Sulistio, Thio Christian
Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Perbandingan Metode Berteologi F. D. Schleiermacher Dan Alister McGrath Sulistio, Thio Christian
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 5 No 2 (2004)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.706 KB)

Abstract

Di dalam sosiologi agama kita mengetahui bahwa agama memiliki tiga aspek dasar. Tiga aspek itu adalah mitos, ritus, dan etika. Mitos adalah suatu kumpulan kepercayaan (a set of beliefs) yang merupakan ekspresi kognitif dari suatu sistem agama. Mitos ini berfungsi memenuhi kebutuhan kognitif dari penganut agama tersebut. Ritus merupakan dimensi ekspresif dari suatu sistem agama. Ia merupakan ekspresi dari apa yang dipercayai oleh penganut agama tersebut. Ritus memenuhi kebutuhan emosional penganut agama tersebut. Sedangkan etika merupakan dimensi praktis dari suatu sistem agama. Ia merupakan praktek dari apa yang dipercayai di dalam bentuk tingkah laku sehari-hari. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh penganut agama tersebut. Etika berfungsi memenuhi kebutuhan fungsional manusia. Menjadi pertanyaan bagi kita adalah darimana datangnya doktrin ini? Apa sumber doktrin? Pertanyaan ini berkenaan dengan metode berteologi. Mengenai bagaimana berteologi. Aliran-aliran besar di dalam Protestanisme memiliki metode berteologi yang berbeda-beda. Aliran liberalisme, ekumenikalisme, evangelikalisme, dan fundamentalisme berbeda di dalam metode berteologi mereka. Di dalam makalah ini penulis akan membandingkan metode berteologi dari Friedrich Schleiermacher yang merupakan bapak teologi liberal dan Alister McGrath dari kalangan evangelikal (injili).
Evaluasi terhadap Teologi Pluralisme Agama Stanley Samartha Sulistio, Thio Christian
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 10 No 2 (2009)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.928 KB)

Abstract

Teologi pluralisme agama menjadi sebuah pilihan yang menarik di era globalisasi. Di era ini, orang-orang Kristen hidup di dalam masyarakat yang majemuk. Seiring dengan ramainya migrasi penduduk dari Selatan ke Utara dan dari Timur ke Barat, kemajemukan agama ditemukan bahkan di negara-negara Barat yang dulu dianggap homogen. Sejalan dengan ini, teologi pluralisme agama yang menganggap bahwa semua agama membawa orang-orang kepada satu realitas ilahi menjadi pilihan yang menarik karena dianggap demokratis dan toleran. Karena itu, penulis mencoba menganalisis teologi pluralisme agama, khususnya pada diri teolog Samartha dan akan mengevaluasi apakah teologinya sampai pada tujuannya yaitu toleran terhadap agama-agama itu sendiri dan cukup kokoh secara intelektual. Penulis akan membagi artikel ini ke dalam tiga bagian besar: pemaparan tentang latar belakang Samartha, pemaparan tentang teologinya, dan evaluasi terhadap teologi pluralisme agama Samartha.
Berkenalan dengan Teori Epistemologi Alvin Plantinga: Jaminan (Warrant) dan Fungsi yang Semestinya (Proper Function) Sulistio, Thio Christian
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 12 No 2 (2011)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.126 KB)

Abstract

Tidak bisa disangkal lagi bahwa Alvin Plantinga adalah salah seorang filsuf agama yang sangat dihormati pada masa ini. Pada tahun 1980 majalah TIME menyebut Plantinga sebagai “America’s leading orthodox Protestant philosopher of God.” Di dalam komunitas Kristen sendiri, seorang teolog bernama John Stackhouse mengatakan bahwa Plantinga adalah “the greatest philosopher of the last century. [Plantinga] is not just the best Christian philosopher of his time. No, Plantinga is the most important philosopher of any stripe.” Sebagai seorang filsuf Kristen yang bergerak di bidang filsafat agama, Plantinga mendedikasikan karirnya untuk menjelaskan dan membela rasionalitas iman Kristen. Ia berupaya memperlihatkan bahwa kepercayaan teistik (kepercayaan bahwa Allah ada) dapat memiliki jaminan (warrant) di dalam konteks struktur epistemologis yang absah. Dalam dua dekade terakhir, ia telah mengembangkan teori tentang jaminan sebagai struktur epistemologis yang sah untuk menopang kepercayaan teistik. Di dalam struktur ini, iman teistik Kristen memiliki jaminan. Makalah ini akan membahas konsep Alvin Plantinga mengenai jaminan (warrant) yang berkaitan erat dengan konsepnya tentang daya kognitif yang bekerja sebagaimana mestinya (proper function). Untuk memahami teori Plantinga tentang jaminan, pertama-tama, penulis akan membahas konteks epistemologis di mana Plantinga mengembangkan teorinya tentang jaminan. Kedua, penulis akan membahas kritik Plantinga terhadap epistemologi kontemporer yang meratakan jalan untuk teorinya sendiri. Terakhir, penulis akan membahas teorinya tentang jaminan dan daya kognitif yang bekerja sebagaimana mestinya. Teori Plantinga sangat menekankan perlunya daya kognitif manusia untuk bekerja sebagaimana mestinya. Makalah ini hanya bersifat deskriptif dan tujuan saya adalah untuk memperkenalkan konsep epistemologi Plantinga kepada pembaca Indonesia.  
Epistemologi Reformed : Sebuah Upaya Filsuf-Filsuf Kristen Membela Status Epistemologi Kepercayaan Kristen Sulistio, Thio Christian
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 2 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.433 KB)

Abstract

Sejak pertengahan tahun 1980-an berkembang suatu gerakan di dalam filsafat analitik yang disebut epistemologi Reformed. Para filsuf yang tergabung dalam gerakan ini berupaya untuk menunjukkan bahwa kepercayaan kepada Allah (belief in God) dan khususnya kepercayaankepercayaan Kristen adalah rasional, terjustifikasi (justified) dan terjamin (warranted). Singkatnya, mereka berupaya untuk memperlihatkan bahwa secara epistemologis kepercayaan religius (religious belief), khususnya kepercayaan Kristen, memiliki status epistemik yang positif. Tokoh-tokoh yang menjadi arsitek dan pendiri gerakan ini adalah William P. Alston (1921– 2009), Nicholas Wolterstorff (1932– ), dan Alvin Plantinga (1932– ). Plantinga menyebut gerakan ini sebagai epistemologi Reformed karena para pendirinya, seperti Plantinga sendiri dan Wolterstorff, mengajar di Calvin College, Amerika Serikat, dan mereka banyak mendapatkan inspirasi dari John Calvin serta para teolog lain di dalam tradisi teologi Reformed. Sebagai sebuah gerakan yang ingin menunjukkan bahwa kepercayaan religius memiliki status epistemik yang positif, epistemologi Reformed menolak pandangan fondasionalisme klasik dan evidensialisme bahwa kepercayaan religius tidak rasional dan tidak terjustifikasi. Mereka juga mengklaim bahwa kepercayaan religius memiliki status epistemik yang positif di dalam konteks epistemologi yang lebih memadai. Artikel ini ingin memperkenalkan epistemologi Reformed dengan cara mempelajari kedua proyek epistemologi di atas dan melihat implikasinya bagi apologetika. Sebab itu, penulis pertama-tama akan membahas dua proyek epistemologi tersebut, dilanjutkan dengan membahas implikasinya bagi apologetika Kristen.
Teologi Agama dari Perspektif Reformed : Sebuah Sketsa Sulistio, Thio Christian
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 15 No 2 (2014)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.354 KB)

Abstract

Di kalangan Injili, teologi agama, yaitu sebuah pandangan teologis Kristen terhadap agama-agama lain, tidak banyak dibahas. Di tengah-tengah kekurangan tersebut penulis mencoba memberikan kontribusi untuk membangun teologi agama dari perspektif reformed. Dari perspektif reformed, manusia adalah makhluk religius dalam pengertian bahwa ia secara narutal akan mencari Allah karena penyataan Allah secara umum kepada manusia. Tetapi karena dosa manusia, respon ini menjadi respon yang salah arah, respon kepada sesuatu yang lain selain kepada Allah yang benar. Namun, karena anugerah umum Allah, manusia tersebut tidak sepenuhnya hidup dalam kesalahan, tetapi dapat memiliki kebenaran-kebenaran relligius yang menjadikan kepercayaan mereka mirip atau serupa dengan Kristen.