Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Analisis Kejadian Abrasi Kornea pada Pasien dengan Trikiasis Akibat Entropion Savitri, I Dewa Ayu P.; Supit, Wenny P.; Tumewu, Sigmund I. E.
e-CliniC Vol 7, No 2 (2019): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v7i2.26875

Abstract

Abstract: Trichiasis is a condition of abnormal growth of eyelashes that results in scraping of the eyelashes on the corneal surface; therefore, ulceration or abrasion of the corneal can occur. One of the causes of trichiasis is entropion that can occur involutionally due to aging process. This study was aimed to obtain the correlation between incidence of corneal abrasion and trichiasis due to entropion. This was a prospective and analytical study. Subjects were elderly people at Panti Werdha Senja Cerah (nursing home) and elderly patients who visited the North Sulawesi Province Eye Hospital during September to November 2019. The result showed that there were 30 subjects with involutional entropion that reached the peak at interval of 75-79 years old. Elderly females were predominant as many as 20 people (67%). Corneal abrasion was found in 4 subjects (13%) with trichiasis due to entropion. The chi-square test of the correlation between trichiasis due to entropion and corneal abrasion obtain a p-value of 0.030 (p<0.05). In conclusion, there was a significant relationship between trichiasis due to entropion and the incidence of corneal abrasion.Keywords: corneal abrasion, trichiasis, entropion Abstrak: Trikiasis merupakan pertumbuhan abnormal dari bulu mata yang mengakibatkan penggesekan bulu mata pada kornea yang dapat mengakibatkan terjadinya ulserasi maupun abrasi kornea. Salah satu penyebab trikiasis ialah entropion, yang dapat terjadi secara involusional (senilis) akibat proses penuaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kejadian abrasi kornea dan trikiasis akibat entropion. Penelitian ini dilakukan pada orang lanjut usia di Panti Werdha Senja Cerah Paniki dan pasien yang berkunjung di UPTD Rumah Sakit Mata Provinsi Sulawesi Utara periode September-November 2019. Jenis penelitian ialah analitik prospektif. Hasil penelitian mendapatkan 30 orang lanjut usia dengan entropion involusional disertai trikiasis. Insidensi entropion involusional mencapai puncaknya pada interval 75-79 tahun (26,27%) dan lebih banyak pada jenis kelamin perempuan (67%).. Kejadian abrasi kornea pada pasien dengan trikiasis akibat entropion sebanyak 4 orang (13%). Hasil uji chi-square terhadap hubungan antara trikiasis akibat entropion dan terjadinya abrasi kornea mendapatkan nilai signifikansi sebesar 0,030 (p<0,05). Simpulan penelitian ini ialah terdapat hubungan bermakna antara trikiasis akibat entropion dan terjadinya abrasi kornea.Kata kunci: abrasi kornea, trikiasis, entropion
Gambaran Tingkat Pengetahuan tentang Pterygium pada Pengendara Bentor di Kecamatan Mananggu Ama, Dewinta P.; Manoppo, Rillya D. P.; Supit, Wenny P.
e-CliniC Vol 9, No 1 (2021): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v9i1.31706

Abstract

 Abstract: Pterygium is a degenerative and invasive fibrovascular tissue growth in bulbar conjunctiva triggered by ultraviolet rays, therefore, outdoor activities for a long period may increase the risk of pterygium. This study was aimed to obtain an overview of knowledge levels regarding pterygium among bentor drivers at Mananggu District. This was a descriptive and survey study. Samples were 36 respondents who met the inclusion criteria, collected by using the accidental sampling technique. Data of respondents were obtained by using questionnaires of 10 questions related to pterygium and then were analyzed by using the univariate analysis. The results showed that 8 respondents (22.2%) had good knowledge level, 14 respondents (38.9%) had fair knowledge level, and 14 respondents (38.9%) had poor knowledge level. In conclusion, most of bentor drivers at Mananggu district did not have good knowledge level regarding pterygiumKeywords: pterygium, knowledge level, bentor drivers Abstrak: Pterigium merupakan suatu pertumbuhan jaringan fibrovaskular pada konjungtiva bulbar yang bersifat degeneratif dan invasif. Faktor utama pemicu terjadinya pterigium ialah sinar ultraviolet sehingga beraktivitas diluar ruangan dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya pterigium. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan tentang pterigium pada pengendara bentor di Kecamatan Mananggu. Jenis penelitian ialah survei deskriptif. Sampel penelitian diambil menggunakan teknik accidental sampling dan diperoleh 36 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Data penelitian diperoleh melalui kuesioner yang berisi 10 pertanyaan terkait pterigium dan dianalisis secara univariat. Terdapat 8 responden (22,2%) memiliki tingkat pengetahuan baik mengenai pterigium, 14 responden (38,9%) memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan 14 responden (38,9%) memiliki tingkat pengetahuan kurang. Simpulan penelitian ialah sebagian besar pengendara bentor di Kecamatan Mananggu belum memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai pterigiumKata kunci: pterigium, tingkat pengetahuan, pengendara bentor
Pengaruh Kafein terhadap Tekanan Intraokular Juanito, Julian; Supit, Wenny P.; Rares, Laya M.
Medical Scope Journal Vol 2, No 2 (2021): Medical Scope Journal
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/msj.2.2.2021.31851

Abstract

Abstract: High intraocular pressure (IOP) is one of the risk factors of glaucoma or worsening of its prognosis. There are a lot of external factors that can affect IOP inter alia exercise, as well as some food and drinks. One of the drinks that could affect IOP is coffee that contains caffeine. This study was aimed to evaluate whether caffeine had an effect on IOP. This was a literature review study using 4 data bases, as follows: Clinical Key, Pub-med, Google Scholar, and Science Direct. The keywords were Caffeine OR Coffee OR Tea AND IOP OR Intraocular Pressure. Based on inclusion and exclusion criteria, 10 literatures were selected. The results showed that some literatures reported an increase in IOP after caffeine consumption, the others reported a decrease in IOP, meanwhile some others did not find any change of IOP. In conclusion, the effect of caffeine on IOP was acute. People who had high intensity of caffeine consumption had a more significant increase in IOP after consuming caffeine.Keywords: caffeine, intraocular pressure (IOP)  Abstrak: Peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya glaukoma atau memperburuk prognosis glaukoma. Terdapat banyak faktor eksternal yang dapat memengaruhi TIO, antara lain olahraga, minuman, dan makanan. Salah satu minuman yang dapat memengaruhi TIO ialah kopi yang mengandung kafein. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh kafein pada tekanan intraokular. Jenis penelitian ialah literature review. Pencarian data menggunakan empat database yaitu Clinical key, PubMed, Google scholar, dan Science direct. Kata kunci yang digunakan yaitu Caffeine OR Coffee OR Tea AND IOP OR Intraocular Pressure. Seleksi data berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi mendapatkan 10 literatur. Hasil kajian mendapatkan bahwa beberapa penelitian melaporkan adanya peningkatan TIO setelah konsumsi kafein, penelitian lain melaporkan penurunan TIO, dan terdapat pula penelitian yang tidak menemukan perubahan apapun. Simpulan penelitian ini ialah pengaruh kafein pada TIO hanya berlangsung akut. Individu yang memiliki intensitas konsumsi kafein lebih tinggi menunjukkan peningkatan TIO yang lebih nyata setelah mengonsumsi kafein.Kata kunci: kafein, tekanan intraokular (TIO) 
Kelainan Refraksi Mata pada Anak Saiyang, Bella; Rares, Laya M.; Supit, Wenny P.
Medical Scope Journal Vol 2, No 2 (2021): Medical Scope Journal
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/msj.2.2.2021.32115

Abstract

Abstract: Refractive errors (ametropia) is caused by abnormality of the axial length or abnormality of refractive power of the eye. In children, refractive errors could cause blindness dure to lack of family attention. This study was aimed to obtain the general view of refractive errors among children. This was a literature review study using data of Google Search, ClinicalKey, and Google Scholar. Data were selected based on inclusion and exclusion criteria. There were 10 literatures selected, consisting of 2 case control studies and 8 cross-sectional studies. The results showed that refractive errors in children -myopia, hypermetropia, and astigmatism- were increasing not only in Indonesia. Refractive errors in children were classified according to sex and age with different disorders. Each child was examined by using gold standar. In conclusion, refractive errors in children were myopia, hypermetropia, and astigmatism. There was no significant difference between male and female. In children, studies of various age groups ranging from elementary to high school. This disorder could also occur based on the children’s activities, therefore, family attention was really needed.Keywords: refractive errors, children Abstrak: Kelainan refraksi (ametropia) dapat diakibatkan adanya kelainan axial length atau daya refraksi mata. Pada anak, gangguan refraksi menjadi salah satu penyebab kebutaan terbesar tanpa adanya perhatian dari keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum kelainan refraksi mata pada anak. Jenis penelitian ialah literature review. Pencarian data didapatkan dari Google Search, ClinicalKey dan Google Scholar. Seleksi data berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi, dan didapatkan 10 literatur yang terdiri dari 2 case control dan 8 studi potong lintang. Hasil penelitian mendapatkan bahwa kelainan refraksi pada anak berupa miopia, hipermetropia, dan astigmatisma yang meningkat bukan hanya di Indonesia. Kelainan refraksi pada anak digolongkan berdasarkan jenis kelamin dan usia dengan kelainan yang berbeda-beda. Setiap anak dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan baku emas. Simpulan penelitian ini ialah kelainan refraksi pada anak dapat berupa miopia, hipermetropia, dan astigmatisma. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Penelitian pada anak dilakukan pada berbagai golongan usia mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah. Kelainan refraksi dapat pula terjadi berdasarkan aktivitas yang dilakukan anak sehingga perhatian dari keluarga sangat dibutuhka.Kata kunci: kelainan refraksi, anak