cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum
ISSN : 19782292     EISSN : 25797425     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum merupakan media ilmiah bidang kebijakan hukum berupa hasil penelitian dan kajian, tinjauan hukum, wacana ilmiah dan artikel. Terbit tiga kali setahun pada bulan Maret, Juli dan November.
Arjuna Subject : -
Articles 207 Documents
DIVERSI DAN KEADILAN RESTORATIF DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA ANAK DI INDONESIA (Diversion And Restorative Justice In Case Settlement Of Juvenile Justice System In Indonesia) Yul Ernis
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 2 (2016): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.163-174

Abstract

Diversi dan Keadilan Restoratif telah diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) lebih mengutamakan perdamaian dari pada proses hukum formal. Perubahan yang hakiki antara lain digunakannya pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) melalui sistem diversi. UU SPPA mengatur mengenai kewajiban para penegak hukum mengupayakan diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan ke proses di luar peradilan pidana) pada seluruh tahapan proses hukum. Keadilan Restoratif sebagai pelaksanaan diversi, diterbitkannya PP yang merupakan turunan dari UU SPPA Mahkamah Agung menerbitkan PERMA Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Poin penting PERMA adalah hakim wajib menyelesaikan persoalan anak yang bermasalah dengan hukum (ABH) dengan cara diversi dan memuat tata cara pelaksanaan diversi yang menjadi pegangan Hakim dalam penyelesaian perkara pidana anak. Penelitian ini “difokuskan” pada, arti penting pendekatan Keadilan Restoratif dan eksistensi Diversi dan Keadilan Restoratif dalam penyelesaian perkara tindak pidana anak. Metode pendekatan yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yang bersifat analisis kualitatif. Penelitian ini menunjukkan pentingnya pendekatan Keadilan Restoratif dan eksistensi diversi dalam penyelesaian perkara tindak pidana anak untuk mengubah paradigma penghukuman pidana menjadi pemulihan hubungan pelaku-korban-masyarakat.AbstractDiversion and restorative justice have been regulated in the Act Number 11, Year 2012 concerning the Juvenile Justice System that prioritizes peace than formal law process. An intrinsic change is used such as in restorative justice approach through diversion system. The Act of Juvenile Justice System rules about the responsibility of law enforcers attempt to a diversion of all law process stages. The restorative justice as diversion practice by issued government regulation that is a derivative from The Act of Juvenile Justice System, then the Supreme Court has issued the Supreme Court Regulation Number 4 Year 2014 concerning the Guidance of Diversion Administration in the Juvenile Justice System. The critical point of it, that is the judge has obligation to complete children against the law in diversion way and contains procedures for its administration that then it can be guidance for the judges to settle that cases. This research is focused on the importance of restorative justice approach and diversion existence in case settlement of juvenile justice system. This research is anormative juridical with qualitative analysis. It shows the importance of restorative justice approach and diversion existence in settlement of juvenile justice system to change criminal punishment paradigm turn into retrieval of the relationship among offender-victim and society.
PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN BAGI ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK THE FULFILLMENT ON THE RIGHT TO EDUCATION FOR JUVENILE CRIMINALS IN THE JUVENILE SPECIAL CORRECTION FACILITY Oki Wahju Budijanto
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 7, No 1 (2013): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2013.V7.62-72

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi hal-hal apa saja yang perlu dilakukan dalam pemenuhan hak atas pendidikan serta mengetahui model kerjasama dalam pemenuhan hak atas pendidikan yang dapat diterapkan pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Permasalahan yang diungkap adalah bagaimana pelaksanaan pendidikan bagi anak didik pemasyarakatan serta hal-hal apa saja yang perlu dilakukan agar model kerjasama dalam pemenuhan hak atas pendidikan dapat diterapkan pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dengan menggunakan metode kualitatif yang kemudian dianalisis secara deskriptif.Data yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah kenakalan anak sudah mengarah kepada bentuk tindakan kriminal berat, seperti narkoba, penganiayaan berat bahkan tindakan pembunuhan. Berkaitan dengan proses asimilasi, pihak Lapas tentu saja akan memberikan pertimbangan khusus bagi anak didik pemasyarakatan yang terlibat dalam kejahatan semacam ini, karena anak didik pemasyarakatan semacam ini tentunya akan menghadirkan resiko tersendiri dari sisi keamanan serta psikologis mereka. Belum semua anak didik pemasyarakatan mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Masih terdapat anak didik pemasyarakatan mengikuti pendidikan di luar Lapas dengan biaya sendiri. Hal ini tentu saja memprihatinkan karena membatasi akses pendidikan bagi anak didik pemasyarakatan yang berasal dari keluarga tidak mampu. Tingkat pendidikan anak didik pemasyarakatan ternyata cukup bervariasi. Anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus, misalnya anak didik pemasyarakatan yang buta aksara atau yang sudah terlalu “tua” untuk bersekolah di SD atau SMP.Dari data tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa model pendidikan dan pembinaan yang tepat dilakukan dalam pemenuhan hak pendidikan bagi anak didik pemasyarakatan di LPKA adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Dalam mewujudkan PKBM yang dimaksud, partisipasi dari berbagai institusi sangat berpengaruh dalam keberhasilannya. Konsep PKBM menunjukkan bahwa prinsip hak asasi manusia (partisipasi dan non-diskriminasi) dapat diterima dan diterapkan pada (LPKA).Saran yang dapat disampaikan adalah ke depan model pendidikan dan pembinaan anak harus dapat memberikan standar minimum penyelenggaraan pendidikan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak LPKA, baik standar kurikulum yang sesuai dengan kapasitas anak didik pemasyarakatan maupun sarana dan prasarana yang harus tersedia. Sedangkan dari segi ketersediaan tenaga pengajar, disyaratkan keahlian di bidang pendidikan sebagai syarat utama pendaftaran kepegawaian di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Pembinaan dan pelaksanaan program pendidikan dan pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan akan berhasil dengan manajemen dan kepemimpinan yang baik. Kepala Divisi Pemasyarakatan dan Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) diharapkan kedepan lebih mampu mengelola institusi dengan melibatkan berbagai pihak luar baik itu pemerintah daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Swasta maupun masyarakat. Persamaan persepsi semua Kepala Divisi Pemasyarakatan dan Kepala LembagaPembinaan Khusus Anak (LPKA) dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan/pencerahan yang diikuti dengan teknik pemasaran, agar fungsi dari Divisi Pemasyarakatan tidak semata-mata hanya untuk koordinasi saja.AbstractThis study intends to inventory the things what needs to be done in fulfillment of education right and to know the cooperation in its fulfillment can be applied to the Institution of Special Development of the Children (LPKA).It reveals the problem of how the implementation of education for correctional proteges and things that need to be done in order that model can be carried out by kualitative method, then analyzed descriptively. Based on research data, the children delinquency is to severe criminal such as drug abuse, severe torture and even murder. Then related to the process of assimilation, the correctional institutions will give special consider to them,because they will take their own risks both security and psychology. Not all of them get the same opportunity of education. They still study outside of correctional intitution at their own expense. It is certainly concerned cause it restricts their access of education of disadvantaged families. They also have varieties of educational level. For example,the disable of illiteracy or the "elder" to study at elementary school or junior high school.Based on data, it can be concluded that the right model is the Community Learning Center (CLC). In realizing of it, the participation of various institutions is very influential. The CLC concepts show that the principle of human rights (participation and non-discrimination) can be accepted and applied to (LPKA). It suggests the model of education and children development should be able to provide a minimum standard of education at the Institution of Special Development of the Children,in the next time, either the standard curriculum of correctional prosteges and infrastructure that must be available. In terms of the availability of teachers, required the expertise in the field of education as main condition of employment enrollment at the Institution of Special Development of the Children (LPKA). The development and implementation of educational programs to the correctional prostegeswill be will succeeded with good management and leadership. In the the chief of the Correctional Division of and the Chief of Institution of Special Development of Children is hoped can manage their institutions involed some external parties both local governments, NGOs, private and public. The same perception can be achieved by giving trainning/ enlighment of marketing technical, so that the function of the correctional divisions are not merely about coordinations.
Implikasi Struktur Program dan Anggaran yang Sesuai (In-Line) di Kementerian Hukum dan HAM Edward James Sinaga
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 11, No 1 (2017): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2017.V11.26-40

Abstract

Dalam pelaksanaan struktur program dan kegiatan di Kementerian Hukum dan HAM selama kurun waktu 2009-2014 masih ditemukan beberapa kelemahan seperti keluaran (output) dari suatu kegiatan belum memberikan kontribusi secara langsung terhadap pencapaian sasaran program. Selain itu, hasil (outcome) masing-masing program pada Satuan kerja/Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM belum in-line dengan program yang diemban oleh unit eselon I terkait. Untuk itu pada kurun waktu tahun 2015-2019, Kementerian Hukum dan HAM melakukan perubahan struktur program dan anggaran guna merealisasikan perencanaan dan penganggaran pada satuan kerja Kantor Wilayah dan Unit Pelaksana Teknis yang in-line dengan unit eselon I terkait. Penelitian dilakukan untuk menganalisis implikasi penerapan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif. Dapat simpulkan bahwa struktur masing-masing divisi teknis belum sepenuhnya mendukung pelaksanaan program dan kegiatan yang berkaitan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.02/2014 Tentang Petunjuk Penyusunan Dan Penelaahan Dalam Pelaksanaan Fungsi Perencanaan, Pengawasan, Pelaporan, dan Akuntansi. Beberapa kendala yang ditemukan pelaksanaan struktur program dan anggaran yang in-line antara lain masih adanya ego sektoral divisi dalam pengelolaan, perencanaan, penganggaran, dan kegiatan; Koordinasi Unit Eselon I terkait penyusunan, pengelolaan anggaran serta laporan perencanaan anggaran belum terstruktur; Penggunaan standarisasi output dalam hal pengadaan barang dan jasa khususnya pada Kantor Wilayah belum seragam; Serta petunjuk teknis penyusunan anggaran yang tidak seragam. 
Evaluasi Pelaksanaan Cetak Biru Sistem Pemasyarakatan pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Ahmad Sanusi
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 11, No 2 (2017): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2017.V11.121-137

Abstract

Tugas dan Fungsi (TUSI) Pemasyarakatan begitu luas dan memiliki karakteristik yang  berbeda, TUSI yang satu menpunyai tugas pembinaan, pelayanan dan pengamanan terhadap warga binaan dan TUSI lainnya tentang pengelolaan barang bukti kejahatan. Seiring dengan perkembangan dan semakin meningkatnya kejahatan, maka perlu dilakukan pembaharuan sistem pemasyarakatan guna lebih meningkatkan pelayanan pemasyarakatan. Pembaharuan sistem pemasyarakatan dengan strategi kebijakan cetak biru pelaksanakan pembaharuan sistem pemasyarakatan tahun 2009-2014. Sebagaimana halnya suatu program dan kebijakan tentu harus dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya. Tujuannya untuk mengetahui pelaksanaan dari suatu program atau kebijakan. Sementara metode yang digunakan adalah metode penelitian evaluasi proses, secara deskriptif yang akan mencoba melihat gambaran implementasi dan monitoring dari suatu program. Berdasarkan data hasil kajian belum seluruhnya rekomedasi/saran tindak cetak biru pemasyarakatan dapat dilaksanakan, hal ini terkait dengan dinamisnya perkembangan pemasyarakatan sehingga ada sebagian kebijakan cetak biru sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini dan ada saran tindak yang menjadi kewenangan instansi lain.
Kewenangan Penuntut Umum Mengajukan Peninjauan Kembali Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 33/PUU-XIV/2016 Ajie Ramdan
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 11, No 2 (2017): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2017.V11.181-192

Abstract

Putusan MK No. 33/PUU-XIV/2016 menyatakan bahwa Pasal 263 ayat (1) KUHAP secara bersyarat bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a quo. Oleh karena itu yang berhak melakukan peninjauan kembali adalah terpidana dan ahli warisnya. Jaksa Penuntut Umum tidak berwenang melakukan Peninjauan Kembali. Hal ini menimbulkan permasalahan baru bagi Jaksa Penuntut Umum yang mewakili negara dan juga korban. Penulis menganalisa Perlindungan Korban Kejahatan Untuk Mengajukan Peninjauan Kembali Pasca Putusan MK tersebut. Dalam praktik Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 55 K/Pid/1996 yang menjadi yurisprudensi Mahkamah Agung merupakan pembaharuan hukum. Dengan adanya Putusan MK No. 33/PUU-XIV/2016 telah mengesampingkan yurisprudensi yang merupakan pembaharuan hukum dan tentunya tidak menjamin hak korban kejahatan dalam mengajukan Peninjauan Kembali yang diwakili oleh Jaksa Penuntut Umum.
Tantangan Hukum dan Peran Pemerintah dalam Pembangunan E-Commerce Imam Lukito
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 11, No 3 (2017): Edisi November
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2017.V11.349-367

Abstract

Data statistik kegiatan perdagangan secara elektronik (e-commerce) menunjukkan peningkatan tiap tahunnya. Hal ini seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta semakin baiknya jaringan infrastruktur komunikasi. Ekonomi berbasis elektronik mempunyai potensi yang tinggi bagi Indonesia, dan merupakan salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Penelitian ini mencoba menganalisa permasalahan bagaimana tantangan hukum dalam bisnis e-commerce dan bagaimana peran pemerintah dalam mendukung lahirnya pelaku-pelaku usaha e-commerce baru. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, bersifat deskriptif analisis dengan bentuk penelitian desk study. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: pertama, tantangan hukum dalam pembangunan e-commerce yaitu: bentuk badan hukum, perijinan; aspek legalitas dan perlindungan hukum para pihak dalam komuniatas e-commerce; dan kedua, peran pemerintah dalam pembangunan bisnis e-commerce adalah dengan melakukan perbaikan sistem hukum nasional sesuai dengan dinamika perkembangan telematika dan menerbitkan regulasi yang memuat aspek: pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan dan sumber daya manusia, infrastruktur jaringan komunikasi, logistik, keamanan siber dan manajemen pelaksana peta jalan e-commerce.
STANDARDISASI BANGUNAN KANTOR IMIGRASI KELAS I SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK (Standardization of Immigration Offices BuildingClass I As An Effort To Promote Public Service) Edward James Sinaga
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.23-35

Abstract

AbstrakKantor Imigrasi Kelas I sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) merupakan perwujudan dari bentuk Instansi Pemerintah yang melayani masyarakat dibidang keimigrasian.Keberadaan Kantor Imigrasi memiliki peran yang sangat penting dalam hal pelayanan publik, seperti pengurusan dokumen perjalanan, visa, ijin tinggal dan status, penyidikan dan penindakan, lintas batas, dan kerjasama luar negeri serta sistem informasi keimigrasian. Dalam rangka optimalisasi pelayanan yang baik kepada masyarakat dan seiring dengan intensitas pelayanan yang semakin meningkat, maka perlu upaya untuk memiliki gedung yang lebih layak dan memadai dalam rangka memberikan kenyamanan baik bagi pegawai yang melayani, maupun bagi masyarakat.Tujuan tulisan ini untuk mendesain kantor imigrasi yang sesuai dengan kegiatan dan kebutuhan pengguna kantor imigrasi kelas I sehingga dapat memberikan rasa nyaman serta aman bagi penggunannya. Dengan menggunakan descriptive analysis sehingga dapat menggambarkan gedung standar bangunan Kantor Imigrasi Kelas I dengan cara menelaah secara teratur, objek, dan secara cermat.Kondisi eksisting gedung Kantor Imigrasi Kelas I yang saatini dinilai kurang representatif untuk menunjang kegiatan pelayanan publik di bidang keimigrasian yang lebih transparan.Tidak hanya transparan dalam kegiatan pelayanan publiknya namun seharusnya juga diterapkan dalam tampilan bangunan serta layout ruang di dalamnya dengan meningkatkan sarana prasarana yang menunjang agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memperlancar kinerja pelayanan.Untuk mengembangkan standar bangunan Kanim Kelas I diperlukan siteplan bangunan Kanim Kelas I, Pengaturan ruang,Spesifikasi ruang-ruang utama berikut perabotnya,dan pola hubungan kedekatan ruang.Kata Kunci: Standar Gedung, Kantor Imigrasi Kelas I,PelayananPublikAbstractImmigration offices Class I as a technical unit (UPT) are manisfestation of government institutional that serve public in immigration. They have very important role in public service such as travel document arrangement, visa, license of stay and status, investigation and prosecution, transboundary and foreign cooperation relationship and immigration information system. In order to optimalize their good service to public/people and in line with intensity that grow increasingly, time by time, so it is necessary to construct good and standard building to give convenience, both officers and people. This research used analytical descriptive to describe a standard of immigration office building Class I studying object, orderly and thoroughly. The existing of that building are not representative to support public service more transparant, both the service and the look of building, the lay out of the building. They should be repaired by improving infrastructures as people`s need and also to support activities to increase performance. To develop standard of building were needed site-plan, room arrangement, the spesification of main room and furnitures, and pattern of joinning-room.Keywords: Standard of Building, Immigration Office Class I, Public Service
Analisis Kebijakan Perlindungan Saksi Dan Korban (Policy Analysis of Witness and Victim Protection) Josefhin Mareta
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 1 (2016): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.105-115

Abstract

Saksi seringkali tidak dapat dihadirkan karena adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu, sehingga perlu adanya perlindungan hukum kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkapkan tindak pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tujuan pembentukan dan proses analisis kebijakan perlindungan saksi dan korban. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan analisis kualitatif dengan melakukan studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa saksi dan korban menjadi elemen penting untuk membantu tercapainya tuntutan keadilan di dalam sistem peradilan terpadu (integrated criminal justice system), sehingga dengan adanya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang mengamanatkan penguatan kelembagaan LPSK, tidak hanya saksi dan korban dalam pelanggaran HAM berat, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana terosisme saja yang mendapatkan perlindungan, namun juga untuk semua kasus pidana, di mana para saksi dan korbannya memerlukan perlindungan. Oleh karenanya, LPSK diharapkan dapat membangun kepercayaan dari masyarakat sebagai pelapor.Kata Kunci: Analisis Kebijakan, Perlindungan Hukum, Saksi dan KorbanAbstractOften, witnesses can not be presented on trial due to threat from certain parties, both physically and psychologically, so that legal protection be required to anyone who knows or find something that can help reveal the criminal acts that happened and inform to law enforcers. This research was aimed to find out the purpose of establishment and policy analysis process of witnesses and victims protection.This normative juridical research used qualitative analysis by doing study literature.Based on the research results, the researcher concluded that the witness and the victim becomes an important element to help achieve justice in the integrated criminal justice system, so that with the Law Number 13/2006 jo. Law Number 31/2014 on the Protection of Witness and Victims, which mandates the institutional strengthening of The Institution of Witnesses and Victims Protection (LPSK), not just witnesses and victims of human rights violations, corruption, money laundering and terrorism who will be protected, but also for all cases criminal.Therefore, LPSK is expected to build the trust of the community.Keywords: Policy Analysis, Legal Protection, Witness and Victim
SOLUSI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP TUNTUTAN DWIKEWARGANEGARAAN (Solution of Government Policy To Dual Citizenship Demand) Junaidi Abdillah
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 3 (2016): Edisi November
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.257-267

Abstract

Tuntutan mengenai dwikewarganegaraan yang dilakukan oleh Diaspora Indonesia selama bertahun-tahun belum dikabulkan oleh pemerintah. Pemenuhan tuntutan dwikewarganegaraan bukanlah suatu perkara yang sederhana karena terkait dengan hak dan kewajiban konstitusional warga negara sehingga menimbulkan resistensi di dalam pemerintahan maupun di dalam kelompok Diaspora Indonesia sendiri. Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana merumuskan kebijakan yang tepat dan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) antara kepentingan Negara Indonesia dan Diaspora Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu menggunakan pendekatan kualitatif, bersifat deskriptif analisis dengan bentuk penelitian terapan (applied research) yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan dan menemukan solusi dari permasalahan terkait secara praktis sehingga dapat digunakan untuk mengambil kebijakan secara cepat dan tepat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan model kebijakan alternatif negara India atas tuntutan dwikewarganegaran diasporanya telah berhasil menciptakan kondisi yang saling menguntungkan antara kepentingan negara dan diasporanya. Negara India telah berhasil menarik dan mengelola potensi diaspora secara efektif untuk membantu pembangunan dan pemajuan negaranya. Model kebijakan yang memberikan previlege (hak istimewa dalam bidang keimigrasian dan kependudukan yang fleksibel) kepada Diaspora dapat menjadi pertimbangan pemerintah Indonesia dalam menentukan kebijakan yang tepat atas tuntutan dwikewarganegaraan. Dalam merumuskan model kebijakan alternatif harus mencangkup tiga aspek penting yaitu subjek, bentuk dan objek kebijakan.AbstractThe fulfillment demands of dual citizenship is not a simple matter because it related to constitutional rights and obligations in citizens, causing resistance within the government as well as in Diaspora Indonesia. Issues in this research, how to formulate appropriate policies and mutually beneficial (symbiotic mutualism) between interests of Indonesian state and the Diasporas. The method used in this research using qualitative approach. These results indicate that application of model alternative policies to demands of dual citizenship have managed to create conditions of mutual benefit between the interests of the state and diasporas. Indian country has managed to attract and effectively manage the potential diaspora to assist the development and advancement of the country. Model policies that provide previlege (privileges in the field of immigration and citizens are flexible) to the Diaspora can be considered by the government of Indonesia in determining appropriate policies on demands of dual citizenship.
OPTIMALISASI PELAKSANAAN RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (RANHAM) PADA BIDANG HAM KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DKI JAKARTA (Optimization Of The Action Plan Of National Human Rights Of The Regional Office Of The Ministry And Law And Human Rights Of DKI Jakarta) Sinaga, Edward James
Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 10, No 2 (2016): Edisi Juli
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30641/kebijakan.2016.V10.141-161

Abstract

Penghargaan, penghormatan, serta perlindungan HAM adalah hal yang amat penting yang tidak mengenal ruang dan waktu. Untuk melaksanakan Rencana Aksi HAM yang optimal diperlukan pencerahan mengenai nilai-nilai HAM sampai ke tingkat desa dengan model pelaksanaan Diseminasi HAM yang variatif. Bidang HAM pada Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM harus mampu melaksanakan amanatkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi peningkatan kinerja agar terwujudnya pelaksanaan Rencana Aksi HAM yang optimal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya deskriptif (descriptive research) dan menggunakan analisis SWOT untuk menilai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada sebuah organisasi. Analisis situasi menggunakan matriks SWOT yang menghasilkan 4 tipe strategi, yaitu strategi SO, WO, ST, dan WT; matriks Internal-Eksternal menggunakan total skor bobot matriks EFE dan IFE untuk menghasilkan strategi bersaing bagi organisasi. Agar terwujudnya pelaksanaan Rencana Aksi HAM yang optimal, Bidang HAM harus memanfaatkan kekuatan adanya tugas dan fungsi yang jelas, namun mengantisipasi kelemahan pada rendahnya Kinerja Pegawai Subbidang Pemajuan HAM. Selain itu Bidang HAM memiliki peluang melakukan kerja sama yang baik dengan Pemda untuk melakukan diseminasi HAM, namun harus waspada pada ancaman belum terciptanya persamaan persepsi dan pemahaman tugas bagi panitia Rencana Aksi HAM Provinsi/Kabupaten/Kota. Posisi Koordinat (-2,25 , 0,31) artinya berada pada kwadran IV. Ini menunjukkan bahwa secara internal kelemahan organisasi lebih dominan dibandingkan kekuatannya. Sementara peluang organisasi lebih dominan dibandingkan dengan ancaman, dan dalam menyelesaikan permasalahan organisasi bersifat rasional.AbstractAppreciation, respect, and protection of human rights is importance thing with unlimited time and space. To carry out the action plan for human rights, optimally, it is necessary to enlighten about human rights values reaching to villages by a variative human rights dissemination implementation model. The section of human rights of the Division of Law Service and Human Rights of the Ministryof Law and Human Rights have to be able to hold the mandate of the presidential decree Number 75, Year 2015 concerning the National Action Plan for Human Rights of Indonesia. This purpose of this research is to arrange a strategy of performance improvement in order to make its implementation into reality, optimally. It is qualitative and descriptive approach and using SWOT analysis to assess strength, weakness, chance/opportunity, and a threat of an organization. The analysis of situation uses SWOT matrix resulting 4 strategy types, that is SO, WO, ST, and WT; external-internal matrix has a quality score total of EFE and IFE matrix to generate a competitive strategy for an organization. To make it come true, the Section of Human Rights have to make benefit of tasks and functions, clearly, but it has to anticipate weakness of the low of its officer performance. Besides, it has a chance to work together with regional government well to do human rights dissemination, but it is needed an alert of a threat because of not having the same perception and mutual understanding of tasks for human rights action plan committee in province/regency/ municipality. Coordinate position (-2,25, 0,31) means at quadrant IV. It shows that internally, the weakness of organization more dominant than its strength. Meanwhile, a chance of organization is more dominant than the threat and in the completion of organization problem is rationale.

Page 3 of 21 | Total Record : 207