cover
Contact Name
Anisa Anisa
Contact Email
anisa@ftumj.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.nalars@ftumj.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
NALARs
ISSN : 14123266     EISSN : 25496832     DOI : -
Core Subject : Engineering,
NALARs is an architecture journal which presents articles based on architectural research in micro, mezo and macro. Published articles cover all subjects as follow: architectural behaviour, space and place, traditional architecture, digital architecture, urban planning and urban design, building technology and building science.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue " Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016" : 8 Documents clear
HEALING ARCHITECTURE: DESAIN WARNA PADA KLINIK KANKER SURABAYA Purisari, Rahma
Nalars Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Arsitektur rumah sakit/ klinik merupakan bangunan fisik dimana dalam perancangannya didekati dengan indikator kenyamanan, keindahan, serta keberpihakan pada lingkungan, yang dapat membangun citra layanan kesehatan rumah sakit/ klinik itu sendiri. Pada kasus penyakit kanker, kondisi psikis pasien memiliki karakteristik cukup berbeda dengan pasien penyakit lainnya, yaitu tingkat kecemasan dan depresi yang cukup tinggi akan penyakitnya. Keberhasilan proses penyembuhan kanker tidak hanya ditentukan oleh kondisi fisiologis saja, tetapi juga kondisi psikologis. Dalam kaitannya dengan tujuan mengembalikan keseimbangan antara kondisi fisik dan psikologis pasien, maka isu healing architecture dipilih dengan warna sebagai komponennya pada Klinik Kanker yang berlokasi di Perumahan Citra Raya Surabaya. Berdasarkan studi literatur dan wawancara dengan pasien kanker, maka didapatkan bahwa warna hijau, biru, kuning, dan cokelat merupakan warna-warna yang dapat membantu proses penyembuhan pasien. Proses desain pada rancangan ini menggunakan Design Development Spiral, dimana terdapat imaging, presenting, dan testing pada tahap perancangannya, sedangkan metode desain adalah dengan menggunakan alam sebagai cara untuk menghadirkan kreatifitas dalam arsitektur. Konsep rancangan dikaitkan dengan kriteria desain: warna sebagai representasi dari alam, warna sebagai elemen estetika, dan warna sebagai representasi dari material pembawanya, yang kemudian diwujudkan pada rancangan tapak, denah, bentuk dan facade bangunan, serta interior. Bangunan yang dihasilkan adalah sebuah Klinik Kanker dengan massa yang dipisahkan oleh void sebagai taman dan kolam yang terbuka dengan alam, serta ruang-ruang yang berorientasi pada warna yang diperoleh dari properti alam dimana pasien dapat mengakses alam tersebut dari dalam dan luar bangunan. Kata kunci: healing architecture, klinik kanker, warna  ABSTRACT. Healthcare buildings are the physical buildings that have been approached with indicator of comfort, beauty, and in the context of environment. In the case of cancer, patient’s psychological condition has quite different characteristic―the level of anxiety and depressions are quite high about this disease. The success of cancer curing process is not only determined by physiological conditions, but also the psychological state. In the aim of restoring the balance between physical and psychological condition, the healing architecture was selected with the color as its component in Cancer Clinic design located in Citra Raya Residence of Surabaya. Based on literature and interviews with cancer patients, it was found that green, blue, yellow, and brown are the colors that help the healing process. Design process that has been used is Design Development Spiral, which have imaging, presenting, and testing on the stages, then the design method has used nature as a way to create architectural creativity.The design concept is connected to the design criterias: color as a representation of the nature, color as aesthetic elements, and color as a representation of its material, which are presented in the site plan, floor plan, form and building façade, and interior. The building form is separated by void as garden space and pond that blending with the nature and the treatment areas are oriented to the color taken from the nature’s color properties. Thus, the patients could access those natures from inside and outside of the building. Keywords: healing architecture, cancer clinic, color 
PENYEDIAAN PERUMAHAN DAN INFRASTRUKTUR DASAR DI LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN (STUDI KASUS DI KOTA BANDUNG) Kusumawardhani, Veronica; Sutjahjo, Surjono Hadi; Dewi, Indarti Komala
Nalars Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Bandung sebagai salah satu kota metropolitan yang berkembang di Indonesia tidak dapat menghindar dari masalah-masalah yang berkaitan dengan permukiman kumuh. Masalah permukiman kumuh biasanya dikarakteristikan dengan menurunnya kondisi lingkungan seperti masalah keterbatasan ketersediaan air tanah dan polusi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkalkulasi kesenjangan sumber daya dalam hal kuantitas maupun kualitas air dan tanah, bagi masyarakat yang tinggal di daerah kumuh di Kota Bandung yang didasari pada standar pelayanan minimum dan standar kualitas lingkungan serta menentukan bentuk dari infrastruktur dasar seperti penyedia pengganti dari sumber daya alam air dan tanah yang paling tepat. Penelitian ini menetapkan tiga kelurahan yang mewakili tia tipologi kawasan kumuh yaitu, kumuh berat pada Kelurahan Tamansari, kumuh sedang pada Kelurahan Babakan Ciamis, dan kumuh ringan pada Kelurahan Cihargeulis.  Hasilnya menunjukkan bahwa kaitannya dengan kuantitas air pada ketiga kelurahan tersebut dipenuhi dari air tanah dan juga sumber PDAM. Hal ini mengingat bahwa ketersediaan tanah untuk perumahan pada ketiga kelurahan tersebut sudah mencukupi. Sementara bila dikaitkan dengan kualitas air pada ketiga kelurahan, nampaknya kualitas air dari PDAM memenuhi standar lingkungan namun kualitas air dari air tanah tidak memenuhi standar tersebut. Sehingga untuk kualitas tanah dengan mengacu pada Soil Quality Index dari BPS terlihat bahwa indeks kualitas tanah di Kelurahan Tamansari-lah yang paling rendah, dan di Kelurahan Cihargeulis-lah yang paling tinggi. Bentuk dari prioritas infrastruktur pada Kelurahan Tamansari untuk pengadaan air adalah melalui pipa dari PDAM atau pengolahan air permukaan tanah tingkat kelurahan, sementara untuk air buangan adalah MCK untuk “black water” dan instalasi pengolahan air buangan untuk “grey water”. Sementara itu untuk buangan padat adalah merupakan buangan bukan organik dan pengolahan kompos buangan organik serta dari buangan rumah berlantai banyak atau hunian vertikal. Bentuk dari  prioritas infrastruktur dari Kelurahan Babakan Ciamis untuk air adalah sama dengan Kelurahan Tamansari. Sementara itu pada Kelurahan Cihargeulis, prioritas infrastruktur untuk air adalah juga melalui pemipaan PDAM, dan untuk buangan air menggunakan instalasi pengolahan air buangan pada tingkat kota, untuk buangan padat adalah merupakan buangan bukan organik, pengolahan kompos buangan organik dan perumahan horizontal.  Kata Kunci: kumuh, sumber daya alam dan air, standar layanan minimum, standar lingkungan, insfrastruktur dasar permukiman  ABSTRACT. Bandung as one of the growing metropolitan in Indonesia did not escape from the problems of slums emerging. The problem of slums is characterized by such as a decrease in environmental conditions such as lack of raw water availability and pollution. Based oh those facts, this study aimed to calculate the resource gap in terms of quantity and quality of water and land, for people living in the slums in Bandung city based on minimum service standards and environment quality standards, and determining the form of basic infrastructure as a substitute provider of natural resources water and land that most appropriate. The study was conducted in three kelurahan which represent the three typologies of slums that are heavy is Kelurahan Tamansari, moderate is Kelurahan Babakan Ciamis, and light is Kelurahan Cihargeulis.   The results showed that in terms of quantity water in the three kelurahans are met from the ground water and piped water from PDAM.  As for the existing land for housing in the three kelurahans are sufficient. In terms of water quality in the three kelurahans is seen that the quality from PDAM have met the environment standards but the quality from ground water have not.  Then for soil quality with reference to Soil Quality Index of BPS was seen that the Land Quality Index in the Kelurahan Tamansari is the lowest, and Kelurahan Cihargeulis is the highest.  The shape of the priority infrastructure for Kelurahan Tamansari for water is piping from PDAM or local surface water treatment, for wastewater is MCK Communal for black water and local wastewater instalation treatment plant for grey water, for solid waste is anorganic waste bank and composting for organic waste, and multistorey housing.  The shape of the priority infrastructure for Kelurahan Babakan Ciamis for water is piping from PDAM, for wastewater is MCK Communal for black water and local wastewater instalation treatment plant for grey water, for solid waste is anorganic waste bank and composting for organic waste, and multistorey housing. The shape of the priority infrastructure for Kelurahan Cihargeulis for water is piping from PDAM, for wastewater is city level wastewater installation treatment, for solid waste is anorganic waste bank and composting for organic waste, landed housing Keywords: Slums, water and natural resources of land, minimum service standards, environmental standards, the basic infrastructure of the settlements
TRANSFORMASI FUNGSI RUANG TERBUKA PUBLIK DI PERKOTAAN STUDI KASUS: TAMAN PEDESTRIAN KECAMATAN TENGGARONG, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR Pratiwi, Yulia
Nalars Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Ruang terbuka publik semakin dibutuhkan terutama bagi penduduk perkotaan untuk saling berinteraksi sosial. Pembangunan kota seringkali mengabaikan kebutuhan ruang terbuka bagi masyarakat umum untuk wadah saling berinteraksi dan bersosialisasi. Jenis-Jenis ruang terbuka publik yang semakin banyak dibangun di daerah-daerah di Indonesia adalah pedestrian dan taman kota. Fungsi ruang terbuka publik yang berupa pedestrian tersebut dari waktu ke waktu mengalami transformasi, tidak hanya sebagai jalur untuk berjalan dan ruang berinteraksi sosial maupun mewadahi aktivitas ekonomi, tetapi fungsi pedestrian mulai bertransformasi untuk mengangkat daya tarik kawasan sekitarnya. Metode yang digunakan adalah metode studi kasus tunggal holistik dengan pendekatan kualitatif untuk mengetahui apa fungsi-fungsi taman pedestrian di Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Hasil penelitian menunjukkan taman pedestrian di Kecamatan Tenggarong-Kutai Kartanegara memiliki fungsi sebagai (1) ruang interaksi sosial; (2) wadah aktifitas ekonomi; dan (3) ruang publik yang bertransformasi untuk menghidupkan kembali kawasan yang tidak produktif di sekitar jalur tersebut yaitu mengangkat daya tarik Pulau Kumala. Transformasi fungsi  taman pedestrian di Tenggarong tersebut disebabkan karena faktor keberadaan obyek di kawasan sekitar dan kebijakan pembangunan. Kata kunci: ruang terbuka publik, pedestrian, transformasi, Kecamatan Tenggarong ABSTRACT. Public open space is increasingly needed, particularly for urban residents for social interaction. Urban development often ignores the needs of open space for the public to interact and socialize. Types of public open space which is increasingly built in the regions in Indonesia are pedestrian and the city park. The function of public open space in the form of the pedestrian from time to time through a transformation, not only as paths for walking and social interaction space as well as to facilitate economic activities, but the function of pedestrian started to transform to increase attractiveness of the surrounding area. The method that has been used is holistic-single case study with a qualitative approach to find out what functions pedestrian park in District Tenggarong, Kutai Kartanegara, East Kalimantan. The results showed pedestrian park in the district of Tenggarong has function as (1) social interaction space; (2) space for economic activities; and (3) public spaces are transformed to revive the unproductive areas around the track is raised the attractiveness of Kumala Island. Transformation functions of pedestrian park in Tenggarong was caused due to the presence of objects in the surrounding area and development policies. Keywords: public open space, pedestrian, transformation, Tenggarong District
PENGARUH FUNGSI RITUAL PADA BENTUK ARSITEKTUR Kasus Studi : Gereja Katedral, Gereja Theresia,Gereja Salib Suci, Gereja Santo Matias Rasul dan Gereja Stella Maris Trisno, Rudy; Antariksa, Antariksa; Salura, Purnama
Nalars Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK: Fenomena pudarnya sakralitas bentuk gereja Katolik di seluruh dunia cukup merisaukan Paus Benedictus. Ternyata pudarnya sakralitas bentuk terjadi juga pada gereja Katolik di Indonesia khususnya Jakarta. Secara keseluruhan, permasalahan yang muncul dari fenomena ini adalah tidak terjalinnya relasi yang baik antara fungsi kegiatan dengan bentuk tersebut serta makna yang tampil dari relasi tersebut. Tarik-menarik antara kedua fungsi dan bentuk inilah yang kemudian dimaknai oleh manusia melalui pengamatan langsung bagi pengguna maupun pengamat arsitektur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertama, merekam fungsi liturgi dan bentuk pada gereja-gereja sebagai obyek studi  kemudian menggambarkan kembali secara rinci agar dapat dianalisis seluruh bentukan arsitektur yang ada. Kedua, menggunakan gabungan pendekatan sakralitas dari Eliade, Hoffman, Jones, dan Martasudjita untuk menelusuri seluruh fungsi kegiatan sedangkan untuk identifikasi ornamen dengan pendekatan Peirce. Sedangkan untuk menelusuri ekspresi bentuk digunakan elaborasi dari pendekatan arsitektur Salura dan Evensen. Analisis ini berlandas pada pendekatan strukturalisme yang menelusuri struktur-dalamnya. Ketiga, setelah dianalisa semua kasus studi kemudian diperbandingkan pada setiap obyek studi mana struktur-dalam. Keempat, interpretasi relasi kegiatan dan konsepsi sakral pada obyek studi. Kelima, menyimpulkan  bahwa pemaknaan relasional fungsi dengan sakralitas bentuk arsitektur gereja. Dengan demikian jika elemen sakralitas bangunan ini ada maka keseluruhan arsitektur gereja pada obyek studi dapat dikatakan memancarkan ekspresi bentuk sakral yang sarat dengan nilai ke-Katolik-an. Kata kunci:  Relasi, Fungsi  dan bentuk, Ekspresi, Sakralitas, Gereja Katolik ABSTRACT: The phenomenon of fading off form “sakralitas” of Catholic Church in the world has worried Paus Benedictus. Evidently, this phenomenon had been happened to Catholic Church in Indonesia, particularly Jakarta. Generally, problem has been occurred from this phenomenon is because there is no well relation between activities function with the form as well as the appearance meaning from that relation. The attraction between these both function and form, will be interpreted by people through direct observation for user as well as architectural researcher. This research will use some methods, firstly, will record liturgy function and form on the conducted churches as case studies then will describe in detail, thus could be analyzed all the existing architecture form. Secondly, will use combination “sakralitas” approach from Eliade, Hoffman, Jones and Martasudjita to explore all activities function, although to identify ornament will use Peirce approach. On the otherhand, to explore form expression will use elaboration from architectural approach of Salura and Evensen. This analysis will be based on to structuralism approach, which will explore the inner structure. Thirdly, after analysis process, all case studies will be compared each other on each study object which known as inner-structure. Fourthly, interpretation of activities relation and sacred conception on study objects. Fifthly,  to conclude the signification of function relational with form sakralitas of church architecture. Therefore, if this building element’s sakralitas exist, then all the church architecture on study objects could be said, they are throwing off the expression of sacred form which full of Catholic’s values.         Keywords:  relation, function and form, expression, sakralitas, Catholic Church
MEMPERTAHANKAN KEBERADAAN KAMPUNG DI TENGAH-TENGAH KAWASAN MODERN JAKARTA Yuwono, Sudarmawan; Wardiningsih, Sitti
Nalars Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Orientasi pembangunan kota Jakarta adalah mewujudkan Jakarta sebagai kota global dan modern mampu berkompetisi dengan kota-kota dunia lainnya. Proses tersebut dilalui dengan optimalisasi lahan kota sebagai ruang produktif. Kondisi tersebut tidak dapat dihindari. Paradigma pembangunan kota berkelanjutan adalah mewujudkan masa depan berimbang antara kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang. Konsekuensinya proses pembangunan harus mampu memelihara nilai-nilai keadilan sosial budaya dan kemampuan menumbuhkan kehidupan bersama dalam kota. Penulisan penelitian ini diangkat dari sebuah cita-cita orang kampung untuk bertahan di tengah-tengah perkembangan sebuah kawasan paling mddern di Indonesia yaitu Segitiga Emas Kuningan.  Suatu kondisi dualisme pemikiran pembangunan antara proses peningkatan kualitas fisik dan perekonomian kota serta proses pembangunan yang justru menghilangkan potensi sosial budaya masyarakat kehidupan kota . Adakah jalan keluar bagi permasalahan ini? Tulisan ini mengingatkan kewajiban para perencana dan perancang kota untuk mengintegrasikan nilai lokal-global dalam pembangunan kota. Tulisan ini merupakan gagasan dasar desain pengembangan kampung yang memiliki potensi sejarah dan budaya dalam rangka melestarikan nilai-nilai sejarah dan budaya kawasan global Kuningan. Kata kunci: pembangunan kota berkelanjutan, lokal-global, kawasan modern, kampung ABSTRACT. Orientation of the development of Jakarta is by creating Jakarta as global and modern city which could compete with other cities in the world. This process will get through by optimilizing urban land as a productive space. This condition for sure cannot be avoided. The paradigm of sustainable city development is by providing future which is balance between the need of present generation and future generation. The consequency of this development process should be able to maintain the values of socio-culture justification and the ability to create togetherness life within city. This paper has been conducted from the vission of kampung’s community to survive in the middle of the development  of modern district in Indonesia, particularly Segitiga Emas Kuningan. There is a dualism condition of development thinking and approach between a process of physical quality enhancement and economical condition of the city, as well as the process of development which is regarded will vanishthe socio-culture potency within urban community. Is there any way out for this probles? This paper will remind the obligation of all parties including urban planners, architects and stakeholders to integrate all the global-local values in the process of city development. This paper is a basic idea of the design development of kampung which has a cultural and historical potency in the term to conserve and preserve the cultural and historical values of global area of Kuningan.  Keywords: sustainable development, global-local, modern area, kampung
PENCAHAYAAN DAN RUANG GERAK EFEKTIF SEBAGAI INDIKATOR KENYAMANAN PADA RUMAH SEDERHANA SEHAT YANG ERGONOMIS (Studi Kasus Rumah Sederhana Sehat di Bekasi) Ashadi, Ashadi; Nelfiyanti, Nelfiyanti; Anisa, Anisa
Nalars Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Penelitian ini dilatarbelakangi tentang pentingnya pencahayaan dan ruang gerak untuk mewujudkan kenyamanan pada rumah sederhana yang ergonomis. Studi kasus yang diambil adalah Rumah Sederhana Sehat yang ada di Bekasi. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan kenyamanan penghuni pada rumah dilihat dari pencahayaan dan ruang gerak yang tersedia. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan mengambil kasus secara purposif sampling. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah dengan adanya bukaan yang cukup, cahaya dapat masuk secara merata ke dalam ruangan, perkecualian pada kamar mandi yang terletak di tengah. Dengan adanya cahaya masuk secara merata, maka semua ruangan bisa digunakan untuk beraktivitas. Hal ini membuat semua ruangan di dalam rumah menjadi nyaman. Ukuran bukaan yang terdapat pada rumah sederhana yang diteliti mempunyai ukuran sesuai dengan standar sehingga matahari dapat masuk untuk menerangi ruangan. RSS di Bekasi juga memiliki ruang gerak efektif yang cukup. Rata-rata prosentase ruang gerak pada rumah adalah 79,35% yang tergolong cukup luas untuk beraktivitas. Kata kunci: kenyamanan, pencahayaan, ruang gerak, rumah sederhana yang ergonomis ABSTRACT. This research has been motivated on the significancy of lighting and space in order to create comfort within ergonomic low income house. There are some case studies of Rumah Sederhana Sehat have been conducted within Bekasi area. The aim of this research is to describe the comfort of the dwellers from the aspect of lighting and existing space. The method that has been used is a qualitative descriptive method by taking case studies with sampling purposive method. The result of this research will provide some standard with sufficient windows, prevalent lighting within room, except for bathroom which located in the middle of house. With a prevalent lighting within room, therefore all the room relatively could be used for activities. This condition will create a comfort space within a house. The dimension of windows within case studies have a dimension as a minimum standard requirement which make sunlight could enter all the room. RSS within Bekasi also have a sufficient efective space, which is about 79,35% of house area, and this is regarded as a sufficient space to do activity within a house.     Kata kunci: kenyamanan, pencahayaan, ruang gerak, rumah sederhana yang ergonomis
PERUBAHAN PERILAKU MEMBANGUN RUMAH PASCA GEMPA 2006 DI YOGYAKARTA - STUDI KASUS PENGEMBANGAN 18 RUMAH BANTUAN JRF DI KABUPATEN BANTUL Rini, Johanita Anggia; Triyadi, Sugeng; Yuwono, Tri
Nalars Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Masyarakat korban gempa 2006 di Yogyakarta menerima berbagai bantuan dalam proses membangun kembali rumahnya yang hancur, antara lain dengan bantuan Java Reconstruction Fund (JRF). Bantuan ini tidak hanya berbentuk dana untuk membangun rumah, namun juga pembelajaran membangun dengan prinsip tahan gempa, dan pengawasan selama proses pembangunan. Dengan cara pembelajaran adaptif ini, diharapkan pemilik rumah dapat mengadaptasi cara membangun rumah yang tahan gempa untuk seterusnya. Bertahun-tahun kemudian, pemilik rumah mulai mengembangkan rumahnya secara mandiri, tanpa bantuan dan pengawasan dari pihak luar. Penelitian ini mengkaji apakah perilaku membangun rumah dengan prinsip tahan gempa sudah dipraktekkan secara lestari oleh pemilik rumah, dengan cara meninjau fisik bangunan tambahan yang dibangun secara mandiri. Lebih lanjut, penelitian juga melihat sejauh mana keberhasilan pembelajaran adaptif yang diterima oleh pemilik rumah dilihat dari kacamata tahapan perubahan perilaku membangun. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menggambarkan kerentanan fisik rumah yang menjadi obyek studi mengingat potensi gempa masih selalu mengancam Kabupaten Bantul, dan menduga pengaruh proses pembelajaran adaptif terhadap perubahan perilaku membangun. Kata kunci: prinsip tahan gempa, pembelajaran adaptif, perubahan perilakuABSTRACT. The victims of the 2006 earthquake in Yogyakarta have received assistance in the reconstruction of their destroyed houses. One of them is Java Reconstruction Fund (JRF) program. This assistance came not only in the form of funds to rebuild houses, but also learning to build a house with earthquake resistant principles, and supervision during the development process. This system is referred to as adaptive learning. Homeowners are expected to be able to adapt the new way to build earthquake-resistant houses forever. Years later, homeowners began to develop their home independently, without help and supervision from outside. This study has examined whether the behavior to build earthquake-resistant houses have already been practiced in a sustainable manner by the homeowners, by means of reviewing the physical of additional buildings that has been constructed independently later. Furthermore, the study also looked at the level of adaptive learning received by the homeowner as perceived stages of behavior change. Results of the study can be used to describe the physical vulnerability of houses that became the object of study given the potential for an earthquake in Bantul is always threatening, and suspect the influence of the adaptive learning process to behavior change.  Keywords: earthquake resistant principles, adaptive learning, behavior change
MAKNA RUANG PUBLIK PADA RUMAH TRADISIONAL MASYARAKAT JAWA KASUS STUDI: DESA JAGALAN KOTAGEDE YOGYAKARTA Sumardiyanto, Sumardiyanto; Antariksa, Antariksa; Salura, Purnama
Nalars Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pemahaman tentang ruang publik pada rumah tinggal masyarakat Jawa. Untuk itu dipilih rumah-rumah tradisional masyarakat Jawa tipe joglo di desa Jagalan Kotagede Yogyakarta sebagai representasi aspek bentuk. Untuk representasi aspek fungsi dipilih tiga adat dan upacara daur hidup yaitu kelahiran, perkawinan dan kematian. Pendekatan dasar yang digunakan adalah strukturalisme yang dikembangkan oleh Levi Strauss dikombinasikan dengan pengkategorisasian aspek dalam arsitektur oleh Capon dan perputaran aspek fungsi – bentuk – makna oleh Salura dan Fauzy. Langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengungkap struktur permukaan aspek fungsi dengan menelusuri elemen-elemen dan relasi sintagmatik dari kegiatan pada adat dan upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Pada saat yang sama juga dilakukan pengungkapan struktur permukaan aspek bentuk melalui penelusuran elemen-elemen dan relasi sintagmatik dari rumah-rumah kasus studi. Langkah berikutnya adalah melakukan analisis oposisi biner untuk mendapatkan relasi paradigmatik antara struktur permukaan aspek fungsi dan struktur permukaan aspek bentuk. Hasilnya kemudian diinterpretasi lebih lanjut dengan mengkaitkannya dengan konsep-konsep yang hidup dalam masyarakat. Hasil analisis menunjukkan bahwa ruang publik pada rumah tinggal masyarakat Jawa merupakan bagian integral masyarakat Jawa dalam rangka menemukan keselamatan dalam hidup. Kata Kunci : ruang publik, makna, rumah tradisional, Kotagede. ABSTRACT. This research is aimed to explore the understanding of public space within Javanese traditional house. For this reason, it has been chosen some Javanese traditional houses known as Joglo House as case studies. Those houses are located in Jagalan Village, Kotagede Yogyakarta which will represent as form aspect. To represent function aspect, it has been conducted three ritual life cycle ceremony consist birth, marriage and death. The basic approach that has been used is structuralism which has been developed by Levi Strauss and has been combined with aspect categorization in architecture by Capon as well as rotation aspect of function-form-meaning by Salura and Fauzy. Steps taken in this research is describing the surface structure of function aspect by exploring elements and sintagmatic relation from the activities of ritual ceremony of birth, marriage and death. In the same time, it will describe the surface structure of form aspect through exploring elements and sintagmatic relation of case studies conducted. Next step is by doing binary opposition analysis to get paradigmatic relation between surface structure of function aspect and form aspect. The result will be interpretated more by relating with the concept of living within community. Analysis result has shown that public space on Javanese traditional house is an integral part of Javanese community in a term to find a safety life.         Key Words : public space, meaning, traditional house, Kotagede

Page 1 of 1 | Total Record : 8


Filter by Year

2016 2016


Filter By Issues
All Issue Vol 22, No 2 (2023): NALARs Volume 22 Nomor 2 Juli 2023 Vol 22, No 1 (2023): NALARs Volume 22 Nomor 1 Januari 2023 Vol 21, No 2 (2022): NALARs Volume 21 Nomor 2 Juli 2022 Vol 21, No 1 (2022): NALARs Volume 21 Nomor 1 Januari 2022 Vol 20, No 2 (2021): NALARs Volume 20 Nomor 2 Juli 2021 Vol 20, No 1 (2021): NALARs Volume 20 Nomor 1 Januari 2021 Vol 19, No 2 (2020): NALARs Volume 19 Nomor 2 Juli 2020 Vol 19, No 1 (2020): NALARs Volume 19 Nomor 1 Januari 2020 Vol 18, No 2 (2019): NALARs Volume 18 Nomor 2 Juli 2019 Vol 18, No 1 (2019): NALARs Volume 18 Nomor 1 Januari 2019 Vol 17, No 2 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 2 Juli 2018 Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018 Vol 16, No 2 (2017): NALARs Volume 16 Nomor 2 Juli 2017 Vol 16, No 1 (2017): NALARs Vol 16 No 1 Januari 2017 Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016 Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016 Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016 Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016 Vol 14, No 2 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 2 Juli 2015 Vol 14, No 2 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 2 Juli 2015 Vol 14, No 1 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 1 Januari 2015 Vol 14, No 1 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 1 Januari 2015 Vol 13, No 2 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 2 Juli 2014 Vol 13, No 2 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 2 Juli 2014 Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014 Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014 Vol 13, No 2 (2014): Jurnal Arsitektur NALARs Volume 13 Nomor 2 Vol 12, No 2 (2013): Nalars Volume 12 Nomor 2 Juli 2013 Vol 12, No 2 (2013): Nalars Volume 12 Nomor 2 Juli 2013 Vol 12, No 1 (2013): NALARs Volume 12 Nomor 1 Januari 2013 Vol 12, No 1 (2013): NALARs Volume 12 Nomor 1 Januari 2013 Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012 Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012 Vol 11, No 1 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 1 Januari 2012 Vol 11, No 1 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 1 Januari 2012 Vol 10, No 2 (2011): NaLARs Volume 10 Nomor 2 Juli 2011 Vol 10, No 2 (2011): NaLARs Volume 10 Nomor 2 Juli 2011 Vol 10, No 1 (2011): NALARs Volume 10 Nomor 1 Januari 2011 Vol 10, No 1 (2011): NALARs Volume 10 Nomor 1 Januari 2011 Vol 9, No 2 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 Vol 9, No 2 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 Vol 9, No 1 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 1 Januari 2010 Vol 9, No 1 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 1 Januari 2010 Vol 8, No 2 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 2 Juli 2009 Vol 8, No 2 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 2 Juli 2009 Vol 8, No 1 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 1 Januari 2009 Vol 8, No 1 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 1 Januari 2009 More Issue