Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

HUBUNGAN ANTARA WAKTU TUNGGU PELAYANAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN BPJS TERHADAP PELAYANAN RESEP (PENELITIAN DILAKUKAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH MALANG) Ihsan, Muhammad; Illahi, Ratna Kurnia; Pramestutie, Hananditia Rachma
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu unit pelayanan yang wajib disediakan di rumah sakit. Terdapat beberapa indikator yang harus dipenuhi oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit, salah satunya adalah kepuasan pasien dan waktu tunggu pelayanan resep, yang dianggap dapat mempengaruhi ekspektasi pasien terhadap pelayanan rumah sakit, khususnya pelayanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara waktu tunggu pelayanan resep dengan tingkat kepuasan pasien pada pelayanan resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dengan pendekatan observasional analitik pada 150 orang pasien rawat jalan BPJS atau pengantarnya yang sedang menebus resep. Kuesioner dan stopwatch masing-masing digunakan sebagai instrumen untuk mengukur kepuasan pasien dan waktu tunggu pelayanan resep. Analisis data dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode Pearson untuk pelayanan resep obat racikan dan Spearman untuk pelayanan resep obat jadi. Penelitian ini juga telah mendapatkan kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya No. 263/EC/KEPK-S1-FARM/07/2017. Dari penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara waktu tunggu pelayanan resep dengan tingkat kepuasan pasien pada pelayanan resep obat racikan (p = 0,516), tetapi terdapat hubungan antar kedua variabel pada pelayanan resep obat jadi (p = 0,049). Selain itu, didapatkan rata-rata waktu tunggu pelayanan resep sekitar 39 menit 34 detik untuk pelayanan resep obat racikan dan 29 menit 0 detik untuk pelayanan resep obat jadi. Secara umum, pasien merasa puas terhadap pelayanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang dan tidak memerlukan waktu melebihi yang ditentukan oleh peraturan perundangan untuk memperoleh obat.
Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Masyarakat terhadap Pengetahuan dalam Penggunaan Antibiotika Oral di Apotek Kecamatan Klojen Ivoryanto, Evelyne; Illahi, Ratna Kurnia
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Antibiotika merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi bakteri. Sekitar 40-62% antibiotika digunakan secara tidak tepat dan dapat menyebabkan resistensi. Perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuannya, sedangkan pendidikan merupakan faktor prediktor kuat terhadap pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan formal (jenjang sekolah) masyarakat terhadap pengetahuan dalam penggunaan antibiotika oral di Apotek Kecamatan Klojen Kota Malang, di antaranya pada karakteristik gender dan usia. Metode penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah konsumen yang mengunjungi apotek di wilayah Kecamatan Klojen Kota Malang sebanyak 110 responden yang dipilih secara purposive sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi tertentu. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret hingga April 2016 dengan cara pengisian kuesioner dan wawancara. Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Data tingkat pendidikan formal dan tingkat pengetahuan selanjutnya dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai korelasi tingkat pendidikan formal terhadap tingkat pengetahuan dalam penggunaan antibiotika oral adalah 0,716. Nilai korelasi tingkat pendidikan formal terhadap tingkat pengetahuan pada gender perempuan adalah 0,783, sedangkan pada laki-laki adalah 0,616. Nilai korelasi tingkat pendidikan formal terhadap tingkat pengetahuan pada usia 18-28 tahun didapatkan sebesar 0,918, pada usia 29-39 tahun didapatkan sebesar 0,698, dan pada usia 40-50 tahun didapatkan sebesar 0,669. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan formal masyarakat berkorelasi positif terhadap tingkat pengetahuan dalam penggunaan antibiotika oral. Korelasi positif antara pendidikan formal dan tingkat pengetahuan dalam penggunaan antibiotika oral ditemukan tertinggi pada perempuan dan responden berusia 18-28 tahun.
Tingkat Pendidikan Ibu dan Penggunaan Oralit dan Zinc pada Penanganan Pertama Kasus Diare Anak Usia 1-5 Tahun: Sebuah Studi di Puskesmas Janti Malang Illahi, Ratna Kurnia; P., Fitra Firnanda; Sidharta, Bambang
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diarrhea was a condition when a person experienced disturbing bowel movement and soft or liquid stool consistency, three times or more in a day. To this day, diarrhea is one of the major public health problems in developing countries including Indonesia. Mother’s level of education, amongst other things, is likely influencing the treatment choice for children’s diarrhea. The purpose of this study was to determined the influenced of mother’s level of education on the use of oralit (oral rehydration therapy) and zinc in treating diarrhea experienced by children aged 1-5 years old. The sampling technique used was purposive sampling with 100 respondents. The result of the study from chi square analysis gave the p value of 0.528 (p > 0,05), and coefficient correlation of 0.176 (very low). Thus, it can be concluded that the mother’s level of education had no influence on the used of oralit and zinc for the first treatment of diarrhea amongst children aged 1-5 years old.
Efektivitas Home Pharmacy Care dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Kepatuhan Terhadap Pengobatan Pasien Hipertensi (Studi dilakukan selama 3 bulan di Apotek Kota Malang) Illahi, Ratna Kurnia; Hariadini, Ayuk Lawuningtyas; Pramestutie, Hananditia Rachma; Diana, Hilliyah
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengobatan hipertensi dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Karena hal tersebut, seringkali pasien hipertensi memiliki masalah ketidakpatuhan dalam pengobatannya sehingga menyebabkan pasien sulit mengontrol tekanan darahnya. Pengetahuan pasien akan hipertensi juga dapat mempengaruhi tekanan darah. Peningkatan pengetahuan pasien akan mengarah pada kemajuan berfikir tentang perilaku kesehatan yang lebih baik sehingga berpengaruh terhadap terkontrolnya tekanan darah. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien yaitu home pharmacy care. Pemberian konseling dalam home pharmacy care menyebabkan pasien lebih paham mengenai penyakit hipertensi. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui efektivitas home pharmacy care dalam meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan terhadap pengobatan pasien hipertensi di Apotek Kota Malang hingga akhir bulan ke-3. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan jenis penelitian menggunakan pre test-post test design. Sampel penelitian adalah pasien hipertensi di Apotek kota Malang yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol merupakan pasien hipertensi yang mendapatkan konseling oleh apoteker di Apotek dan kelompok eksperimen merupakan pasien hipertensi yang mendapatkan home pharmacy care. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner untuk mengukur pengetahuan menggunakan modifikasi Hypertension Knowledge-Level Scale dan kuesioner kepatuhan menggunakan Morisky Medication Adherence Scale yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, checklist konseling apoteker sebagai panduan bagi apoteker dalam pelayanan konseling, leaflet untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi pasien, dan pill box digunakan untuk membantu pasien dalam mengatur pengobatannya. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai signifikasi >0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan maupun kepatuhan pasien hipertensi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol hingga bulan ke-3.
ANALISIS COST-MINIMIZATION PENGGUNAAN SEFOTAKSIM, SEFTRIAKSON, DAN LEVOFLOKSASIN PADA PASIEN DEMAM TIFOID DENGAN STATUS PEMBAYARAN UMUM DAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL: PENELITIAN DILAKUKAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH “KANJURUHAN” KEPANJEN Yunita, Wayan Chintia; pramestutie, hananditia rachma; Illahi, Ratna Kurnia; Achmad, Anisyah
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akibat Salmonella typhi. Terapi antibiotik yang diberikan adalah kloramfenikol, namun MDR (multiple drug resistant) Sal­monella typhi terhadap kloramfenikol memerlukan alternatif antibiotik seperti sefotaksim, seftriakson, dan levofloksasin. Penelitian bertujuan melakukan cost-minimization analysis (CMA) terhadap antibiotik tersebut dengan perspektif penyedia layanan kesehatan pada pasien status pembayaran umum dan Ja­minan Kesehatan Nasional (JKN). Penelitian retrospektif menggunakan data rekam medis dan biaya pengobatan periode Januari 2015-Februari 2016 dengan teknik total sampling. Biaya pengobatan diperoleh dari Sistem Informasi Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi. Sampel sebesar 25 pasien dengan 10 pasien anak dan 15 pasien dewasa. Analisis konsekuensi pengobatan (lama rawat inap, hilangnya demam, dan hilangnya gejala ikutan) menggunakan uji homogenitas. Pasien berstatus pembayaran umum (n = 8) dan JKN (n = 17). Antibiotik yang digunakan pasien anak sefotaksim (paten n = 6 dan generik n = 4), seftriakson (n = 0), dan levofloksasin (n = 0), serta pasien dewasa sefotaksim (n = 7), seftriak­son (n = 4), levofloksasin (n = 4). Konsekuensi pengobatan antibiotik pasien anak dan dewasa homogen (p > 0,05). Rata-rata total biaya pasien anak pembayaran umum adalah Rp 1.120.775 (sefotaksim generik) dan Rp 1.656.767 (sefotaksim paten), dan pembayaran JKN adalah Rp 1.712.107 (sefotaksim generik). Rata-rata total biaya pasien dewasa pembayaran umum adalah Rp 1.698.057 (sefotaksim) dan Rp 3.259.275 (seftriakson), serta pembayaran JKN adalah Rp 1.866.525 (seftriakson) dan Rp 2.542.156 (levofloksasin). Kesimpulan penelitian ini adalah antibiotik yang memiliki biaya lebih murah secara CMA pada pem­bayaran umum, yaitu sefotaksim generik (pasien anak dan dewasa) dan pem­bayaran JKN, yaitu seftriakson.
Efektivitas Home Pharmacy Care dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Kepatuhan Terhadap Pengobatan Pasien Hipertensi (Studi dilakukan selama 3 bulan di Apotek Kota Malang) Illahi, Ratna Kurnia; Hariadini, Ayuk Lawuningtyas; Pramestutie, Hananditia Rachma; Diana, Hilliyah
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengobatan hipertensi dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Karena hal tersebut, seringkali pasien hipertensi memiliki masalah ketidakpatuhan dalam pengobatannya sehingga menyebabkan pasien sulit mengontrol tekanan darahnya. Pengetahuan pasien akan hipertensi juga dapat mempengaruhi tekanan darah. Peningkatan pengetahuan pasien akan mengarah pada kemajuan berfikir tentang perilaku kesehatan yang lebih baik sehingga berpengaruh terhadap terkontrolnya tekanan darah. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien yaitu home pharmacy care. Pemberian konseling dalam home pharmacy care menyebabkan pasien lebih paham mengenai penyakit hipertensi. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui efektivitas home pharmacy care dalam meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan terhadap pengobatan pasien hipertensi di Apotek Kota Malang hingga akhir bulan ke-3. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan jenis penelitian menggunakan pre test-post test design. Sampel penelitian adalah pasien hipertensi di Apotek kota Malang yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol merupakan pasien hipertensi yang mendapatkan konseling oleh apoteker di Apotek dan kelompok eksperimen merupakan pasien hipertensi yang mendapatkan home pharmacy care. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner untuk mengukur pengetahuan menggunakan modifikasi Hypertension Knowledge-Level Scale dan kuesioner kepatuhan menggunakan Morisky Medication Adherence Scale yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, checklist konseling apoteker sebagai panduan bagi apoteker dalam pelayanan konseling, leaflet untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi pasien, dan pill box digunakan untuk membantu pasien dalam mengatur pengobatannya. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai signifikasi >0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan maupun kepatuhan pasien hipertensi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol hingga bulan ke-3.
ANALISIS COST-MINIMIZATION PENGGUNAAN SEFOTAKSIM, SEFTRIAKSON, DAN LEVOFLOKSASIN PADA PASIEN DEMAM TIFOID DENGAN STATUS PEMBAYARAN UMUM DAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL: PENELITIAN DILAKUKAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH “KANJURUHAN” KEPANJEN Yunita, Wayan Chintia; pramestutie, hananditia rachma; Illahi, Ratna Kurnia; Achmad, Anisyah
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akibat Salmonella typhi. Terapi antibiotik yang diberikan adalah kloramfenikol, namun MDR (multiple drug resistant) Sal­monella typhi terhadap kloramfenikol memerlukan alternatif antibiotik seperti sefotaksim, seftriakson, dan levofloksasin. Penelitian bertujuan melakukan cost-minimization analysis (CMA) terhadap antibiotik tersebut dengan perspektif penyedia layanan kesehatan pada pasien status pembayaran umum dan Ja­minan Kesehatan Nasional (JKN). Penelitian retrospektif menggunakan data rekam medis dan biaya pengobatan periode Januari 2015-Februari 2016 dengan teknik total sampling. Biaya pengobatan diperoleh dari Sistem Informasi Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi. Sampel sebesar 25 pasien dengan 10 pasien anak dan 15 pasien dewasa. Analisis konsekuensi pengobatan (lama rawat inap, hilangnya demam, dan hilangnya gejala ikutan) menggunakan uji homogenitas. Pasien berstatus pembayaran umum (n = 8) dan JKN (n = 17). Antibiotik yang digunakan pasien anak sefotaksim (paten n = 6 dan generik n = 4), seftriakson (n = 0), dan levofloksasin (n = 0), serta pasien dewasa sefotaksim (n = 7), seftriak­son (n = 4), levofloksasin (n = 4). Konsekuensi pengobatan antibiotik pasien anak dan dewasa homogen (p > 0,05). Rata-rata total biaya pasien anak pembayaran umum adalah Rp 1.120.775 (sefotaksim generik) dan Rp 1.656.767 (sefotaksim paten), dan pembayaran JKN adalah Rp 1.712.107 (sefotaksim generik). Rata-rata total biaya pasien dewasa pembayaran umum adalah Rp 1.698.057 (sefotaksim) dan Rp 3.259.275 (seftriakson), serta pembayaran JKN adalah Rp 1.866.525 (seftriakson) dan Rp 2.542.156 (levofloksasin). Kesimpulan penelitian ini adalah antibiotik yang memiliki biaya lebih murah secara CMA pada pem­bayaran umum, yaitu sefotaksim generik (pasien anak dan dewasa) dan pem­bayaran JKN, yaitu seftriakson.
HUBUNGAN ANTARA WAKTU TUNGGU PELAYANAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN BPJS TERHADAP PELAYANAN RESEP (PENELITIAN DILAKUKAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH MALANG) Ihsan, Muhammad; Illahi, Ratna Kurnia; Pramestutie, Hananditia Rachma
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu unit pelayanan yang wajib disediakan di rumah sakit. Terdapat beberapa indikator yang harus dipenuhi oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit, salah satunya adalah kepuasan pasien dan waktu tunggu pelayanan resep, yang dianggap dapat mempengaruhi ekspektasi pasien terhadap pelayanan rumah sakit, khususnya pelayanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara waktu tunggu pelayanan resep dengan tingkat kepuasan pasien pada pelayanan resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dengan pendekatan observasional analitik pada 150 orang pasien rawat jalan BPJS atau pengantarnya yang sedang menebus resep. Kuesioner dan stopwatch masing-masing digunakan sebagai instrumen untuk mengukur kepuasan pasien dan waktu tunggu pelayanan resep. Analisis data dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode Pearson untuk pelayanan resep obat racikan dan Spearman untuk pelayanan resep obat jadi. Penelitian ini juga telah mendapatkan kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya No. 263/EC/KEPK-S1-FARM/07/2017. Dari penelitian ini, tidak terdapat hubungan antara waktu tunggu pelayanan resep dengan tingkat kepuasan pasien pada pelayanan resep obat racikan (p = 0,516), tetapi terdapat hubungan antar kedua variabel pada pelayanan resep obat jadi (p = 0,049). Selain itu, didapatkan rata-rata waktu tunggu pelayanan resep sekitar 39 menit 34 detik untuk pelayanan resep obat racikan dan 29 menit 0 detik untuk pelayanan resep obat jadi. Secara umum, pasien merasa puas terhadap pelayanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang dan tidak memerlukan waktu melebihi yang ditentukan oleh peraturan perundangan untuk memperoleh obat.
Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Masyarakat terhadap Pengetahuan dalam Penggunaan Antibiotika Oral di Apotek Kecamatan Klojen Ivoryanto, Evelyne; Illahi, Ratna Kurnia
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Antibiotika merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi bakteri. Sekitar 40-62% antibiotika digunakan secara tidak tepat dan dapat menyebabkan resistensi. Perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuannya, sedangkan pendidikan merupakan faktor prediktor kuat terhadap pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan formal (jenjang sekolah) masyarakat terhadap pengetahuan dalam penggunaan antibiotika oral di Apotek Kecamatan Klojen Kota Malang, di antaranya pada karakteristik gender dan usia. Metode penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah konsumen yang mengunjungi apotek di wilayah Kecamatan Klojen Kota Malang sebanyak 110 responden yang dipilih secara purposive sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi tertentu. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret hingga April 2016 dengan cara pengisian kuesioner dan wawancara. Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Data tingkat pendidikan formal dan tingkat pengetahuan selanjutnya dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai korelasi tingkat pendidikan formal terhadap tingkat pengetahuan dalam penggunaan antibiotika oral adalah 0,716. Nilai korelasi tingkat pendidikan formal terhadap tingkat pengetahuan pada gender perempuan adalah 0,783, sedangkan pada laki-laki adalah 0,616. Nilai korelasi tingkat pendidikan formal terhadap tingkat pengetahuan pada usia 18-28 tahun didapatkan sebesar 0,918, pada usia 29-39 tahun didapatkan sebesar 0,698, dan pada usia 40-50 tahun didapatkan sebesar 0,669. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan formal masyarakat berkorelasi positif terhadap tingkat pengetahuan dalam penggunaan antibiotika oral. Korelasi positif antara pendidikan formal dan tingkat pengetahuan dalam penggunaan antibiotika oral ditemukan tertinggi pada perempuan dan responden berusia 18-28 tahun.
Tingkat Pendidikan Ibu dan Penggunaan Oralit dan Zinc pada Penanganan Pertama Kasus Diare Anak Usia 1-5 Tahun: Sebuah Studi di Puskesmas Janti Malang Illahi, Ratna Kurnia; P., Fitra Firnanda; Sidharta, Bambang
Pharmaceutical Journal of Indonesia Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diarrhea was a condition when a person experienced disturbing bowel movement and soft or liquid stool consistency, three times or more in a day. To this day, diarrhea is one of the major public health problems in developing countries including Indonesia. Mother’s level of education, amongst other things, is likely influencing the treatment choice for children’s diarrhea. The purpose of this study was to determined the influenced of mother’s level of education on the use of oralit (oral rehydration therapy) and zinc in treating diarrhea experienced by children aged 1-5 years old. The sampling technique used was purposive sampling with 100 respondents. The result of the study from chi square analysis gave the p value of 0.528 (p > 0,05), and coefficient correlation of 0.176 (very low). Thus, it can be concluded that the mother’s level of education had no influence on the used of oralit and zinc for the first treatment of diarrhea amongst children aged 1-5 years old.