cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 2 (2002)" : 10 Documents clear
Tinggi Badan dan Usia Tulang Sindrom Nefrotik yang Mendapat Terapi Steroid Jangka Panjang K Dewi Kumara Wati; Ketut Suarta; Soetjiningsih Soetjiningsih
Sari Pediatri Vol 4, No 2 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp4.2.2002.83-7

Abstract

Pasien SN anak akan sering mendapat steroid yang memiliki efek samping seperti obesitas,penekanan pertumbuhan, hipertensi serta osteoporosis Tujuan Penelitian untuk menilaitinggi badan dan usia tulang pasien sindrom nefrotik yang mendapat terapi steroidjangka panjang dan mengetahui hubungannya dengan dosis kumulatif, lama terapi danjumlah frekuensi. Retrospektif, deskriptif analitik, dengan subjek pasien sindrom nefrotikyang dirawat di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak RSUP Denpasar antara 1 Januari1998 hingga 31 Juli 2000. Data diambil dari rekam medik sedangkan penentuan tinggibadan dan usia tulang dilakukan saat penelitian. Analisis regresi linier dilakukan untukmelihat hubungan antara tinggi badan dan usia tulang dengan dosis kumulatif, lamaterapi, serta jumlah relaps. Kemaknaan ditentukan dengan p<0.05. Terdapat 16 pasien,dengan usia 7,3 tahun (+3,3), rerata dosis kumulatif steroid 4,1 mg (+2730), lama terapi9,6 bulan (+2,4), rerata tinggi badan terhadap standar 97% (+4,8), D usia tulang + 8,3bulan (+9,7). Tinggi badan tidak mempunyai hubungan dengan dosis steroid kumulatif,lama terapi maupun jumlah relaps (r=0.16, p>0.05). Usia tulang tidak mempunyaihubungan, baik dengan dosis steroid kumulatif, lama terapi, maupun jumlah relaps(r=0.39, p>0.05). Tinggi badan dan usia tulang pasien sindrom nefrotik pada penelitianini tidak mempunyai hubungan dengan dosis kumulatif dan lama terapi steroid, maupunjumlah relaps.
Tata Laksana Kejang Demam pada Anak Melda Deliana
Sari Pediatri Vol 4, No 2 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp4.2.2002.59-62

Abstract

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhurektal lebih dari, 38oC) akibat suatu proses ekstra kranial, biasanya terjadi antara umur3 bulan dan 5 tahun. Setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan traumapada otak, sehingga mencemaskan orang tua. Pengobatan dengan antikonvulsan setiaphari yaitu dengan fenobarbital atau asam valproat mengurangi kejadian kejang demamberulang. Obat pencegahan kejang tanpa demam (epilepsi) tidak pernah dilaporkan.Pengobatan intermittent dengan diazepam pada permulaan pada kejang demam pertamamemberikan hasil yang lebih baik. Antipiretik bermanfaat, tetapi tidak dapat mencegahkejang demam namun tidak dapat mencegah berulangnya kejang demam.
Hubungan Status Gizi dan Kekerapan Sakit Balita Penghuni Rumah Susun Kemayoran Jakarta-Pusat Aryono Hendarto; Dahlan Ali Musa
Sari Pediatri Vol 4, No 2 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.958 KB) | DOI: 10.14238/sp4.2.2002.88-97

Abstract

Populasi anak merupakan kelompok yang paling mempunyai risiko mengalami kematiandi negara berkembang dan kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh penyakityang dapat dicegah. Angka kematian balita menggambarkan factor-faktor yanglingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan anak. Balita seperti gizi, sanitasi,penyakit menular dan kecelakaan. Rumah merupakan salah satu lingkungan fisik yangmendukung anak dalam melakukan aktifitas fisik untuk mengembangkan kemampuanmotorik dengan bermain dan rekreasi untuk mengembangkan kreasi dan menambahpengalaman. Masalah permukiman di perkotaan mempunyai hubungan langsung dantidak langsung terhadap kesehatan anak. Keterbatasan dana yang dimiliki orang tua,menyebabkan banyak anak di kota besar terpaksa harus tinggal di pemukiman kumuh.Untuk mengatasi hal ini pemerintah memindahkan mereka dari pemukiman yang kumuhke pemukiman yang layak huni. Karena keterbatasan lahan untuk pembangunanperumahan biasa, maka dibangun rumah susun. Penelitian di beberapa rumah susunmelaporkan bahwa ditemukan beberapa factor yang berpengaruh bukan saja terhadaptumbuh kembang, tetapi juga morbiditas dan mortalitas balita. Penelitian cross sectionaldi rumah susun Kemayoran terhadap 213 balita menunjukkan bahwa prevalensi penyakitselama 1 bulan penelitian sebesar 45.9%. Penyakit-penyakit yang ditemukan pada balitayang tinggal di pemukiman biasa seperti seperti infeksi saluran napas akut, infeksi kulit,panas, batuk kronik berulang, campak, gastroenteritis akut dan kecelakaan jugaditemukan di rumah susun Kemayoran. Ditemukan pula bahwa kekerapan sakit tidakberhubungan dengan status gizi, melainkan dengan kepadatan hunian.
Pengobatan Testosteron pada Mikropenis Bambang Tridjaja; Jose RL Batubara; Aman Pulungan
Sari Pediatri Vol 4, No 2 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.99 KB) | DOI: 10.14238/sp4.2.2002.63-6

Abstract

Mikropenis atau hipogenitalism adalah suatu keadaan penis dengan bentuk normalnamun dengan ukuran kurang dari 2.5 SD di bawah rerata menurut umur dan statusperkembangan pubertas. Pengukuran penis dilakukan secara fully stretched, menggunakanspatula kayu yang diletakkan sejajar dengan dorsum penis dan ditekan sampai simfisispubis. Panjang penis adalah jarak dari simfisis pubis sampai ujung glans penis dan tidakdalam keadaan ereksi. Pengobatan mikropenis terhadap 23 anak dengan rerata usia 9.6tahun dilakukan dengan pemberian testosteron ester intramuskular setiap 3 minggusebanyak 4 kali. Pasca terapi penis bertambah panjang 85% dibandingkan sebelum terapi.Tidak terlihat adanya pertambahan usia tulang dengan protokol yang digunakan.
Telaah Kritis Makalah Uji Diagnostik Alan R. Tumbelaka
Sari Pediatri Vol 4, No 2 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.163 KB) | DOI: 10.14238/sp4.2.2002.98-102

Abstract

sebagai klinisi, menegakkan diagnosis merupakanbagian terbesar dalam pekerjaansehari-hari kita. Menyadari betapa seringnyakita harus menegakkan diagnosis sebagaibagian tatalaksana pasien, maka jelas sangat pentingbila diagnosis yang tepat dapat ditegakkan. Bila kitamenginginkan suatu diagnosis yang berbasis buktimedis, maka beberapa pertanyaan akan timbul, yaitu:1• Bagaimana caranya membuat diagnosis klinismenjadi lebih memiliki basis bukti?• Bagaimana cara mendapatkan upaya diagnosisyang baik, serta membuktikan kesahihannyaberbasis bukti, dan secara tepat mengimplementasikannyapada pasien kita?• Hal-hal apakah yang diperlukan untuk mampumelakukan prosedur di atas?
Terapi Inhalasi pada Asma Anak Bambang Supriyatno; Heda Melinda D Nataprawira
Sari Pediatri Vol 4, No 2 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.916 KB) | DOI: 10.14238/sp4.2.2002.67-73

Abstract

Pemberian obat pada asma dapat berbagai macamn cara yaitu parenteral, per oral, atauperinhalasi. Pemberian per inhalasi adalah pernberian obat secara langsung ke dalamsaluran nafas melalui penghisapan. Pernberian obat secara inhalasi mempunyai beberapakeuntungan yaitu obat bekerja langsung pada saluran nafas, onset kerjanya cepat, dosisobat yang digunakan kecil, serta efek samping yang minimal karena konsentrasi obat didalam darah sedikit atau rendah. Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yangsederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran nafas bawah,hanya sedikit yang tertinggal di saluran nafas atas serta dapat digunakan oleh anak,orang cacat atau orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapaidengan adanya beberapa keuntungan dan kerugian masing-masing jenis alat terapiinhalasi. Terapi inhalasi dapat diberikan dengan inhaler dosis terukur (metered doseinhaler=MDI), MDI dengan bantuan spacer, nebulizer, intermitten positive pressurebreathing, rotahaler, atau diskhaler. Jenis terapi inhalasi di atas mempunyai keuntungandan kerugian masing-masing. Keberhasilan terapi inhalasi ditentukan oleh indikasi, carapemilihan obat, jenis obat, dan cara pemberiannya. Pada asma anak, baik tatalaksanaserangan (Pereda, reliever) maupun tatalaksana jangka panjang (pengendali, controller)sangat dianjurkan penggunaan secara inhalasi. Penggunaan terapi inhalasi merupakanpilihan tepat pada asma karena banyak manfaat yang didapat seperti onset kerjanyacepat, dosis obat kecil, efek samping minimal, dan langsung mencapai target. Namundemikian, terapi inhalasi ini mempunyai beberapa kendala yaitu tehnik dan carapemberian yang kurang tepat sehingga masih banyak yang tidak menggunakannya.Dengan mengetahui hal di atas diharapkan pengobatan asma mencapai kemajuan yangcukup berarti.
Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi Maria Abdulsalam; Albert Daniel
Sari Pediatri Vol 4, No 2 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp4.2.2002.74-7

Abstract

Anemia defisiensi besi (ADB) masih merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia.Hasil survai rumah tangga tahun 1995 ditemukan 40,5% anak balita dan 47,2% anakusia sekolah menderita ADB. Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan terjadinyaberbagai komplikasi antara lain berupa gangguan fungsi kognitif, penurunan daya tahantubuh, tumbuh kembang yang terlambat, penurunan aktivitas, dan perubahan tingkahlaku. Oleh karena itu masalah ini memerlukan cara penanganan dan pencegahan yangtepat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gejala pucat menahun tanpa disertaiperdarahan maupun organomali. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan anemia mikrositerhipokrom, sedangkan jumlah leukosit, trombosit dan hitung jenis normal. Diagnosisdipastikan dengan pemeriksaan kadar besi dalam serum. Pemberian preparat besi secaraselama 3-5 bulan ditujukan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan persediaanbesi di dalam tubuh ke keadaan normal. Mencari dan mengatasi penyebab merupakanhal yang penting untuk mencegah kekambuhan. Antisipasi harus di lakukan sejak pasiendalam stadium I (stadium deplesi besi) dan stadium II (stadium kekurangan besi).Dianjurkan pula untuk memberikan preparat besi pada individu dengan risiko tinggiuntuk terjadinya ADB antara lain untuk individu dari keluarga dengan sosial ekonomirendah.
Hubungan Asfiksia Neonatorum dengan Gangguan Fungsi Ginjal pada Bayi Baru Lahir Adrian Umboh
Sari Pediatri Vol 4, No 2 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (115.793 KB) | DOI: 10.14238/sp4.2.2002.50-3

Abstract

Asfiksia neonatorum merupakan problem kesehatan pada bayi baru lahir yang dapatmenyebabkan gagal ginjal akut jika tidak ditangani dengan baik.Tujuan: untuk mengetahui hubungan antara derajat asfiksia neonatorum dengan derajatgangguan fungsi ginjalMetoda: penelitian analitik observasional pada bayi baru lahir di bangsal NeonatologiBagian IKA/RSUP Manado antara bulan Agustus 1997-Februari 1998 yang memenuhikriteria dilakukan pengukuran kadar ureum dan kreatinin serum serta penentuan lajufiltrasi glomerulus (LFG). Data dianalisis dengan uji Anova dan Chi-Square.Hasil: di antara 129 bayi baru lahir yang memenuhi kriteria terdiri dari 49 bayi sehat,50 asfiksia ringan-sedang, dan 30 asfiksia berat. Terdapat perbedaan bermakna kadarserum ureum dan kreatinin serta LFG antara kelompok bayi sehat dengan asfiksia beratdan antara kelompok asfiksia ringan-sedang dengan asfiksia berat (p<0,01). Lima dari30 kasus asfiksia berat mengalami gagal ginjal akut dan terdapat hubungan bermaknaantara derajat asfiksia dengan derajat gangguan fungsi ginjal (p<0,01).Kesimpulan: terdapat perbedaan antara kadar ureum dan kreatinin serum serta LFGantara bayi asfiksia berat dengan bayi sehat dan asfiksia ringan-sedang. Terdapat pulahubungan antara derajat asfiksia dengan derajat gangguan fungsi ginjal.
Asma pada Anak Arwin AP Akib
Sari Pediatri Vol 4, No 2 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp4.2.2002.78-82

Abstract

Asma pada anak mempunyai berbagai aspek khusus yang umumnya berkaitan denganproses tumbuh dan kembang seorang anak, baik pada masa bayi, balita, maupun anakbesar. Peran atopi pada asma anak sangat besar dan merupakan faktor terpenting yangharus dipertimbangkan dengan baik untuk diagnosis dan upaya penatalaksanaan.Mekanisme sensitisasi terhadap alergen serta perkembangan perjalanan alamiah penyakitalergi dapat memberi peluang untuk mengubah dan mencegah terjadinya asma melaluikontrol lingkungan dan pengobatan pada seorang anak. Pendidikan pada pasien dankeluarga merupakan unsur penting penatalaksanaan asma pada anak yang bertujuanuntuk meminimalkan morbiditas fisis dan psikis serta mencegah disabilitas. Upayapengobatan asma anak tidak dapat dipisahkan dari pemberian kortikosteroid yangmerupakan anti-inflamasi terpilih untuk semua jenis dan tingkatan asma. Pemberiankortikosteroid topikal melalui inhalasi memberikan hasil sangat baik untuk mengontrolasma tanpa pengaruh buruk, walaupun pada anak kecil tidak begitu mudah untukdilakukan sehingga masih memerlukan alat bantu inhalasi.
Gangguan Kurang Perhatian dan Hiperaktifitas pada Anak Erman Erman
Sari Pediatri Vol 4, No 2 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp4.2.2002.54-8

Abstract

Gangguan kurang perhatian dan hiperaktifitas adalah suatu sindrom neuro-psikiatriyang sering dijumpai pada anak usia prasekolah. Gejala kurang perhatian danhiperaktifitas dapat dijumpai bersamaan. Angka kejadian kelainan ini bervariasi di antarabeberapa negara, namun di masing-masing negara menunjukkan kecenderunganmeningkat. Penyebab pasti gangguan ini belum diketahui, oleh karena banyak faktoryang mempengaruhinya. Gejala klinis kadang-kadang sudah mulai tampak sejak bayi,dan berlanjut sampai usia pra sekolah, usia sekolah, dan dapat sampai usia remaja dandewasa. Kriteria diagnosis yang dipakai berdasarkan kriteria DSM IV. Penatalaksanaangangguan kurang perhatian dan hiperaktifitas adalah memadukan farmakoterapi (psikostimulan)dengan psikoterapi dan terapi multimodal lainnya. Prognosis tergantung padadiagnosis dini dan cepatnya intervensi yang dilakukan, serta metode pengobatan yangdigunakan.

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2002 2002


Filter By Issues
All Issue Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue