Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : MARLIN : Marine and Fisheries Science Technology Journal

ANALISIS NUMERIK PENGARUH MULTIBODY PADA KONFIGURASI TRANSFER LNG SECARA SIDE-BY-SIDE DENGAN VARIASI JARAK Yuni Ari Wibowo; Anas Noor Firdaus
Marlin : Marine and Fisheries Science Technology Journal Vol 1, No 1 (2020): (Februari, 2020)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1784.418 KB) | DOI: 10.15578/marlin.V1.I1.2020.25-37

Abstract

Kebutuhan akan energi bersih dalam satu dekade terakhir terus meningkat seiring dengan kesadaran user dan regulator untuk menjaga kelestarian lingkungan, sehingga dibutuhkan berbagai macam upaya untuk mengelola dan memperluas produksinya. Salah satu jenis clean energy yang akhir-akhir ini menyita perhatian industri global adalah Liquefied Natural Gas (LNG). Asia Pasifik memiliki 9,4% dari cadangan gas dunia, dengan Indonesia menyumbang 1,53%. Kebanyakan cadangan LNG ditemukan pada laut lepas (offshore) dan terisolasi dari infrastruktur daratan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkanlah fasilitas struktur bangunan apung, seperti FSRU. FSRU sendiri biasanya ditambatkan pada jetty/dermaga dengan sistem berthing. Dalam mendesain dermaga perlu dipertimbangkan gaya-gaya yang timbul akibat kondisi berthing dengan konfigurasi side-by-side. Konfigurasi ini menciptakan efek multibody dalam perilaku hidrodinamika, sehingga penelitian ini bertujuan mengkaji efek multibody antara FSRU dan LNGC dengan variasi jarak satu sama lain 2, 4, 6 dan 8 m. Gerakan FSRU ditinjau dalam penelitian ini dengan skenario pemodelan tanpa pengaruh dan terpengaruh LNGC. Hal ini penting dilakukan dalam perancangan jetty karena FSRU ditambatkan pada jetty. Berdasarkan simulasi numerik analisis dinamis frequency domain yang dihasilkan, didapatkan bahwa efek multibody terlihat pada model side-by-side. Efek multibody akibat propagasi gelombang dari arah head seas (= 180o) tidak menyebabkan dampak signifikan pada variasi jarak, kecuali pada jarak 2 m akibat fenomena standing wave. Pada gelombang yang berpropagasi arah seperempat haluan (= 225o)) dan arah samping (= 270o)  juga terlihat adanya efek multibody pada variasi jarak. Pada model dengan jarak 4 dan 8 m, karakter RAO cenderung lebih rendah atau sama dengan RAO pada model FSRU free floating. Namun pada jarak 2 dan 6 m, karakter RAO lebih tinggi dari dari RAO FSRU free floating. Selain menaikkan dan menurunkan harga RAO gerakan, efek multibody juga menggeser frekuensi natural (?) struktur bangunan apung dengan beda 0.1 – 0.3 rad/s. Hal ini penting diketahui karena posisi frekuensi natural dapat memicu magnifikasi gerakan jika terjadi resonansi.The demand of clean energy in the last decade continues to increase along with the awareness of users and regulators to preserve the environment, so that efforts are needed to manage and expand their production. A type of clean energy that has recently caught the attention of the global industry is Liquefied Natural Gas (LNG). Asia Pacific has 9.4% of the world’s gas reserves, with Indonesia contributing 1.53%. Most LNG reserves are located in offshore and isolated from land infrastructure. To overcome these problems, floating structures, such as the FSRU, are needed. The FSRU is usually moored to the jetty / dock with the berthing system. In designing the jetty it is necessary to consider the forces that arise due to berthing condition with side-by-side configuration. This configuration create a multibody effect in hydrodynamic behavior, this study aims to examine the multibody effects between FSRU and LNGC with variations in distance 2, 4, 6 and 8 m. The FSRU movement was reviewed in this study with a modeling scenario without the influence and influence of the LNGC. This is important to evaluate in designing the jetty because the FSRU is moored to the jetty. According to the numerical simulation of the dynamic frequency domain analysis, it was found that the multibody effect was found in the side-by-side model. The multibody effect due to wave propagation from the direction of the head seas (= 180o)  does not cause a significant impact on the variation of the distance, except at a distance of 2 m due to the standing wave phenomenon. While the waves propagating in the direction of a quarter of the bow (= 225o) and the side direction (= 270o) a multibody effect is also found in the variation of distance. In models with a distance of 4 and 8 m, the RAO character tends to be lower or equal to RAO in the free floating FSRU model. Therefore at a distance of 2 and 6 m, the RAO character is higher than that of the RAO free floating FSRU. In addition to raising and lowering the RAO price of the movement, the multibody effect also shifts the natural frequency of the floating structure with a difference of 0.1 - 0.3 rad / s. This is important to investigate because the position of natural frequencies can trigger magnification of the movement in the event of resonance.
BIOLOGI, KUALITAS AIR DAN PERIKANAN RAJUNGAN PORTUNUS PELAGICUS (LINNAEUS, 1758) DI KABUPATEN CIREBON Anas Noor Firdaus; Arif Baswantara; Yuni Ari Wibowo
Marlin : Marine and Fisheries Science Technology Journal Vol 1, No 2 (2020): (Agustus, 2020)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/marlin.V1.I2.2020.97-104

Abstract

Kabupaten Cirebon yang memiliki wilayah pesisir dan daerah pantai, tentu menjadikan sektor perikanan sebagai salah satu sektor unggulan, salah satunya adalah perikanan rajungan. Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas yang sangat penting di Kabupaten Cirebon. Satu dekade ini di daerah Cirebon, penangkapan rajungan telah meningkat (overfishing), selain itu, parameter biologi dan kualitas air sangat berpengaruh terhadap keberlanjutannya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui aspek biologi rajungan, menganalisis potensi rajungan terkait isu overfishing, menganalisis parameter lingkungan dari perairan, dan memahami aspek sosial nelayan rajungan di Cirebon. Penelitian menunjukkan bahwa secara umum rajungan jantan lebih banyak tertangkap dengan rasio jenis kelamin 1,6:1, rajungan jantan juga memiliki ukuran tubuh relatif lebih besar dibandingkan dengan rajungan betina. Fekunditas rajungan betina bertelur berkisar antara 1,69 juta sampai dengan 1,95 juta butir telur dengan tingkat kematangan gonad (TKG) ada direntang antara TKG II sampai dengan TKG V. Panjang rajungan pertama kali matang gonad (Lm) berada pada nilai 115,89 mm dan panjang rajungan pertama kali tertangkap (Lc) berada pada nilai 117,93 mm. Di Cirebon, lingkungan perairan sumberdaya rajungan, memiliki kisaran suhu antara 28° C dan 29° C, salinitas antara 25 ‰ dan 30 ‰, derajat keasaman (pH) antara 7 dan 8, serta tingkat kecerahan antara 4 dan 5 meter.
PENGARUH RESPON GERAKAN TANKER PADA SISTEM TERTAMBAT CONVENTIONAL BUOY MOORING (CBM) TERHADAP VARIASI BEBAN LINGKUNGAN Yuni Ari Wibowo; Anas Noor Firdaus; Lulut Alfaris
Marlin : Marine and Fisheries Science Technology Journal Vol 3, No 1 (2022): (Februari 2022)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/marlin.V3.I1.2022.15-25

Abstract

Perkembangan sistem transfer minyak dan gas lepas pantai terapung tidak bisa dilepaskan dari perkembangan sistem tambat untuk menjaga posisi bangunan apung dalam kondisi stasionkeeping. Respon gerakan dan tension tali tambat merupakan parameter penting yang digunakan dalam merancang konfigurasi sistem tali tambat. Sistem tali tambat yang biasa digunakan pada perairan dangkal adalah sistem Conventional buoy Mooring (CBM), selain kemudahan dalam proses instalasi dan perawatan, sistem ini juga relatif lebih murah jika dibandingkan dengan sistem point mooring yang dapat berputar mengikuti arah beban lingkungannya (weathervaning). Analisis numerik pada konfigurasi tertambat CBM dilakukan untuk mengidentifikasi respon gerakan bangunan apung akibat beban lingkungan secara collinear dan non-collinear. Simulasi time domain Cummins dilakukan untuk menyelesaikan persamaan gerak tanker dan sistem tambat secara simultan. Pada analisis yang dilakukan, didapatkan respon gerakan tanker pada kondisi pembebanan non-collinear lebih dominan pada gerakan surge, sway dan pitch sebesar 82%, 10% dan 12% secara berturut-turut. Sedangkan gerakan heave, roll dan yaw, respon gerakan lebih besar ditemukan pada pembebanan collinear sebesar 3%, 64% dan 17% secara berturut-turut. Berdasarkan analisis fast fourier transform (FFT) didapatkan spectral density gerakan horizontal (surge, sway dan yaw) memiliki dua puncak, puncak pertama pada frekuensi rendah (0.00-0,10 rad/s), dipengaruhi oleh frekuensi natural sistem tertambat yang beresonansi dengan gelombang orde-2 dan puncak kedua pada frekuensi 0.30 rad/s yang dipengaruhi oleh gelombang orde-1.The development of a floating offshore oil and gas transfer system cannot be separated from mooring system development to maintain the position of the floating structure in a stationary condition. Motion responses and mooring line tensions are crucial parameters used in mooring system configuration design. The configuration of mooring system commonly used in shallow waters is the Conventional Buoy Mooring (CBM). In addition to the ease of installation and maintenance, this system is also relatively cheaper than the point mooring system, which rotates in the direction of the environmental load (weathervaning). Numerical analysis on the CBM moored configuration was carried out to identify the motion responses of the floating structure due to collinear and non-collinear environmental load cases. Cummins time domain simulation was carried out to solve motion equation of the tanker and mooring system simultaneously. This analysis generated motion response of tanker under non-collinear loading conditions was significat in surge, sway and pitch motion of 82%, 10% and 12%, respectively. While the heave, roll and yaw motion, greater response motion were found in collinear of 3%, 64% and 17%, respectively. Based on the fast Fourier transform (FFT) analysis, it found the spectral density of horizontal motion (surge, sway and yaw) has two peaks, the first peak is at a low frequency (0.00-0.10 rad/s), influenced by the natural frequency of the moored system which resonates with the 2nd order wave and a second peak at a frequency of 0.30 rad/s which is influenced by a 1st order wave.