Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Penentuan Prioritas Pangkalan Utama Kapal Pengawas Perikanan untuk Pencegahan Illegal Fishing di WPP NRI - 715 Yaser Krisnafi; Muhammad Romdonul Hakim; Muhamad Riyono Edi Prayitno; Marcelino Willobrordus Maturbongs
Marine Fisheries : Journal of Marine Fisheries Technology and Management Vol. 12 No. 1 (2021): Marine Fisheries: Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut
Publisher : Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jmf.v12i1.33566

Abstract

Pemilihan pangkalan utama kapal pengawas perikanan menjadi sesuatu yang sangat penting dikarenakan dermaga pangkalan kapal pengawas perikanan berfungsi menunjang keberhasilan kegiatan operasional kapal pengawas perikanan. Masalah yang timbul adalah bagaimana cara menentukan dermaga atau pangkalan yang tepat untuk mendukung operasional kapal pengawas pada suatu wilayah perairan agar memperoleh hasil yang maksimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan prioritas pangkalan kapal pengawas di WPP NRI-715. Metode analisis yang digunakan dalam penentuan pangkalan prioritas kapal pengawas adalah TOPSIS. Prinsip kerja TOPSIS adalah alternatif yang dipilih harus memiliki jarak terdekat dari solusi ideal positif dan terjauh dari solusi ideal negatif. Hasil dari pengujian 10 alternatif dari 6 kriteria didapatkan Prioritas Pangkalan Utama kapal pengawas perikanan di WPP NRI - 715 adalah : Pangkalan PSDKP Bitung = 1,000; Pangkalan PSDKP Tual = 0,662 dan Stasiun PSDKP Ambon = 0,541. Perangkingan dari alternatif tersebut akan dijadikan usulan sebagai dasar penentuan strategi operasi kapal pengawas perikanan di WPP NRI - 715 sehingga mampu meminimalisasi kegiatan illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing. Kata kunci: TOPSIS, Dermaga Pangkalan Kapal Pengawas, WPP NRI - 715
DAMPAK RUMPON TERHADAP KEBIASAAN MAKAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA IKAN Muhamad Riyono Edi Prayitno; Muhammad Romdonul Hakim; Abdul Rahman
Marlin : Marine and Fisheries Science Technology Journal Vol 2, No 1 (2021): (Februari, 2021)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/marlin.V2.I1.2021.141-150

Abstract

Penggunaan rumpon oleh nelayan di perairan Samudera Hindia semakin marak. Ikan yang berkumpul di sekitar rumpon lebih mudah untuk ditangkap, sehingga hasil tangkapan nelayan meningkat. Meski demikian, terdapat kekhawatiran akan adanya dampak ekologis dari penggunaan rumpon yang terlalu banyak terhadap keberlangsungan sumberdaya ikan. Kurangnya sumber makanan di sekitar rumpon dapat menggiring kepada terjadinya kelaparan pada ikan-ikan yang berasosiasi dengannya. Kurangnya makanan dapat berdampak buruk pada kemampuan ikan untuk berkembangbiak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis ikan yang tertangkap di sekitar rumpon, mengetahui kondisi lambung dan jenis makanan ikan yang berasosiasi dengan rumpon dan menentukan dampak rumpon terhadap keberlangsungan sumberdaya ikan. Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi jenis ikan yang ditangkap menggunakan pukat cincin dan pancing ulur di sekitar rumpon laut dalam yang dipasang di Samudera Hindia selatan Jawa. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif, dengan aspek yang dikaji yaitu kondisi kepenuhan lambung dan jenis makanan ikan yang berkumpul di sekitar rumpon Sebanyak 279 sampel ikan dari berbagai jenis dibedah lambungnya untuk mengetahui kondisi kepenuhan lambung dan jenis makanannya. Terdapat 16 jenis ikan yang tertangkap di sekitar rumpon. Persentase ikan dengan lambung kosong yaitu 44%. Jenis makanan ikan yang ditangkap dengan pukat cincin yaitu lemuru, teri, dan cumi-cumi, sedangkan ikan yang ditangkap dengan pancing ulur memakan lemuru, teri, cumi-cumi, tongkol, cakalang, layang, udang dan larva Stomatopoda. Penggunaan rumpon dapat menimbulkan dampak negatif berupa kompetisi dalam memperoleh makanan yang ketersediaannya terbatas. Kondisi ini dapat mengganggu keberlangsungan sumberdaya ikan.
STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI KAWASAN MANGROVE BULAKSETRA, KABUPATEN PANGANDARAN Muhammad Romdonul Hakim; Yaser Krisnafi; Muhammad Riyono Edi Prayitno
Marlin : Marine and Fisheries Science Technology Journal Vol 2, No 1 (2021): (Februari, 2021)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/marlin.V2.I1.2021.151-156

Abstract

Kawasan mangrove Bulaksetra diinisiasi oleh masyarakat Desa Babakan, Kabupaten Pangandaran yang merehabilitasi kawasan pemukiman nelayan yang rusak oleh tsunami pada tahun 2006 dengan tumbuhan mangrove. Bibit mangrove yang ditanam untuk kegiatan rehabilitasi didominasi oleh Rhizophora apiculata. Metode pengamatan menggunakan transek kuadran. Hasil penelitian menunjukkan pada stasiun 1 Rhizophora apiculata menjadi jenis mangrove yang paling dominan untuk stadia pohon, anakan dan semai dengan Indeks Nilai Penting (INP) berturut-turut: 185,82; 100,00; dan 200,00. Pada stasiun 2 didominasi oleh Sonneratia spp. untuk stadia pohon, anakan dan semai dengan INP berturut-turut: 300,00; 66,67; dan 200,00. Terakhir, pada stasiun 3 hanya terdapat mangrove Rhizophora spp. pada stadia anakan dengan INP 200,00. Hasil ini menunjukkan bibit Rhizophora apiculata telah berhasil tumbuh dengan baik terbukti pada stasiun 2 dan 3 ditemukan Rhizophora apuiculata pada stadia anakan. Nilai indeks keanekaragaman < 2 menunjukkan kawasan mangrove Bulaksetra bersifat rentan apabila ada tekanan ekologis dari lingkungan sekitarnya.
STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI PULAU PEMAGARAN, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Muhammad Romdonul Hakim; Afriana Kusdinar; Malika Felizia Kiswandi; Safran Yusri
Marlin : Marine and Fisheries Science Technology Journal Vol 3, No 2 (2022): (Agustus 2022)
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/marlin.V3.I2.2022.87-96

Abstract

Pengamatan mangrove di Pulau Pemagaran, Kepulauan Seribu mengambil lokasi stasiun pengamatan di bagian utara, timur, selatan, dan barat Pulau Pemagaran dengan substrat berupa pasir berlumpur. Ekosistem mangrove di Pulau Pemagaran memiliki Indeks Nilai Penting (INP) berkisar dari 32,02 – 300,00. Pada stasiun 1 Rhizophora mucronata menjadi jenis mangrove yang paling dominan untuk stadia pohon dan anakan dengan INP masing-masing 250,00 dan 165,74; sedangkan untuk stadia semai Rhizophora stylosa menjadi jenis mangrove yang paling dominan dengan INP sebesar 81,41. Pada stasiun 2 mangrove jenis Sonneratia alba adalah yang paling dominan untuk stadia pohon dengan INP sebesar 106,09; sedangkan untuk stadia anakan dan semai Rhizophora mucronata menjadi mangrove yang paling dominan dengan INP masing-masing sebesar 174,58 dan 82,89. Pada stasiun 3 hanya terdapat 1 individu mangrove yaitu dalam stadia pohon sehingga Rhizophora stylosa memiliki INP sebesar 300,00. Terakhir, pada stasiun 4 hanya terdapat satu jenis mangrove yaitu Rhizophora stylosa pada stadia anakan dan semai sehingga INPnya sebesar 300,00. Rhizophora stylosa merupakan jenis mangrove yang sebarannya terdapat di seluruh stasiun, sekaligus menandakan merupakan mangrove baru yang sengaja ditanam di Pulau Pemagaran. Pulau Pemagaran memiliki nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 0 – 1,30. Hal ini menunjukkan keanekaragaman jenis mangrove yang tumbuh di Pulau Pemagaran tergolong rendah atau bersifat seragam.Observations of mangroves on Pemagaran Island, Seribu Islands took the location of observation stations in the north, east, south, and west of Pemagaran Island with the substrate in the form of muddy sand. The mangrove ecosystem on Pemagaran Island has an Important Value Index (INP) ranging from 32.02 – 300.00. At station 1 Rhizophora mucronata became the most dominant mangrove species for tree and tiller stages with INPs of 250.00 and 165.74, respectively; while for the seedling stage, Rhizophora stylosa became the most dominant mangrove species with an INP of 81.41. At station 2, the Sonneratia alba mangrove species was the most dominant for the tree stage with an INP of 106.09; while for the tiller and seedling stages, Rhizophora mucronata became the most dominant mangrove with INPs of 174.58 and 82.89, respectively. At station 3 there is only 1 individual mangrove, namely in the tree stage so that Rhizophora stylose has an INP of 300.00. Finally, at station 4 there is only one type of mangrove, namely Rhizophora stylosa at the tiller and seedling stages so that the INP is 300.00. Rhizophora stylose is a type of mangrove whose distribution is found in all stations, as well as indicating that it is a new mangrove deliberately planted on Pemagaran Island. Pemagaran Island has a diversity index value ranging from 0 to 1.30. This shows that the diversity of mangrove species growing on Pemagaran Island is low or uniform.
Pelestarian Ekosistem Mangrove Melalui Pemanfaatan Jeruju (Acanthus Ilicifolius) sebagai Makanan Ringan Alternatif Muhammad Romdonul Hakim; Abdul Rahman; Fajar Alhabsi; Vicky Rizky Affandi Katili; Mustasim Mustasim
Buletin SWIMP Vol 1 No 02: November 2021
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (233.235 KB) | DOI: 10.15578/bs.v1i02.15

Abstract

Abstract: Jeruju has so far been underutilized and even considered shrubs so that its habitat is often threatened. The purpose of this community service activity is to educate the public that jeruju can be processed into chips with high economic value, so it is important to maintain its sustainability. This activity was carried out by inviting 10 women from Babakan Village, Pangandaran Regency to attend training on making jeruju chips. The results of monitoring and evaluation showed that during the practice of making jeruju chips, all the trainees could practice them carefully without showing any difficulties.
Pengembangan Water Quality Checker untuk Tambak Budidaya Pesisir : (Studi Kasus: Tambak Budidaya Pesisir Pangandaran) Anas Noor Firdaus; Muhammad Romdonul Hakim; Tiara Ilham
INSOLOGI: Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 2 No. 2 (2023): April 2023
Publisher : Yayasan Literasi Sains Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55123/insologi.v2i2.1840

Abstract

Water Quality Checker is a water quality measuring device designed to use a microcontroller system and sensors as parameters for measuring the water quality. The aim is to facilitate the implementation of water quality monitoring from previously traditionally to using aids. The test method directly measures pH and salinity and experiments in collecting data. System workflow in tool design, Arduino orders sensors and sensor detection results are processed back to Arduino. The work results of the tool are calibrated with other standardized tools for pH and salinity values. The software used is limited to Arduino Uno and supporting devices and design applications for casing manufacturing, namely Solidwork. Using a pHE4502C sensor, a salinity sensor as a measuring tool, Arduino Uno as a microcontroller, and a LCD as a monitor that displays the value and status of the detected pH and traffic. By using the provisions that the pH value of coastal pond water is less than 6.5 which is acidic, more than 7.5 is alkaline, and the pH value is more than 6.5 and less than 7.5 which is neutral, at the time of testing it was obtained a pH value of 7.1 – 8.04 so that the solution is neutral and base. The results of the salinity sensor test for coastal pond water are 23.64 – 24.20 which indicates that this value is the normal value for brackish water salinity.
PENGAPLIKASIAN KINCIR MINI PADA KOLAM BIOFLOK Gusti Farhan Hakim; Muhammad Romdonul Hakim; Arif Baswantara; Dinno Sudonno; Ahmad Safii Maarif
Marlin : Marine and Fisheries Science Technology Journal Vol 4, No 2 (2023): (AGUSTUS) 2023
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/marlin.V4.I2.2023.%p

Abstract

Penggunaan kolam bioflok untuk budidaya ikan semakin marak saat ini karena dapat diterapkan di lahan yang sempit. Ketersediaan oksigen terlarut menjadi faktor pembatas yang sangat penting pada budidaya ikan di kolam bioflok dikarenakan kepadatan biomassanya yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mengaplikasikan kincir mini di kolam bioflok untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dan membantu dalam pembersihan sisa pakan dan feses. Pengukuran oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) menggunakan metode elektro kimia menggunakan alat ukur DO meter sedangkan pengukuran kecepatan arus sirkulasi air menggunakan metode Langrangian. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa peningkatan kadar oksigen terlarut dari kincir mini masih lebih kecil dari pompa aerator dengan selisih rata-rata sebesar 0,11 ppm (1,44%). Kincir mini dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut dengan rata-rata 7,64 ppm (20,11%), sedangkan pompa aerator dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut dengan rata-rata 7,75 ppm (21,79%). Namun, hasil pengujian kincir mini mampu menghasilkan arus sirkulasi air yang dapat membantu membersihkan dasar kolam dari sisa pakan dan feses ikan yang tidak dapat dilakukan oleh pompa aerator. Dengan demikian, pengaplikasian kincir mini pada kolam bioflok dapat menjadi alternatif yang lebih efektif sebagai pengganti pompa aerator bukan hanya dalam menjamin ketersediaan oksigen terlarut, tetapi juga dalam pembersihan kolam bioflok sehingga produktivitas budidaya ikan di kolam bioflok dapat meningkat.The use of biofloc ponds for fish farming is currently increasing because it can be applied on narrow land. The availability of dissolved oxygen is a very important limiting factor in fish farming in biofloc ponds due to the high density of biomass. This study aims to apply a mini wheel in biofloc ponds to increase Dissolved Oxygen (DO) levels and assist in cleaning up leftover feed and feces. Dissolved oxygen measurements used the electro-chemical method using a DO meter while measuring the speed of circulating water using the Langrangian method. The measurement results show that the increase in dissolved oxygen levels from the mini wheel is still smaller than the aerator pump with an average difference of 0.11 ppm (1.44%). Mini mills can increase dissolved oxygen levels by an average of 7.64 ppm (20.11%), while aerator pumps can increase dissolved oxygen levels by an average of 7.75 ppm (21.79%). However, the results of the mini-wheel test were able to produce a circulating water current which could help clean the bottom of the pond from leftover feed and fish feces which an aerator pump could not do. Thus, the application of a mini wheel to biofloc ponds can be a more effective alternative to aerator pumps not only in ensuring the availability of dissolved oxygen, but also in cleaning biofloc ponds so that the productivity of fish farming in biofloc ponds can increase.