Muhammad Hilali Basya
Universitas Muhammadiya Jakarta

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

The concept of religious pluralism in Indonesia: a study of the MUI’s fatwa and the debate among Muslim scholars Basya, Muhammad Hilaly
Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies Vol 1, No 1 (2011): Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies
Publisher : State Institute of Islamic Studies (STAIN) Salatiga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

In 2005 The Council of Indonesian Ulama (MUI) issued a controversial fatwa. Thefatwa states that it is prohibited for Muslims to develop the ideas of religiouspluralism. The fatwa had provoked heat debate among Indonesian Muslim scholars.For the opponent of the fatwa, the modern Indonesian state should be supportedby the ideas of pluralism. They are disappointed with the fatwa, since itwould diminish religious pluralism in Indonesia. On the other hand, the protagonistof the fatwa said that the MUI has done good decision. The ideas of pluralismare seen by them would threaten Islamic faith. They believed that those whocampaigned for the idea of pluralism are the agent for “western” interest. Thedebate regarding the MUI’s fatwa banning Muslims to adopt pluralism ideas indicatesthat the concept of pluralism campaigned by some Muslim scholars is notmonolithic. This paper would like to explore various conceptions of religious pluralismamong Indonesian Muslim scholars.Pada 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan sebuah fatwakontroversial. Fatwa itu menyatakan haram hukumnya bagi kaum Muslim untukmengembangkan gagasan-gagasan tentang pluralisme agama. Fatwa telahmengundang perdebatan panas di kalangan sarjana Muslim Indonesia. Bagi parapenentang fatwa, Negara Indonesia modern harus didukung dengan gagasanpluralisme. Mereka kecewa atas fatwa karena telah mengurangi pluralismekeagamaan di Indonesia. Di sisi lain, para pendukung fatwa menyatakan bahwaMUI telah mengeluarkan keputusan yang benar. Bagi mereka, gagasan pluralismeakan mengancam keimanan Islam. Mereka yakin bahwa orang-orang yangmengampanyekan gagasan tentang pluralisme merupakan agen kepentinganBarat. Perdebatan mengenai fatwa MUI yang melarang kaum Muslim mengadopsigagasan pluralisme menunjukkan bahwa konsep pluralisme yang dikampanyekansebagian sarjana Muslim tidaklah monolitik. Kajian ini akan mengeksplorasiberbagai konsep pluralisme keagamaan di kalangan sarjana Muslim Indonesia. 
KEMBALI KE AL-QUR’AN PERSPEKTIF HEMERNEUTIKA PEMBEBASAN Basya, M Hilaly
Jurnal Bestari No 35 (2003)
Publisher : Jurnal Bestari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2729.802 KB)

Abstract

Seruan kembali ke al-Qur?an memiliki ?daya dobrak teologis? yang bermuara pada keberagamaan yang progresif dan humanis.Namun,belakangan ada modifikasi bahwa seruan tersebut mutlak dijadikan mekanisme untuk menolak modernitas,sebelum dianggap mengancam eksistensi nilai-nilai Islam.Jejak semacam itu muncul banyak parilan.Mereka meniscayakan ketudukan seperti al-Qur?an dalam bentuknya yang tekstual;teks yang diposisikan sebagai sesuatu yang transeden,tidak terpengaruh oleh ?hiruk pikuk? problem kekinian,teks menjadi mati lantaran diposisikan monointerpretatif,yang ditafsirkan sekali dan berlaku untuk selamanya.Kini,dibutuhkan suatu pembebasan diri dalam melakukan pembacaan hermeneutik menjadi alternatif pilihan untuk mendinamiskan pemahaman terhadap teks,dan untuk menghadirkan teks pada konteks kekinian dan kedisinian.
Media Sosial dan Pergulatan Masyarakat Muslim Indonesia di Inggris: Merayakan ‘Ingatan’ tentang Tanah Air dalam Konteks ‘Lokal’ Basya, M. Hilali
MAARIF Vol 13 No 1 (2018): Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (136.793 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v13i1.10

Abstract

Semakin meningkatnya teknologi komunikasi membuat cara berinteraksi masyarakat dan otoritas keilmuan mengalami pergeseran. Saat ini media sosial (medsos) seperti Facebook (FB) dan Whatsapp (WA) menjadi media yang paling sering digunakan dalam berkomunikasi, baik dalam bentuk percakapan singkat maupun diskusi yang mendalam. Meskipun percakapan secara langsung (face to face) antar individu dan diskusi dalam forum masih tetap terjadi, namun aktifitas semacam ini mengalami peningkatan dalam dunia maya terutama melalui FB dan WA. Konsekuensinya, sebuah diskusi yang sebelum dominasi medsos hanya melibatkan narasumber atau komentator secara terbatas dan sesuai dengan keahliannya, saat ini bisa menempatkan siapapun berada dalam posisi tersebut. Semua orang, termasuk yang awam sekalipun, bisa menjadi narasumber yang sepertinya sangat memahami sebuah topik. Artikel ini mengkaji tentang bagaimana masyarakat Muslim Indonesia di Inggris menggunakan medsos. Sebagian besar dari mereka adalah dosen, aktifis, ulama muda, birokrat, dan lain-lain yang sedang menempuh pendidikan tingkat S2 atau S3. Hidup dalam nilai-nilai, norma, dan kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat Inggris yang tentu saja memiliki perbedaan dengan di Indonesia menjadi konteks sosial yang menarik untuk dikaji. Fokus yang ingin dijelaskan dalam artikel ini adalah bagaimana pengaruh konteks sosial tersebut terhadap cara masyarakat Muslim Indonesia di Inggris menggunakan media sosial.
Populisme Islam, Krisis Modal Sosial dan Tantangan Terhadap Demokrasi: Refleksi Pemilu 2019 Basya, M. Hilali
MAARIF Vol 14 No 1 (2019): Populisme Islam dan Tantangan Demokrasi Islam di Indonesia Pasca-Pilpres
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.448 KB) | DOI: 10.47651/mrf.v14i1.48

Abstract

Gerakan masif yang memprotes dan menolak hasil Pemilu 2019 di Indonesia mengindikasikan adanya ketidakpercayaan politik (political distrust) terhadap kedua lembaga Pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu, dan Pemerintah. Sebagian besar dari kelompok yang menyuarakan penolakan tersebut terhubung dalam identitas yang sama, yang menekankan kecintaan terhadap agamanya dan perasaan termarjinalisasi. Apa makna ketidakpercayaan tersebut dalam konteks gerakan Islam kontemporer dan negara demokrasi adalah fokus utama artikel ini. Artikel ini berupaya untuk mendiskusikan populisme Islam dalam pemilu 2019 yang secara khusus akan mengeksplorasi bagaimana dan mengapa populisme Islam tumbuh di masa pasca Orde Baru—terutama di Pemilu 2019—, seperti apa karakternya, dan bagaimana dampaknya terhadap masa depan demokrasi di Indonesia.
Implementation of The MUI’s Fatwa No.14/2020 Concerning Worship During Pandemic: Study on Muslim Society in Ternate Jenjang Waldiono; Muhammad Hilali Basya
Afkaruna: Indonesian Interdisciplinary Journal of Islamic Studies Vol 17, No 2: December 2021
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/afkaruna.v17i2.12835

Abstract

This article describes how Muslims deal with fatwa through examining the extent to which Muslims in Ternate (North Maluku) respond to MUI’ fatwa concerning the application of ibadah (worship) during the Covid-19 (Coronavirus) pandemic. In order to control and prevent the infection of the virus widely, people are required to stay at home and to keep their distance from crowds, including attending congregational worship (shalat jamaah) in mosques as issued in the MUI’s fatwa. The fieldwork was conducted in Ternate between March-May 2021, using qualitative research methods through participatory observation and interview. This article shows that the obedience of Muslim society in Ternate to the MUI’s fatwa is not only determined by aspects of the religious authority of the MUI, but also by local government, local religious leaders, and pragmatic considerations of the society as well as their perception about the dangerous impact of the Covid-19.
Muhammadiyah’s Fatwa about Hewan Kurban in 2005: A Study on Muhammadiyah’s Method in Producing Fatwa Muhammad Hilali Basya
Afkaruna: Indonesian Interdisciplinary Journal of Islamic Studies Vol 15, No 1: June 2019
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/AIIJIS.2019.0093.14-31

Abstract

The Majelis Tarjih of Muhammadiyah had issued a fatwa about hewan kurban (slaughtered animal for ‛Id al-Adha) in 2005. The fatwa asked Muslims to prioritize their money to support and aid sufferers of natural disaster in in Aceh and other places. The fatwa is controversial, because it produces new form of ‛Idul Adha. This article aims to explore the method used by the Majelis Tarjih in issuing the fatwa.
Islam and State: A Study on Al-Mawardi and An-Nabhani’s thought and its Compatibility in Indonesian Context Fathor Rohman; M Hilali Basya; Sopa Sopa
Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies Vol 5 No 2 (2021): Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies
Publisher : Laboratorium Prodi Pendidikan Agama Islam UNJ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21009/005.02.06

Abstract

Even though study concerning Islam and politics has been conducted by many researchers, few of them investigating about compatibility of Islamic political thoughts, which originated from the classical and medieval periods that have been influencing Islamic political movements and thoughts in Indonesia, with Indonesian context. Thoughts of Imam al-Mawardi (lived in the 12th Century) and Taqiyuddin al-Nabhani (lived in the 20th Century) are some of them that should be mentioned in this regard. Islamic political thoughts of al-Mawardi become the main reference for Sunni Muslims who are majority in Indonesia, while Islamic political thought of al-Nabhani become the main guidance of HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) movement of which its members and followers are many in Indonesia. This article investigates about the political thoughts of al-Mawardi and al-Nabhani concerning the relationship between Islam and state as well as their compatibility with Indonesian context. This study uses the library research in which its primary resources are books written by al-Mawardi entitled Al-Ahkam al-Sulthaniyah and al-Nabhani entitled Ad-Daulah al-Islamiyah. By utilizing qualitative content analysis, data were collected and analyzed. This article argues that the Islamic political thought of al-Mawardi has been adopted by majority of Indonesian Sunni Muslims with some adjustments with Indonesian context, so that his thoughts become compatible with the concept of modern nation-state of Indonesia. On the other side, Islamic political thought of al-Nabhani which developed within a spirit of resistance to Western (European) colonialism has been adopted and campaigned by HTI without adjustment with Indonesian context. This causes al-Nabhani’s thought clashes with the concept of modern nation-state of Indonesia.
The concept of religious pluralism in Indonesia: a study of the MUI’s fatwa and the debate among Muslim scholars Muhammad Hilaly Basya
Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies Vol 1, No 1 (2011): Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies
Publisher : IAIN Salatiga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18326/ijims.v1i1.69-93

Abstract

In 2005 The Council of Indonesian Ulama (MUI) issued a controversial fatwa. Thefatwa states that it is prohibited for Muslims to develop the ideas of religiouspluralism. The fatwa had provoked heat debate among Indonesian Muslim scholars.For the opponent of the fatwa, the modern Indonesian state should be supportedby the ideas of pluralism. They are disappointed with the fatwa, since itwould diminish religious pluralism in Indonesia. On the other hand, the protagonistof the fatwa said that the MUI has done good decision. The ideas of pluralismare seen by them would threaten Islamic faith. They believed that those whocampaigned for the idea of pluralism are the agent for “western” interest. Thedebate regarding the MUI’s fatwa banning Muslims to adopt pluralism ideas indicatesthat the concept of pluralism campaigned by some Muslim scholars is notmonolithic. This paper would like to explore various conceptions of religious pluralismamong Indonesian Muslim scholars.Pada 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan sebuah fatwakontroversial. Fatwa itu menyatakan haram hukumnya bagi kaum Muslim untukmengembangkan gagasan-gagasan tentang pluralisme agama. Fatwa telahmengundang perdebatan panas di kalangan sarjana Muslim Indonesia. Bagi parapenentang fatwa, Negara Indonesia modern harus didukung dengan gagasanpluralisme. Mereka kecewa atas fatwa karena telah mengurangi pluralismekeagamaan di Indonesia. Di sisi lain, para pendukung fatwa menyatakan bahwaMUI telah mengeluarkan keputusan yang benar. Bagi mereka, gagasan pluralismeakan mengancam keimanan Islam. Mereka yakin bahwa orang-orang yangmengampanyekan gagasan tentang pluralisme merupakan agen kepentinganBarat. Perdebatan mengenai fatwa MUI yang melarang kaum Muslim mengadopsigagasan pluralisme menunjukkan bahwa konsep pluralisme yang dikampanyekansebagian sarjana Muslim tidaklah monolitik. Kajian ini akan mengeksplorasiberbagai konsep pluralisme keagamaan di kalangan sarjana Muslim Indonesia. 
Media Sosial dan Pergulatan Masyarakat Muslim Indonesia di Inggris: Merayakan ‘Ingatan’ tentang Tanah Air dalam Konteks ‘Lokal’ M. Hilali Basya
MAARIF Vol 13 No 1 (2018): Islam dan Media: Kontestasi Ideologi di Era Revolusi Digital
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47651/mrf.v13i1.10

Abstract

Semakin meningkatnya teknologi komunikasi membuat cara berinteraksi masyarakat dan otoritas keilmuan mengalami pergeseran. Saat ini media sosial (medsos) seperti Facebook (FB) dan Whatsapp (WA) menjadi media yang paling sering digunakan dalam berkomunikasi, baik dalam bentuk percakapan singkat maupun diskusi yang mendalam. Meskipun percakapan secara langsung (face to face) antar individu dan diskusi dalam forum masih tetap terjadi, namun aktifitas semacam ini mengalami peningkatan dalam dunia maya terutama melalui FB dan WA. Konsekuensinya, sebuah diskusi yang sebelum dominasi medsos hanya melibatkan narasumber atau komentator secara terbatas dan sesuai dengan keahliannya, saat ini bisa menempatkan siapapun berada dalam posisi tersebut. Semua orang, termasuk yang awam sekalipun, bisa menjadi narasumber yang sepertinya sangat memahami sebuah topik. Artikel ini mengkaji tentang bagaimana masyarakat Muslim Indonesia di Inggris menggunakan medsos. Sebagian besar dari mereka adalah dosen, aktifis, ulama muda, birokrat, dan lain-lain yang sedang menempuh pendidikan tingkat S2 atau S3. Hidup dalam nilai-nilai, norma, dan kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat Inggris yang tentu saja memiliki perbedaan dengan di Indonesia menjadi konteks sosial yang menarik untuk dikaji. Fokus yang ingin dijelaskan dalam artikel ini adalah bagaimana pengaruh konteks sosial tersebut terhadap cara masyarakat Muslim Indonesia di Inggris menggunakan media sosial.
Populisme Islam, Krisis Modal Sosial dan Tantangan Terhadap Demokrasi: Refleksi Pemilu 2019 M. Hilali Basya
MAARIF Vol 14 No 1 (2019): Populisme Islam dan Tantangan Demokrasi Islam di Indonesia Pasca-Pilpres
Publisher : MAARIF Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47651/mrf.v14i1.48

Abstract

Gerakan masif yang memprotes dan menolak hasil Pemilu 2019 di Indonesia mengindikasikan adanya ketidakpercayaan politik (political distrust) terhadap kedua lembaga Pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu, dan Pemerintah. Sebagian besar dari kelompok yang menyuarakan penolakan tersebut terhubung dalam identitas yang sama, yang menekankan kecintaan terhadap agamanya dan perasaan termarjinalisasi. Apa makna ketidakpercayaan tersebut dalam konteks gerakan Islam kontemporer dan negara demokrasi adalah fokus utama artikel ini. Artikel ini berupaya untuk mendiskusikan populisme Islam dalam pemilu 2019 yang secara khusus akan mengeksplorasi bagaimana dan mengapa populisme Islam tumbuh di masa pasca Orde Baru—terutama di Pemilu 2019—, seperti apa karakternya, dan bagaimana dampaknya terhadap masa depan demokrasi di Indonesia.