas” dalam penafsiran penata diartikan bahwa tubuh yang bergerak secara kinestetis tanpa ada pemaksaan, mengalir dengan lembut, juga bergerak secara tiba-tiba dan menghentak, semuanya dibungkus dengan suasana yang magis. Komposisi yang digunakan dalam karya ini yakni dengan bentuk dramatik.Karya ini ditarikan oleh 7 orang penari perempuan dewasa dan 10 penari perempuan anak-anak. Karya ini menggunakan properti kurungan. Musik iringan yang digunakan bergaya Indramayuan.

Page 1 of 1 | Total Record : 9