Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

MANAJEMEN MUTU PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN KONTEMPORER BAGI PENINGKATAN PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN DI ABAD XXI Lumintang, Stevri Indra
Voice of Wesley: Jurnal Ilmiah Musik dan Agama Vol 2, No 2 (2019): J.VoW Vol. 2 No. 2 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia Wesley Methodist Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.313 KB) | DOI: 10.36972/jvow.v2i2.24

Abstract

The objective of this research was to analize deeply and objectively the contemporary management quality of some leaders and their leadership at religiousity higher educations in Indonesia for finding a model of quality improvement the higher education. This research was based upon the naturalistic paradigm with qualitative approach, and the said methodology was a phenomenologic method, by using Ishikawa Fishbone Diagram as a technical tool to improve the quality. The datas were colleted through participant observation using interview, and document study. The data analysis and interpretation indicate that: (1) The real problem is the weak management quality; (2) The weak management quality is caused by the weak leaders and leadership. This main factor influences other factors, just as all influence one and another; (3) The root of weak management quality is caused by the weak leader and leadership. The findings lead to the recommendation to practice quality improvement, and to apply the model of quality improvement, in order for it be one of the quality religiousity higher education in this 21st century.
Lordship and Humanity Principles for The Peace of Indonesia: An Integrative Study of Theology and Ideology Stevri Penti Novri Indra Lumintang
Analisa: Journal of Social Science and Religion Vol 6, No 02 (2021): Analisa Journal of Social Science and Religion
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18784/analisa.v6i02.1470

Abstract

This study is stimulated by the background of the gap regarding the understanding and application between the Indonesian ideology of Pancasila and theology (religion) among both Muslims and Christians. This research aimed to study the integration between Christian theology and the Indonesian ideology of Pancasila. This research was based upon the naturalistic paradigm with a qualitative approach and integrative research method to find a model for solving religious intolerance and violence, which is often manipulated by political interests. This integrative study, especially integral dialectical synthesis, is to find a holistic knowledge of the doctrine of the principle of One Lordship, just and civilized humanity according to Christian theology and ideology of Pancasila as a model of integration. The integrative study between theology and ideology confirms that each of the five principles of Pancasila is theological, and even a mandate that believers (the Christians community) must obey. The relationship between Christian theology and the ideology of Pancasila is an integrative relationship because God and humanity are also integrative. These findings suggest that all Christians live in love and respect to their fellow humans, both Christian and non-Christian. Loving God and others means loving the Indonesian people by participating in overcoming the nation's problems and building the Indonesian nation's welfare for the welfare of the nation is our (all Indonesian citizens) wellbeing.
Theology As A Science And Ascience: An Answer To Scientists And Warning To Theologians Stevri Penti Novri Indra Lumintang
VERBUM CHRISTI JURNAL TEOLOGI REFORMED INJILI Vol 8 No 1 (2021): Sunat dan Penamaan Yesus di Hari Kedelapan
Publisher : STTRII

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1364.673 KB) | DOI: 10.51688/VC8.1.2021.art4

Abstract

Doubting theological science and limiting the primacy of theology has been a subject of debate among scientists and theologians for centuries. The study aims to answer scientists who doubt theology as a science and warn theologians who only recognize theology as science but do not recognize theology as ascience. To achieve this goal, researchers use content analysis methods. The results found that, on the one hand, theology is science essentially, not because of the recognition of theologians, but because of its understanding, characteristics, activities, and dimensions as a science. On the other hand, in accordance with its nature, theology is ascience because of its understanding and presupposition, position, adequacy, certainty, and superiority over science. These findings confirm that theology is indeed the queen of all science. If theology is recognized as science and ascience, scientists and theologians will realize knowledge and life that is entirely integrative.
Hamba Tuhan sebagai Aktor Utama di Era Transisi dari Specialization kepada Globalization (Eksposisi Konteks Postmodern dan Teks Efesus 5:15-21) Stevri Indra Lumintang
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan Vol 3, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Excelsius

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51730/ed.v3i1.7

Abstract

The movement of globalization caused postmoderns to "replace the modern worldview" with "postmodern worldview". That means there are massive and fundamental changes. Therefore, this transition period is a period of great change, which is not easily accepted by many people because it has caused many major problems with humanity. Globalization presses in many directions, so that nothing is lost. Globalization has made many people and organizations become voracious and ferocious. That means using the time available. Nothing is greater than God's will. The will of globalization is under God's will. This is the strong foundation of a servant of God acting as the main actor of globalization. The main role of God's servants as the main actor of globalization, namely preaching the Word.  Gerakan globalisasi menyebabkan kaum postmodern “mengganti worldview modern” dengan “worldview postmodern”. Itu artinya terjadi perubahan besar-besaran dan mendasar. Karena itu, masa peralihan ini merupakan masa perubahan besar, yang tidak mudah diterima oleh banyak orang karena telah menyebabkan banyak masalah yang besar terhadap humanistas.  Globalisasi menekan ke banyak arah, sehingga tidak ada yang luput dari pengaruhnya. Globalisasi telah membuat banyak orang dan organisasi tertentu menjadi rakus dan ganas tiada ampun. Itu artinya menggunakan waktu yang ada. Tidak ada yang lebih hebat dari pada kehendak Allah. Kehendak globalisasi berada di bawah kehendak Allah. Inilah dasar yang kuat dari seorang hamba Tuhan berperan sebagai aktor utama globalisasi. Peran utama hamba Tuhan sebagai aktor utama globalisasi, yaitu memberitakan Firman.
BERIMAN DAN BERDOA KARENA ALLAH SUATU EKSPOSISI LUKAS 18:1-8 Stevri Indra Lumintang
Missio Ecclesiae Vol. 1 No. 1 (2012): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v1i1.18

Abstract

Karakter janda dalam perumpamaan ini merupakan representatif dari orang-orang pilihan Allah (orang percaya) yang sedang berada dalam dunia. Sekalipun tidak memiliki pengaruh politis, ekonomi, dan sosial, sehingga tidak diperhitungkan dunia (hakim yang lalim), namun mereka diperhatikan oleh Allah secara khusus dalam konteks pemuridan dengan prinsip-prinsip kerajaan Allah. Orang pilihan (orang percaya) yang memang hidup dengan prinsip-prinsip kerajaan Allah pastilah berbeda dengan prinsip-prinsip kerajaan dunia, dan itulah sebabnya mereka menderita. Penderitaan orang pilihan disebabkan oleh karena ketidakadilan dalam dunia. Dalam penderitaan karena ketidakadilan, Tuhan memberikan jaminan bahwa Ia pasti membenarkan atau memberikan keadilan kepada mereka. Jaminan inilah yang sesungguhnya menjadikan orang-orang pilihan bertekun dalam iman mereka kepada Tuhan, dan mengekpresikan ketekunan iman mereka melalui ketekunan atau ketahanan berdoa. Dalam hal ini, Tuhan adalah penyebab orang beriman dan berdoa. Tidak ada alasan atau dasar dari pendoa sehingga doanya terkabalkan, Tuhanlah subjek doa. Tidak seorang pun tahu bagaimana sebenarnya berdoa. Dialah yang sesunguhnya berdoa di dalam dan melalui kita. Melalui Roh Kudus, Ia memimpin kita berdoa sesuai dengan kehendak-Nya, seperti yang Paulus nyatakan sebagai berikut. Roh Kudus menolong kita di dalam kelemahan kita, karena kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa, tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, bahwa Ia sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus (Rm 8:26-27).
SINERGISME MISI PERKATAAN DAN PERBUATAN SUATU EKSPOSISI MAZMUR 19:1–15 Stevri Indra Lumintang
Missio Ecclesiae Vol. 4 No. 1 (2015): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v4i1.44

Abstract

Mamur 19:1-15 dibagi dalam dua bagian besar berdasarkan dua syair yang berbeda, namun sinergis, yaitu syair pertama dalam ayat 1–7, dan syair kedua dalam ayat 8–15. Sinergisnya kedua syair ini membahas tentang pujian-pujian kepada Allah. Dan secara terpisah namun berkaitan, maka syair pertama membahas tentang keagungan dan kebesaran penyataan Allah dalam karya penciptaan langit dan segala sesuatu yang ada di dalamnya (General Revelation); sedangkan syair kedua membahas tentang keagungan dan kebesaran penyataan Allah secara khusus dalam Hukum Taurat (Special Revelation). Keduanya bersinergi satu dengan yang lain, sebagai modus Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia. Misi Allah adalah misi Allah menyatakan atau memperkenalkan diri-Nya kepada manusia. Ada dua modus misi penyataan Allah, yaitu modus penciptaan dan modus perkataan. Dengan kata lain, misi Allah adalah misi melalui aksi penciptaan dan misi melalui perkataan yang ditulis dan yang kemudian diberitakan. Gereja, dalam sejarahnya, jatuh hanya pada salah satu sisi misi Allah, sehingga membentuk kutub misi ekstrim kiri, yakni misi penciptaan (humanity) dan misi ekstrim kanan yakni misi pemberitaan Firman (spirituality), pada hal, Allah tidak bermaksud demikian. Penyusun Mazmur 19 mengajak dua kutub misi yang ekstrim untuk memformulasi misi yang seutuhnya, lepas dari kutub ekstrim dan berani untuk berangkulan dengan kutub yang lain, sehingga menghasilkan suatu bangunan misi yang seutuhnya. Misi Allah tidak berhenti pada misi penciptaan, sebagaimana Pemazmur yang menulis Mazmur 19 tidak hanya berhenti pada ayat 7, melainkan berlanjut pada misi pemberitaan, yaitu misi melalui Firman Tuhan, sebagaimana yang dikemukakan Pemazmur pada ayat 8 dan seterusnya. Misi yang hanya berhenti pada ayat 7 menghasilkan misi agama-agama, karena agama ada sebagai respon terhadap penyataan Allah secara umum. Inilah misi yang tidak bersingungan dengan tema keselamatan, pada hal, setelah penciptaan, dunia bukan hanya dinodai, melainkan dirusak oleh dosa manusia, sehingga misi penciptaan tidak mungkin lagi berlanjut. Misi penciptaan sesungguhnya berhenti pada kitab Kejadian pasal dua. Karena itu, Allah melanjutkan dengan misi, yaitu keselamatan dari dosa dengan cara memberikan Firman, yang membebaskan manusia dari dosa (Kej 3:15). Misi ini dimulai oleh Allah dengan memilih orang tertentu, seperti Abraham, sampai memilih bangsa tertentu, seperti Israel untuk menjadi alat misi. Misi ini dilaksanakan secara eksklusif oleh orang atau bangsa tertentu, namun untuk menjangkau orang atau bangsa secara inklusif. Dari uraian di atas, maka misi yang bersifat inklusif yaitu misi ALLAH melalui ciptaan-Nya, dan misi ini berlanjut pada misi yang bersifat eksklusif, yaitu misi TUHAN melalui Firman-Nya. Misi inklusif melalui penciptaan adalah misi universal, sedangkan misi ekslusif melalui firman adalah misi bersifat partikular. Allah hanya memberikan Firman-Nya (Taurat, Peraturan, Titah, Perintah, Takut akan Tuhan, dan Hukum) kepada umat pilihan-Nya. Karena itu, Mazmur 19:8-11 adalah himne pujian umat Allah, yaitu umat yang berkitab, yang memuji Allah karena mengenal Allah melalui Firman Allah. Lebih jauh lagi, misi penyataan Allah melalui alam semesta, hanya dapat dimengerti dan dialami melalui misi penyataan Allah secara khusus yaitu Firman Tuhan. Artinya, manusia dapat mengenal Allah melalui alam semesta dalam terang Firman Tuhan. Tanpa beriman kepada Firman, manusia tidak dapat mengenal Allah melalui alam semesta. Akhirnya, sekalipun dua modus tidak dapat dipisahkan, namun keduanya dapat dibedakan. Misi Allah menyatakan diri-Nya melalui penciptaan adalah bersifat umum karena dialamatkan kepada semua orang; sedangkan misi Allah menyatakan diri-Nya melalui Firman-Nya adalah bersifat tertentu, yaitu khusus kepada umat pilihan atau umat yang berkitab. Pengenalan akan Allah melalui Taurat Tuhan adalah lebih jelas atau lebih terang dibandingkan dengan pengenalan melalui alam. Karena pengenalan melalui Taurat Tuhan adalah bersifat obyektif, yaitu manusia mengenal berdasarkan wahyu Allah yang tertulis; sedangkan pengenalan akan Allah melalui alam adalah bersifat subyektif, yaitu manusia mengenal Allah berdasarkan sudut pandang dan latar belakang dari manusia itu sendiri melihat dan memaknai ciptaan Allah. Karena itu, penyataan Allah secara umum melalui alam melahirkan penyembahan dan pujian kepada Allah yang tidak dikenal atau penyembahan berhala. Sedangkan penyataan Allah secara khusus melalui Firman melahirkan ibadah kepada yang dikenal melalui hubungan. Karena itu, kekristenan bukan hanya suatu agama, melainkan lebih dari itu, yaitu hubungan dengan Allah. Kristen bukan hanya agama yang mengakui adanya Allah, melainkan mengenal Allah dan Tuhan dengan cara berhubungan secara intim.
MANAJEMEN MUTU PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN KONTEMPORER BAGI PENINGKATAN PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN DI ABAD XXI Stevri Indra Lumintang
Voice of Wesley: Jurnal Ilmiah Musik dan Agama Vol 2, No 2 (2019): J.VoW Vol. 2 No. 2 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia Wesley Methodist Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36972/jvow.v2i2.24

Abstract

The objective of this research was to analize deeply and objectively the contemporary management quality of some leaders and their leadership at religiousity higher educations in Indonesia for finding a model of quality improvement the higher education. This research was based upon the naturalistic paradigm with qualitative approach, and the said methodology was a phenomenologic method, by using Ishikawa Fishbone Diagram as a technical tool to improve the quality. The datas were colleted through participant observation using interview, and document study. The data analysis and interpretation indicate that: (1) The real problem is the weak management quality; (2) The weak management quality is caused by the weak leaders and leadership. This main factor influences other factors, just as all influence one and another; (3) The root of weak management quality is caused by the weak leader and leadership. The findings lead to the recommendation to practice quality improvement, and to apply the model of quality improvement, in order for it be one of the quality religiousity higher education in this 21st century.
Lordship and Humanity Principles for The Peace of Indonesia: An Integrative Study of Theology and Ideology Stevri Penti Novri Indra Lumintang
Analisa: Journal of Social Science and Religion Vol 6, No 02 (2021): Analisa Journal of Social Science and Religion
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (686.937 KB) | DOI: 10.18784/analisa.v6i02.1470

Abstract

This study is stimulated by the background of the gap regarding the understanding and application between the Indonesian ideology of Pancasila and theology (religion) among both Muslims and Christians. This research aimed to study the integration between Christian theology and the Indonesian ideology of Pancasila. This research was based upon the naturalistic paradigm with a qualitative approach and integrative research method to find a model for solving religious intolerance and violence, which is often manipulated by political interests. This integrative study, especially integral dialectical synthesis, is to find a holistic knowledge of the doctrine of the principle of One Lordship, just and civilized humanity according to Christian theology and ideology of Pancasila as a model of integration. The integrative study between theology and ideology confirms that each of the five principles of Pancasila is theological, and even a mandate that believers (the Christians community) must obey. The relationship between Christian theology and the ideology of Pancasila is an integrative relationship because God and humanity are also integrative. These findings suggest that all Christians live in love and respect to their fellow humans, both Christian and non-Christian. Loving God and others means loving the Indonesian people by participating in overcoming the nation's problems and building the Indonesian nation's welfare for the welfare of the nation is our (all Indonesian citizens) wellbeing.
Finalitas Kekristenan dan Argumentasinya yang Final Stevri Indra Lumintang
Jurnal Missio Cristo Vol. 2 No. 1 (2019): Jurnal Missio-Cristo April 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sola Gratia Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.914 KB) | DOI: 10.58456/jmc.v2i1.1

Abstract

Abstract: No religion could ever deny the fact that there is an element of religious plurality and its influences in a plural society. Each religion possesses a claim on the finality or uniqueness of the Lord they worship and believe in. Among the Christians living in a Christian majority society, the topic of "the finality of Christ and Christianity" is no of an interest to them. This is because they are living in a "safe zone". However, where they are a minority in a society such topic is taboo and they are prohibited to talk about it for fear of "intimidation" from the majority. This article is written with the view of putting forwards four arguments on the claim of "the finality of Christianity". These are namely psychological, theological, missiological, and historical. These arguments give some implications to strengthen the faith of Christians and thereby to cause them to be more passionate in loving their God and neighbours.