Lukito, Daniel Lucas
Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Seratus Tahun Dietrich Bonhoeffer : Berteologi untuk Menemukan Orang Kristen Sejati Lukito, Daniel Lucas
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 2 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.697 KB)

Abstract

Apa sebenarnya daya tarik yang utama bagi kita (apalagi bagi kalangan yang berteologi injili) untuk belajar mengenai pikiran dan teologi Bonhoeffer? Bukankah ia termasuk salah seorang teolog yang dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok yang memiliki teologi yang berkarakter radikal, kalau tidak mau dikatakan ekstrem? Memang harus diakui bahwa ia termasuk salah seorang teolog abad 20 yang berpikiran radikal, dan itulah sebabnya nanti di bagian evaluasi penulis mencantumkan beberapa kritik terhadap teologinya. Namun demikian, ia juga memiliki suatu pikiran unik yang saya rasa bermanfaat bagi konteks pergumulan kita yang melayani di Indonesia dewasa ini. Apa saja pikirannya sehingga ia seringkali disejajarkan dengan teolog besar seperti Barth, Bultmann, dan Tillich? Itu yang akan pertama-tama diketengahkan dalam artikel ini, yaitu inti pemikirannya yang saya yakin amat berguna bagi kita khususnya jika kita ingin mendalami panggilan sebagai seorang Kristen di bumi Indonesia sekarang ini. Tentu saja hal ini tidak berarti saya akan membahas semua tema yang pernah dituliskannya, karena hal itu adalah sebuah ketidakmungkinan. Yang jelas dalam lingkup tema di atas, saya akan berusaha seobjektif mungkin dalam menilai teologinya dengan memperlihatkan kekuatan dan sekaligus aplikasi pemikirannya bagi pergumulan masa kini.
Meninjau The Da Vinci Code dari Sudut Teologi yang Sehat Lukito, Daniel Lucas
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 7 No 1 (2006)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.079 KB)

Abstract

Pada tanggal 15 Mei 2006 Sony Pictures Entertaintment—sebuah perusahaan film di Hollywood, Amerika Serikat—akan mengeluarkan film yang berjudul The Da Vinci Code (selanjutnya disingkat DVC). Film ini dibuat berdasarkan sebuah buku laris, yang terbit tahun 2003, yang sudah terjual 30 juta copy di seluruh dunia dan yang sudah diterjemahkan ke dalam 44 bahasa. Aslinya buku ini adalah sebuah novel yang ditulis oleh Dan Brown, seorang yang berkebangsaan Inggris. Buku ini sedemikian laris dan Brown sendiri menjadi kaya raya karena dari karya ini ia telah memperoleh sekitar 45 juta poundsterling (kira-kira 650 milyar rupiah). Bahkan juga ada orang dari kalangan agama bukan Kristen yang ikut-ikutan menerbitkan atau memperbanyak buku ini dalam berbagai bahasa dengan tujuan, tentu saja, menyerang jantung kekristenan, yaitu berkenaan dengan Yesus Kristus dan juga keabsahan Alkitab, yang adalah firman Allah. Karena akan beredar dan bulan Juni-Juli 2006 akan diputar di seluruh dunia, film ini akan menjadi daya tarik bagi banyak orang, terutama orang-orang yang berkepentingan atau orang-orang yang meragukan iman Kristen. Dalam artikel ini saya akan langsung memaparkan beberapa poin yang disebutkan di dalam buku DVC, sebagai poin yang langsung berkenaan dengan kristologi dan juga bibliologi. Saya akan langsung memberikan tanggapan, tetapi sebelum itu, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu secara singkat apa isi buku tersebut.
490 Tahun Reformasi : Apakah Sola Scriptura Masih Secara Konsisten Menjadi Pegangan Gereja-Gereja Reformed Masa Kini? Lukito, Daniel Lucas
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 8 No 2 (2007)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.928 KB)

Abstract

Dalam kaitan peringatan Reformasi yang ke 490 (1517-2007), marilah bersama-sama kita melakukan introspeksi secara mendalam: Apakah gereja-gereja reformed atau gereja-gereja injili sebetulnya masih konsisten (sebagaimana Martin Luther dan kaum reformator lainnya) berpegang pada ajaran sola scriptura secara ketat? Karena itu di dalam artikel ini saya mengajak kita melihat situasi gereja-gereja (dan pendeta-pendetanya) masa kini dengan membandingkannya dengan masa Reformasi abad 16 dan, lebih jauh lagi, dengan masa Reformasi pada zaman raja Yosia pada 2 Raja-raja 22:1-20, khususnya dengan ditemukannya kembali kitab Taurat (lih. ay. 8) yang telah sekian lama hilang pada masa itu. Artikel ini akan saya tutup dengan sebuah refleksi ke arah mana sesungguhnya gereja-gereja injili atau reformed berjalan, khususnya bila mereka sudah “kehilangan” Alkitab.
500 tahun Yohanes Calvin : Pengetahuan tentang Allah adalah Testing Ground untuk Mengenal Manusia Lukito, Daniel Lucas
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 10 No 1 (2009)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.568 KB)

Abstract

Dalam artikel ini saya berusaha memaparkan sesuatu yang paling dasar dan permulaan sekali dari karya Calvin, yaitu doktrin Allah, atau lebih spesifik lagi, doktrin pengetahuan tentang Allah. Menarik sekali ia memulai pembahasan dalam Institusio-nya dari sudut ini dan bukan dimulai dari doktrin-doktrin penting lainnya (mis. Kristus, penebusan, Alkitab, atau Gereja). Sengaja di bagian awal saya mengutip perkataan Aleksandr Solzhenitsyn (11 Desember 1918–3 Agustus 2008)—seorang novelis pemenang hadiah Nobel bidang kesusasteraan tahun 1970, penulis drama dan sejarawan Rusia ternama—yang di antara berbunyi: “Men have forgotten God; that’s why all this has happened.” Saya berasumsi mirip dengan Solzhenitsyn: Di abad 21 dan era posmodernisme sekarang ini, manusia sebenarnya telah melupakan Allah; itulah sebabnya semakin banyak masalah melanda kehidupan manusia di zaman ini, baik di tingkat nasional maupun internasional. Intinya, manusia tidak mengenal Allah, atau, mengutip perkataan Calvin di awal tadi, manusia berusaha semaksimal mungkin menjauhkan diri dari pengetahuan tentang Allah yang benar itu. Maka melalui artikel ini penulis berusaha menghadirkan kembali pemahaman yang benar tentang doktrin pengetahuan tentang Allah khususnya dari perspektif Calvin, serta melihat pada aplikasinya dalam kehidupan dan pelayanan Kristen dewasa ini.
Baptisan dan Kepenuhan Roh: Sebuah Perbandingan antara Pandangan Kekinian dengan Data Kisah Para Rasul Lukito, Daniel Lucas
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 11 No 1 (2010)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.095 KB)

Abstract

... umumnya kalangan Karismatik amat mementingkan baptisan Roh, kepenuhan Roh, dan bahasa roh. ... ada opini yang cukup khas di kalangan gereja atau persekutuan Karismatik mengenai topik ini, walaupun di satu sisi ada aspek positif di dalamnya, yaitu tema tentang Roh Kudus dibahas di mana-mana. Hal tersebut tidak lain merupakan pertanda adanya kepekaan di kalangan pimpinan gereja atau kaum awam untuk mengangkat topik ini ke permukaan, sehingga kita menyaksikan bahwa banyak berkat sungguh-sungguh diperoleh, bukan semata-mata karena topik itu dibicarakan, tetapi saya percaya hal ini juga merupakan berkat tersendiri dari Allah Roh Kudus. Selain itu, hal positif lain adalah akhir-akhir ini cukup banyak terdengar orang memberikan kesaksian bahwa mereka telah mengalami kelepasan yang baru, mendapatkan sukacita yang tak terhingga setelah mereka merasakan “pengalaman kedua,” “berkat tambahan” di luar pengalaman kelahiran baru yaitu ketika percaya Kristus sebagai Juruselamat. Tuhan menjadi lebih dekat dan lebih nyata, kedamaian dirasakan datang berlipat ganda, kuasa dan kemenangan selalu menjadi berita yang hangat setelah mendapatkan sentuhan dari Roh Kudus. ... Tetapi, bersamaan dengan itu dari sisi lain, harus pula secepatnya kita bertanya: Apakah dasar pengakuan dan ajaran yang marak belakangan ini dapat dipertanggungjawabkan secara alkitabiah? Apakah pengalaman dan kesaksian berbagai kalangan tersebut sesuai dengan prinsip firman Tuhan? Apakah doktrin yang berkembang di antara mereka solid dan konsisten dengan pengajaran yang sehat? Dari sudut inilah saya mengajak kita melihat pengertian tentang baptisan dan kepenuhan Roh. Secara ringkas saya akan mengetengahkan pandangan yang umum tentang topik ini dari aliran yang mendukung dan selanjutnya akan diberikan tanggapan berupa data utama dari kitab Kisah Para Rasul. Harapan saya ini akan menjadi sebuah perbandingan yang akan membawa semua kembali pada interpretasi yang tepat dari Alkitab.
Tipe Orang yang Berpotensi Menjadi Ekstrem Teologinya Lukito, Daniel Lucas
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 11 No 2 (2010)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.074 KB)

Abstract

Pada artikel ini saya akan memetakan beberapa tipe orang yang menurut saya berpotensi mengembangkan sejenis teologi yang ekstrem. Penyebutan tipe tersebut tidak dimaksudkan sebagai stigmatisasi atau labelisasi terhadap pribadi tertentu yang mungkin mempunyai kemiripan pada konteks gereja atau lingkungan masing-masing. Tentu saja saya akan memberikan contoh kasus dari data Alkitab dan contoh kekinian. Harapan penulis adalah kiranya kita sama-sama belajar memeriksa diri atau memeriksa kecenderungan pada pikiran kita sendiri, supaya semakin hari kita menjadi semakin baik sesuai dengan firman Tuhan, bukan sebaliknya.
Eksklusivisme, Inklusivisme, Pluralisme, dan Dialog Antar Agama Lukito, Daniel Lucas
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 2 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (19.786 KB)

Abstract

Cukup banyak gereja atau sinode di zaman pascamodern ini yang mengutamakan pentingnya relasi antar-agama atau antar-iman. Mereka agaknya tidak mementingkan apa ajaran yang dipegang seseorang, sebuah lembaga, atau sebuah aliran. Memang, mau tidak mau pada masa kini kita hidup di dalam dunia yang secara religius bersifat plural atau majemuk, dan kebanyakan orang akan setuju bila dikatakan bahwa kekristenan pun, siap atau tidak, dipandang hanyalah sebagai salah satu agama dunia di antara agama-agama lainnya. Teolog modern atau pascamodern pada umumnya memilih posisi “aman” dan dapat diterima semua pihak, yaitu bahwa setiap agama memiliki warisan historis dan jalan keselamatannya sendiri-sendiri.3 Secara khusus, di Indonesia, kita hidup di tengah beragamnya suku, ras, tradisi, latar belakang sosial dan agama. Bagi kekristenan, pluralitas budaya dan agama ini dapat memperlihatkan aspek-aspek positif maupun negatif. Dari perspektif positif, kita harus mengakui bahwa pluralitas kepercayaan dapat memperkaya dan sekaligus menantang pemahaman Kristen secara lebih perseptif dan realistis tentang keberagaman ini; hasilnya, pelayanan Kristen akan jadi lebih relevan dan kontekstual bagi kebutuhan manusia. Dari perspektif negatif, kita juga harus mengakui bahwa pluralitas kepercayaan ini dalam keadaan-keadaan tertentu telah menjadi penyebab timbulnya ketegangan dan konflik-konflik di antara keyakinan-keyakinan tersebut. Lalu, bagaimana seharusnya orang Kristen mendekati topik pluralisme? Melalui artikel ini saya pertama-tama akan menguji fakta pluralisme dalam dunia kita saat ini. Kita akan mengamati pluralisme sosiokultural modern dan dampaknya terhadap teologi Kristen. Kemudian kita akan menyelidiki bagaimana pluralisme telah dimanfaatkan untuk membenarkan agenda teologis belakangan ini yang dikenal sebagai “teologi agama-agama dunia” atau “teologi pluralistik.” Di sini tampaknya, oleh mereka, iman Kristen harus diletakkan sebagai dikotomi atau alternatif antara partikularisme dan inklusivisme. Yang pertama berarti orang Kristen sebaiknya tidak menyajikan iman mereka dengan cara sedemikian rupa seakan-akan mereka adalah “mayoritas,” “pemimpin,” “anak tunggal yang terkasih” di antara agama-agama lainnya. Yang belakangan berarti orang Kristen seharusnya mengadakan atau ikut serta dalam dialog dengan anggota iman atau agama lain sehingga kekristenan itu sendiri dapat diperkaya, atau bahkan diubahkan melalui interaksi serta menyerap kebenarankebenaran yang terdapat dalam tradisi lain. Itu sebabnya sebelum kita tiba pada implikasi di bagian akhir, saya akan mengajukan sebuah kerangka alternatif sebagai suatu usaha untuk melangkah melampaui kontroversi, yakni mengajukan sebuah kerangka yang bisa dikerjakan di mana perbedaanperbedaan pemikiran adalah sah dan tidak direlatifkan atau diabsolutkan.