Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

PERNIKAHAN DINI WANITA YANG BERSATUS PEWARIS HARTA “TUNGGU TUBANG” (STUDI KASUS PADA MASYARAKAT SUKU SEMENDO DARAT ULU KABUPATEN MUARA ENIM SUMATERA SELATAN) Mahdi, Imam Mahdi
ADHKI: Journal of Islamic Family Law Vol 1 No 2 (2019): Vol. 1, No. 2, Desember 2019
Publisher : ADHKI Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (540.208 KB)

Abstract

Pernikahan usia dini pada masyarakat suku Semendo, Muara Enim Sumatera Selatan  cukup Tinggi, bagi perempuan yang memegang status tunggu tubang, menurut hukum Negara dan agama dilarang. Data statistik tahun 2017 penduduk suku semendo yang terdiri dari 3 kecamatam berjumlah 41.261 jiwa dan 100% beragama Islam. Tunggu tubag adalah istilah adat untuk menyebutkan anak perempuan tertua dalam keluarga yang akan mewarisi harta kekayaan secara turun temurun dari nenek moyang mereka, memang harta tunggu tubang (harta tua) berupah rumah, sawah dan kebun tidak dibagi, menjadi hak penguasaan anak perempuan tertua. Hasil penelitian terjadinya pernikahan dini, dikarenakan beberapa faktor antara lain: orang tua wanita ingin lebih cepat mewariskan harta tunggu tubang, agar ada yang membantu dalam pekerjaan fisik pengurusan harta warisan, wanita yang memegang status tunggu tubang sengaja sekolahnya dibatasi hanya tamat SD/MI, karena kalau  sekolah cukup tinggi orang tuanya takut anaknya tidak akan mau mewarisi harta tunggu tubang seperti orang tua mereka. Oleh karena itu pada masyarakat suku Semendo masih berlaku kebiasaan untuk menjodohkan anak perempuan mereka. Uniknya pada masyarakat ini walaupun banyak perkawinan usia dini, jarang terjadi perceraian. Tulisan ini juga menunjukan bahwa praktik pernikahan usia dini yang dianggap akan banyak menimbulkan masalah seperti kekerasan, atau eksploitasi anak dan perempuan tidak terjadi.  orang tua yang menikahkan anaknya yang masih berusia muda khususnya yang berstatus tunggu tubang akan merasa terhormat. Penelitian ini menyarankan kepada Pemerinta untuk mengadakan intervensi agar regulasi perkawinan dan perlindungan anak dan perempuan dilaksanakan dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat