Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENGARUH TERAPI TAMSULOSIN DENGAN DUTASTERID TERHADAP KUALITAS HIDUP PASIEN Benign Prostate Hyperplasia di RSUD GUNUNG JATI CIREBON Pandanwangi TW, Siti; Fauzia, Rizki Rahmah
Farmasains : Jurnal Ilmiah Ilmu Kefarmasian Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (470.965 KB) | DOI: 10.22236/farmasains.v5i2.1510

Abstract

Penyakit pembesaran prostat jinak, disebut juga BPH (Benign Prostate Hyperplasia)  menjadi urutan kedua penyakit tersering, setelah penyakit batu saluran kemih yang sering dijumpai di klinik urologi Indonesia. Secara umum, 5% atau sekitar 5 juta dari jumlah pria di Indonesia sudah masuk ke dalam kelompok usia 60 tahun ke atas, dan dinyatakan bahwa sekitar 2,5 juta pria Indonesia menderita penyakit BPH. Kajian ini bertujuan untuk melihat pengaruh terapi tunggal Tamsulosin, Dutasteride pada pasien pembesaran prostat jinak atau BPH (Benign Prostate Hyperplasia) di RSUD Gunung Jati Cirebon terhadap penurunan kualitas hidupnya.  Populasi dan sampel adalah pasien BPH dengan kriteria usia ? 50 tahun tanpa penyakit penyerta Diabetes Melitus maupun Hipertensi yang berkunjung ke poli Urologi RSUD. Gunung Jati Cirebon dari Bulan Maret 2016 ? Agustus 2016. Diperoleh sampel 14 pasien dengan terapi Tamsulosin, 14 pasien dengan terapi Dutasteride. Data diperoleh dari alat bantu nilai IPSS (International Prostate Symptom Score) dan kriteria penurunan kualitas hidup. Analisa data menggunakan regresi linear untuk melihat pengaruh terapi terhadap penurunan kualitas hidup. Pemberian terapi tunggal Tamsulosin dalam penurunan rata-rata kualitas hidup pasien BPH adalah 3.109 ; Dutasteride adalah 3.276. Artinya penggunaan terapi tamsulosin lebih baik dibanding Dutasterid
Budaya Hukum Apoteker Dalam Pemberian Informasi, Edukasi dan Penyerahan Obat Keras (Daftar G) Fauzia, Rizki Rahmah
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (156.901 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v4i10.758

Abstract

Tujuan dari penelitian yaitu untuk memahami dan mengkaji bagaimanakah budaya hukum apoteker yang terbentuk berkaitan dengan pemberian informasi, edukasi, dan penyerahan obat keras dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dan untuk mengkaji serta menelaah upaya-upaya yang dilakukan oleh IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) sebagai organisasi profesi apoteker dalam menangani kasus tidak adanya pemberian informasi, edukasi, dan penyerahan obat keras oleh apoteker.Adapun metode penelitian yang digunakan yaitu dengan pendekatan non doktrinal yaitu socio-legal. Hasil penelitian menunjukkan masih adanya pembelian obat keras tanpa resep dokter dan ketidakhadiran apoteker di tempat praktik saat jam buka apotek sehingga pelayanan informasi, edukasi, dan penyerahan obat keras tidak dilakukan oleh apoteker. Hal tersebut disebabkan karena kesadaran dan kepatuhan apoteker terhadap Peraturan Pemerintah No.51 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 21 ayat (2) masih rendah sehingga terbentuklah budaya hukum yang apatis dikarenakan tidak adanya pembinaan dan pengawasan yang ketat dari Dinas Kesehatan beserta IAI sebagai organisasi profesi. Adapun upaya yang dilakukan oleh IAI terhadap apoteker yang tidak hadir di apotek sehingga tidak memberikan pelayanan informasi, edukasi, dan penyerahan obat keras dengan terus melakukan sosialisasi kepada apoteker tentang tugas dan kewajibannya, walaupun tidak adanya sanksi yang dibuat oleh organisasi profesi apabila apoteker tidak melakukan pemberian informasi, edukasi, dan penyerahan obat keras kepada pasien. Tidak adanya sanksi yang dibuat oleh organisasi profesi menandakan bahwa kesadaran dan kepatuhan pengurus organisasi IAI terhadap hukum masih kurang. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yaitu bahwa budaya hukum apoteker dalam pemberian informasi, edukasi, dan penyerahan obat keras adalah budaya hukum yang apatis.Untuk merubah budaya hukum apoteker yang apatis tersebut maka perlu dilakukan sosialisasi ulang kepada apoteker dan pemilik fasilitas pelayanan kefarmasian. IAI sebagai organisasi profesi harus lebih mengetahui dan memahami peraturan yuridis yang berlaku serta membuat panduan tertulis (buku saku) kepada anggota profesinya. Kata Kunci : Budaya Hukum, Apoteker, Pemberian Informasi
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran dan Kepatuhan Masyarakat dalam Mematuhi Protokol Kesehatan di Era Covid-19 Fauzia, Rizki Rahmah; Sundari, Retno Tresno; Arifin, Zaenal
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (272.937 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v6i10.4287

Abstract

Menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak di era COVID-19 merupakan salah satu bentuk kesadaran dan kepatuhan dalam menjalankan protokol kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan di era COVID-19 dan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam mematuhi prtotkol kesehatan di era COVID-19. Penelitian ini merupakan deskriptif analitik dengan instrumen penelitian berupa wawancara dan kuesioner. Responden berjumlah 100 orang yang berusia 18-50 tahun. Adapun butir soal didalam kuesioner dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Hasil penelitian berupa persentase dari faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan dalam mematuhi protokol kesehatan. Kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan di era COVID-19 adalah sangat baik dengan persentase masyarakat yang mengetahui anjuran dari pemerintah tentang protokol kesehatan sebesar 100%, dan masyarakat yang sudah sadar dan mengerti mengenai protokol kesehatan sebesar 97%. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan di era COVID-19 yaitu masyarakat yang sudah menggunakan masker saat keluar rumah sebesar 95%, masyarakat yang sudah patuh dengan pemerintah dengan melakukan mencuci tangan setelah keluar dari rumah sebesar 98%, masyarakat yang sudah patuh dengan anjuran pemerintah dengan selalu menjaga jarak saat berada dikerumunan sebesar 94%, masyarakat yang sudah mengetahui apabila melanggar protokol kesehatan dapat dikenakan sanksi sebesar 90%.