Mu'jizah, Mu'jizah
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

TEKS, KONTEKS, DAN POLA KEBERTAHANAN WAYANG KULIT BETAWI Mu'jizah, Mu'jizah
ATAVISME Vol 18, No 1 (2015): ATAVISME, Edisi Juni 2015
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (190.761 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v18i1.35.91-105

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi cara wayang kulit bertahan hidup dan upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya hidupnya. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan struktural dan metode kuantitatif. Pembahasan difokuskan pada teks, konteks, dan kebertahananya. Dari penelitian ini dapat dibuktikan bahwa wayang Betawi termarginalisasi. Jika pada tahun 1980?an satu bulan wayang Betawi ditanggap rata­?rata dua kali, pada tahun 2013-2014, dalam setahun hanya satu kali. Penanggap itu pun berasal dari instansi pemerintah, seperti Museum Wayang, bukan masyarakat pemangkunya. Hal itu menandakan bahwa wayang Betawi semakin terpinggirkan oleh suku Betawi sendiri dan masyarakat pada umumnya. Keprihatinan itu semakin jelas dengan sistem pewarisan pedalangan wayang Betawi. Kini rata­?rata dalang wayang Betawi sudah tua. Agar wayang kulit Betawi tetap bertahan hidup, para dalang harus melakukan inovasi seperti yang dilakukan Sukarlana dan upaya pelindungan dilakukan dengan cara revitalisasi dan aktualisasi. Abstract: This study aims to identify the way Betawi puppets has survived and what efforts need to take. The method used was a qualitative one with a structural approach and quantitative method. The study focused on the text, context, as well as patterns of Betawi puppet?s way to survive. This study proved that Betawi puppet has been marginalized. If in the eighties, the puppet performance could appear two or three times a month, in 2013?2014 there is only one performance in a year. In fact, the order came from government agencies such as Museum Wayang, and none from its own society. This indicates that the Betawi puppet was demoted by Betawi ethnic community itself and the society in general. This concern conditions is increasingly discernable with Betawi puppetry inheritance system. Recently the Betawi puppeteers on average are elders. In preserving Betawi puppet, the puppeteers must make inovation just like what Sukarlana has been doing and preservation efforts revitalitation and actualization. Key Words: marginalized; endangered; conservation; revitalization