Nani Sumarni
Unknown Affiliation

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

PENGARUH TEKNOLOGI PEMBELAJARAN KULIAH ONLINE DI ERA COVID-19 DAN DAMPAKNYA TERHADAP MENTAL MAHASISWA agus kusnayat watnaya; Mohammad hifzul Muiz; Nani Sumarni; agus salim mansyur; qiqi yulianti Zaqiah
EduTeach : Jurnal Edukasi dan Teknologi Pembelajaran Vol 1 No 2 (2020): Edisi Juni 2020
Publisher : Unit Pelaksana Praktik Kependidikan Terpadu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (808.024 KB) | DOI: 10.37859/eduteach.v1i2.1987

Abstract

Awal virus corona ditemukan ketika ada penduduk kota Wuhan Cina terjangkit.Penyakit disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, sebelumnya orang beranggapan gejala yang dialami sebagai flu biasa, sampai WHO mendeklarasikan pandemi COVID-19. Sampai tanggal 26 Mei 2020, ada 5.406.282 kasus, termasuk 343.562 kematian. Penelitian menggunakan metode mixed methods, dengan melakukan analisa statistik parametris dan non parametris dilanjutkan deskriptif kualitatif. Penelitian di kampus Telkom University dan UIN SGD Bandung menunjukkan sekitar 60.5 % mahasiswa siap beradaptasi dengan penggunaan teknologi pembelajaran perkuliahan online tetapi sekitar 59.5 % keberatan atas tugas yang diberikan dosen yang berakibat tingkat stress mahasiswa sekitar 60 %. Kalau hal ini dibiarkan terus akan berakibat fatal dalam perkembangan kejiwaan mahasiswa, dan sebanyak 92 % mahasiswa memilih dan lebih suka perkuliahan tatap muka di kelas di banding perkuliahan online. Sehingga penelitian ini ada hubungan yang erat antara perkuliahan online dengan sikap mental mahasiswa. Kata kunci: Teknologi pembelajaran, kuliah online, COVD-19, stres, kejiwaan
Kebutuhan Pupuk Npk Optimum Bawang Bombay di Dataran Tinggi Nani Sumarni; Rini Rosliani
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 1 (2006): Maret 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v16n1.2006.p%p

Abstract

Tanaman bawang Bombay membutuhkan ketersediaan unsur hara NPK di dalam tanah dalam jumlah yang cukup dan berimbang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis pupuk NPK yang optimum untuk 2 kultivar bawang Bombay introduksi di dataran tinggi. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, 1.250 m dpl dengan jenis tanah andisol. Rancangan percobaan menggunakan petak terpisah dengan 3 ulangan. Kultivar bawang bombay asal Australia yaitu E-515 dan Z-512 ditempatkan sebagai petak utama, sedangkan 14 kombinasi dosis N-P2O5-K2O ditempatkan sebagai anak petak. Kisaran dosis pupuk N, P, dan K adalah 75-375 kg/ha N, 75-375 kg/ha P2O5 dan 75-375 kg/ha K2O. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman dan hasil umbi bawang bombay kultivar E-515 dan Z-512 mempunyai respons yang tidak berbeda terhadap dosis pupuk N, P, dan K. Dosis pupuk N, P, dan K yang optimum untuk kedua kultivar bawang bombay introduksi adalah 137 kg/ha N, 160 kg/ha P2O5, dan 195 kg/ha K2O. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan hasil tanaman bawang bombay.Onion plants need balance of NPK nutrient supply in soil. This experiment was conducted at Experimental Garden of Indonesian Vegetables Research Institute Lembang, 1,250 m asl with andisol soil type, to find out the optimum dosage of NPK fertilizer application for 2 introduced onion cultivars in highland. A split plot design with 3 replications was used. Two introduced onion cultivars from Australia (E-515 and Z-512) were assigned to main plot, and 14 combination of NPK dosages were assigned to subplot. The range of N, P, K dosages were 75-375 kg/ha N, 75-375 kg/ha P2O5 and 75-375 kg/ha K2O. The results revealed that both onion cultivars No. E-515 and No. Z-512 did not give different respons to NPK fertilization, expressed in the vegetative growth and bulb yield. The optimum dosage of NPK for both cultivars was 137 kg/ha N, 160 kg/ha P2O5 and 195 kg/ha K2O. The results can be applied to increase the efficiency of NPK fertilization on the introduced short-day onion.
Studi Bedengan Kompos Permanen pada Budidaya Mentimun di Lahan Kering Nani Sumarni; Yusdar Hilman
Jurnal Hortikultura Vol 18, No 1 (2008): Maret 2008
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v18n1.2008.p%p

Abstract

ABSTRAK. Ketersediaan hara dan air yang terbatas merupakan kendala dalam budidaya mentimun di lahan kering. Salah satu upaya mengatasinya adalah dengan penggunaan bedengan kompos permanen. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dari bulan Oktober 2002 - April 2003 dengan tujuan mempelajari pengaruh penggunaan bedengan kompos permanen terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil mentimun di lahan kering. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok dengan 6 ulangan dan 4 perlakuan bedengan kompos permanen dengan formula limbah organik yang berbeda. Mentimun ditanam 1 bulan setelah pembentukan bedengan kompos permanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bedengan kompos permanen tanpa NPK tidak cocok untuk penanaman mentimun. Penggunaan bedengan tanah dengan diberi pupuk kandang + pupuk NPK (cara konvensional) masih merupakan cara terbaik untuk budidaya mentimun di lahan kering. Cara tersebut menghasilkan bobot buah tertinggi, yaitu sebesar 15,485 t/ha (efisiensi lahan 80%). Penggunaan bedengan kompos permanen dapat diterapkan oleh petani terutama pada daerah di mana ketersediaan air dan pupuk kandang terbatas.ABSTRACT. Sumarni, N. and Y. Hilman. 2008. Permanent Composting Bed for Cucumber Cultivations on Dryland.The problem of cucumber cultivation in dryland is the lack of water and nutrient availability. One of the efforts to overcome this problem was the utilization of permanent composting bed. The aim of the experiment was to study the effect of the use of permanent composting bed on the growth and yield of cucumber in dryland. A randomized block design with 6 replications and 4 treatments of permanent composting beds with different organic waste was used. Cucumber plants were planted at 1 month after composting process took place. Results of the experiment indicated that the use of permanent composting bed without NPK was unsuitable for growing cucumber. The conventional cultivation using regular soil bed with stable manure and NPK fertilizer was still the best method, with highest yield of cucumber (15.485 t/ha with land efficiency of 80%). Vegetable cultivation on permanent composting bed was applicable in the areas with inadequate stable manure and water supply.
Pengaruh Naungan Plastik Transparan, Kerapatan Tanaman, dan Dosis N terhadap Produksi Umbi Bibit Asal Biji Bawang Merah Nani Sumarni; Rini Rosliani
Jurnal Hortikultura Vol 20, No 1 (2010): Maret 2010
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v20n1.2010.p%p

Abstract

ABSTRAK. Bawang merah dapat dibudidayakan menggunakan umbi bibit atau biji botani (TSS). Dari biji TSS dapat diproduksi umbi bibit mini (set), yang menghasilkan tanaman lebih sehat dan kualitas hasil umbi lebih baik dibandingkan dengan umbi bibit asal umbi (cara konvensional). Banyak faktor yang memengaruhi produksi umbi mini asal biji TSS, antara lain kerapatan tanaman, pemupukan N, dan naungan. Penelitian bertujuan mendapatkan naungan, kerapatan tanaman, dan dosis N yang sesuai untuk produksi umbi bibit asal biji bawang merah. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang (1.250 m dpl.) dengan jenis tanah Andisol, dari bulan Oktober 2005 sampai Februari 2006. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok faktorial dengan tiga ulangan dan tiga faktor perlakuan. Faktor pertama adalah naungan, terdiri atas tiga taraf yaitu naungan plastik transparan digunakan dari awal semai biji sampai panen umbi, naungan plastik transparan digunakan dari awal semai biji sampai tanaman berumur enam minggu, dan tanpa naungan. Faktor kedua adalah kerapatan tanaman, terdiri dari tiga taraf yaitu 4, 6, dan 8 g biji/m2. Faktor ketiga adalah dosis pupuk N, terdiri atas dua taraf yaitu 45 dan 90 kg N/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa naungan dan kerapatan tanaman berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan dan hasil umbi bawang merah asal biji, sedang pemberian 45 dan 90 kg N/ha tidak memberikan perbedaan pertumbuhan dan hasil umbi bawang merah yang nyata. Hasil bobot umbi kering eskip tertinggi sebesar 2,54 kg/m2 diperoleh dari penggunaan naungan plastik transparan sejak awal biji disemai sampai panen yang dikombinasikan dengan kerapatan tanaman 8 g biji/m2 dan dosis 45 kg N/ha. Hasil bobot umbi tersebut lebih dari 70% berukuran umbi konsumsi  (>5 g/umbi), sisanya berukuran umbi bibit (3-5 g/umbi). Umbi bibit mini (<2 g/umbi) tidak dihasilkan. Teknologi ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan hasil dan kualitas hasil umbi bibit bawang merahABSTRACT. Sumarni, N. and R. Rosliani. 2010. The Effect of Transparent Plastic Shelter, Plant Density, and N Dosages on Shallots Seed Production from True Shallots Seed (TSS). Shallots can be cultivated by using bulb seed or TSS. Planting materials from TSS could produce mini bulb seeds which finally gave healthier shallots plant with high quality of bulb yield than that of from bulbs (conventional method). Several factors affected the yield of mini bulb shallots seed, among other thing are plant density, N fertilization, and the application of transparent plastic shading. The objective of this experiment was to find out the effect of plastic shelter, plant density, and N dosage to produce shallot bulb seeds from TSS. The research was carried out at the Experimental Garden of Indonesian Vegetables Research Institute Lembang (1,250 m asl.) on Andisol type soil from October 2005 to February 2006. The treatments were set up in a factorial randomized block design with three replications. The treatments comprised of three factors. The first factor was application of transparent plastic shelter with three levels, viz. (1) transparent  plastic shelter from the beginning of seeds sowing (direct seeded) up to harvest the shallots seed, (2) transparent plastic shelter from the beginning of direct seeded up to six weeks, and (3) without shelter (control). The second factor was the plant density comprised of three levels, viz : 4, 6, and 8 g/m2 of TSS. The third factor was the dosages of N fertilizer with two levels, viz : 45 and 90 kg N/ha. The results showed that the application of transparent plastic shelter and plant density significantly affected the plant growth and shallots seed yield. Application of N fertilizer of 45 to 90 kg N/ha did not significantly affect plant growth  and shallots seed yield eventually. The highest yield of shallots seed, viz. 2.54 kg/m2 was gained from the application of transparent plastic shelter from the beginning of sowing untill harvest with plant density of 8 g/m2 of TSS and 45 kg N/ha, with more than 70% bulb size for consumption (>5 g/bulb), and the rest  17 to 20% bulb size for seed (3 to 5 g/bulb). No mini bulb shallots seed (<2 g/bulb) was produced. This technique was quite promising and potential for increasing yield and bulb quality of shallots seed.
Pengaruh Kerapatan Tanaman dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh terhadap Produksi Umbi Bibit Bawang Merah Asal Biji Kultivar Bima Nani Sumarni; Ety Sumiati; - Suwandi
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 3 (2005): September 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v15n3.2005.p%p

Abstract

Tujuan penelitian adalah menentukan kerapatan tanaman dan konsentrasi aplikasi ZPT mepiquat klorida 50 AS yang tepat untuk produksi umbi bibit bawang merah asal biji botani (TSS). Rancangan percobaan yang digunakan adalah petak terpisah dengan tiga ulangan. Tiga macam kerapatan tanaman 5 x 5 cm (400 tanaman/m2), 5 x 7,5 cm (266 tanaman/m2), dan 5 x 10 cm (200 tanaman/m2) ditempatkan sebagai petak utama dan empat konsentrasi ZPT mepiquat klorida 50 AS, 0, 2, 4 dan 6 ml/l ditempatkan sebagai anak petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan tanaman paling tepat untuk produksi umbi bibit bawang merah asal TSS adalah 400/m2 (5 x 5 cm) dengan jumlah umbi berukuran kecil (2,5-5 g/umbi) paling banyak dan tidak menghasilkan umbi bibit mini (1-2 g/umbi). Kerapatan tanaman 200/m2 lebih cocok digunakan untuk produksi umbi konsumsi asal TSS dengan 50% umbi yang dihasilkan berukuran besar (>7,5 g/umbi). Aplikasi ZPT mepiquat klorida 50 AS tidak meningkatkan pertumbuhan dan hasil umbi bawang merah asal TSS, tetapi pada konsentrasi 6 ml/l dapat meningkatkan persentase jumlah umbi berukuran besar (>7,5 g/umbi). Hasil penelitian diharapkan berguna untuk meningkatkan produksi dan kualitas umbi bibit bawang merah.Effect of plant densities and application of plant growth regulator on seed bulb yield of shallot from true seed of cultivar bima. The objectives were to determine the proper plant density in combination with application of mepiquat chloride 50 AS for production of seed bulb of shallot from true seed. A split plot design with three replications was set up in this experiment. Three levels of plant densities of 5 x 5 cm (400 plants/m2), 5 x 7.5 cm (266 plants/m2), and 5 x 10 cm (200 plants/m2) were assigned to main plots and plant growth regulator mepiquat chloride 50 AS concentrations of 0, 2, 4, and 6 ml/l were assigned to subplots. The results revealed that proper plant density to produce seed bulb from true seed was 400 plants/m2 which produced the highest percentage of small size bulb (2.5-5 g/bulb) and did not produce mini shallot bulb (1-2 g/bulb). Plant density of 200 plants/m2 was proper to produce consumption bulb from true seed, this treatment produced big size bulb (>7.5 g/bulb) more than 50%. Application of PGR mepiquat chloride 50 AS did not increase growth and bulb yield of shallot, however at concentration of mepiquat chloride 50 AS 6 ml/l could increase number of big size bulb (>7.5 g/bulb). This results can improve quality and production of shallot seed.
Pengaruh Tanaman Penutup Tanah dan Mulsa Organik terhadap Produksi Cabai dan Erosi Tanah Nani Sumarni; Aang Hidayat; Eti Sumiati
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 3 (2006): September 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v16n3.2006.p%p

Abstract

ABSTRAK. Masalah utama budidaya cabai di lahan kering pegunungan dengan kemiringan >15° adalah erosi tanah dan pencucian hara sebagai akibat aliran air di permukaan tanah. Salah satu upaya mengatasinya adalah dengan penggunaan tanaman penutup tanah dan mulsa organik. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dengan tujuan mendapatkan jenis tanaman penutup tanah dan mulsa organik yang cocok untuk penanaman cabai. Penelitian menggunakan strip plot design dengan 4 perlakuan jenis tanaman penutup tanah (tanpa tanaman penutup tanah, kacang jogo, kacang tanah, dan ubi jalar) dan 3 jenis mulsa organik (tanpa mulsa, jerami, dan sisa-sisa tanaman). Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Tanaman penutup tanah dan tanaman cabai ditanam pada waktu bersamaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa jerami dan mulsa sisa-sisa tanaman tidak meningkatkan hasil bobot buah cabai, tetapi meningkatkan jumlah buah cabai masing-masing 6,8 dan 4,0% dan menekan erosi tanah sebesar 34,82%. Tanaman kacang jogo dan kacang tanah sebagai tanaman penutup tanah dapat meningkatkan produksi cabai masing-masing sebesar 11,74 dan 33,91%, dan juga dapat menurunkan erosi tanah masing-masing sebesar 22,41 dan 39,65%. Sebaliknya tanaman penutup tanah ubi jalar dapat menurunkan hasil cabai, tetapi paling efektif untuk menekan erosi tanah, yaitu sebesar 41,38%. Tanaman penutup tanah paling baik untuk penanaman cabai adalah kacang tanah karena dapat memberikan peningkatan hasil cabai paling tinggi (33,91%). Penggunaan tanaman penutup dan mulsa organik yang baik diharapkan dapat mempertahankan keberlanjutan produktivitas lahan.ABSTRACT. Sumarni, N., A. Hidayat, and E. Sumiati. 2006. The effect of cover crops and organic mulches on hot pepper yield and soil erosion. The main problem of hot pepper cultivation in dry upland with slope of >15° is the nutrient leaching and soil erosion due to run-off. One of the efforts to overcome this problem is by utilization of cover crops and organic mulches. The aim of the experiment was to determine the best cover crop and organic mulch in hot pepper cultivation. A strip plot design with 3 replications was used. The treatments were 4 kinds of cover crops (without cover crop, red bean, ground peanut, and sweet potato) and 3 kind of organic mulches (without mulch, rice straw, and plant residues). Cover crops and hot pepper were planted at the same time. Results of the experiment indicated that application of rice straw and plant residues mulches did not affect the yield of hot pepper, but increased the fruit number by 6.8% and 4% respectively, and decreased soil erosion by 34.82%. Using red bean and ground peanut as cover crops could increase hot pepper yield by 11.74 and 33.91%, and also decreased soil erosion by 22.41 and 39.65%, respectively. On the other hand, cover crop of sweet potato decreased the growth and yields of pepper, however, it was the most effective for decreasing soil erosion (41.38%). The best cover crop for cultivating hot pepper was ground peanut which gave the highest increased in yield of hot pepper (33.91%). Application of suitable cover crop and organic mulch can maintain soil productivity.
Pengaruh Kultivar dan Ukuran Umbi Bibit Bawang Bombay Introduksi terhadap Pertumbuhan, Pembungaan, dan Produksi Benih Etty Sumiati; Nani Sumarni
Jurnal Hortikultura Vol 16, No 1 (2006): Maret 2006
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v16n1.2006.p%p

Abstract

Pembungaan bawang Bombay memerlukan suhu rendah, 5-12°C. Di daerah tropika, untuk terjadi pembungaan, umbi benih divernalisasi pada suhu 10°C selama 2 bulan. Untuk terjadi inisiasi pembungaan suhu rendah berinteraksi dengan faktor lain di antaranya faktor genetik, umur fisiologi, dan ukuran umbi benih. Penelitian pembungaan  bawang Bombay pada kondisi agroekosistem tropika Indonesia, dilakukan di dataran tinggi Lembang, Jawa Barat, 1.250 m dpl. Penelitian bertujuan (1) mendapatkan ukuran umbi bibit yang sesuai untuk memperoleh hasil umbi, bunga, dan biji bawang Bombay introduksi yang tertinggi dan (2) mengkaji jenis serta konsentrasi giberelin alami untuk menstimulasi inisiasi pembungaan bawang Bombay introduksi. Percobaan dilaksanakan menggunakan rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama kultivar bawang Bombay introduksi yaitu kultivar No. E-537, dan No. Z-512. Anak petak ukuran umbi bibit, yaitu >40 g per umbi, 25-40 g per umbi, dan <25 g per umbi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa produksi biji total tertinggi berasal dari bawang Bombay introduksi kultivar No. Z-512 ukuran >25 g. Inisiasi pembungaan distimulasi oleh sintesis de novo giberelin alami dengan jenis dan konsentrasi bergantung pada kultivar dan ukuran umbi bibit yang digunakan. Semakin besar ukuran umbi bibit (>25 g per umbi) semakin tinggi konsentrasi giberelin alami yang dihasilkan dan semakin tinggi pula pembungaan dan hasil biji. Jenis giberelin alami yang disintesis oleh bawang Bombay kultivar No. E-537 yaitu GA3, GA7, dan GA45, dan dari kultivar No. Z-512 yaitu GA3, GA21, dan GA45. Hasil produksi umbi bawang Bombay tertinggi berasal dari kultivar No. E-537. Ukuran umbi bibit >25->40 g per umbi tidak berpengaruh terhadap produksi umbi kedua kultivar.Low air temperature of 5-12°C is needed to stimulate flower initiation of onion, while in tropical regions it can be done by vernalizing the onion mother bulbs at 10°C for 2 months. Flower initiation was stimulated by low temperature interacts with several factors, such as genetic, physiological age, and size of mother bulbs. The experiment was conducted at high altitude Lembang, Bandung 1,250 asl. The aims of this study were (1) to find out the proper size of the onion mother bulbs in order to get the highest yield of flowers, seed, and bulb, (2) to study kind of natural gibberellins and their concentrations which stimulate flower initiation of introduced onion cultivars. A split plot design with 3 replications was set up in the field. The main plot was two introduced onion cultivars i.e. cultivar No. E-537, and No. Z-512. The subplot was size of onion mother bulbs i.e. >40 g, 25-40 g, and <25 g per bulb. Research results revealed that the highest total seed yield was gained from cultivar No. Z-512 with the size of mother bulb of more than 25 g. Flower initiation was stimulated by de novo natural gibberellin with kind and concentration depend on cultivars and the size of mother bulb. The bigger mother bulb size (>25 g) the higher the concentration of natural gibberellin and the higher the flowers/umbels and seed yield produced. Kind of natural gibberellins sintesized by onion cultivar No. E-537 were GA3, GA7, and GA45, while from cultivar No. Z-512 were GA3, GA21, and GA45. The highest onion bulb yield was gained from cultivar No. E-537. The mother bulb size >25->40 g did not affect the total onion bulb yield for both cultivars.
Pengaruh Waktu Tanam dan Zat Pengatur Tumbuh Mepiquat Klorida terhadap Pembungaan dan Pembijian Bawang Merah (TSS) Rini Rosliani; - Suwandi; Nani Sumarni
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 3 (2005): September 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v15n3.2005.p%p

Abstract

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang. Budidaya bawang merah dapat dilakukan melalui penggunaan umbi bibit atau true shallot seed (TSS). Keuntungan TSS adalah lebih mudah, murah, volume lebih sedikit, dan bebas virus. Banyak cara untuk meningkatkan pembungaan dan pembijian bawang merah, antara lain melalui waktu tanam yang tepat atau aplikasi ZPT. Tujuan percobaan adalah untuk mendapatkan waktu tanam yang tepat serta untuk mempelajari pengaruh ZPT terhadap pembungaan dan pembijian bawang merah. Perlakuan terdiri atas petak utama yaitu waktu tanam bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober dan anak petak yaitu perlakuan pembungaan: kontrol, mepiquat khlorida, dan mepiquat klorida + polinator buatan dengan tangan. Rancangan percobaan adalah petak terpisah dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan waktu tanam dengan perlakuan pembungaan terhadap pertumbuhan, pembungaan, dan pembijian bawang merah di dataran tinggi Lembang. Waktu tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, pembungaan, dan pembijian bawang merah di dataran tinggi Lembang, sedangkan ZPT mepiquat klorida dan polinator buatan tidak berpengaruh nyata. Penanaman bulan September menghasilkan berat biji per petak tertinggi dengan hasil sebesar 27,5 g per petak luas 9 m2 atau setara dengan 22,92 kg/ha dengan efisiensi lahan 75%. Pemilihan waktu tanam yang tepat dapat digunakan untuk memproduksi biji TSS yang tinggi.Effect of planting time and plant growth regulator mepiquat chloride on flowering and seed-set of shallot. Cultivation of shallot could be conducted by using bulb or true shallot seed (TSS). The benefecial of TSS were easier, cheaper, small volume, and free-virus. Many methods for increasing flowering and seed-set were by appropriate planting time and application of plant growth regulator. The experiment was conducted at the Experimental Field of IVEGRI Lembang. The objectives of the experiment were to determine appropriate planting time and the effect of plant growth regulator (PGR) mepiquat chloride on flowering and seed-set of shallot. The treatments were arranged in a split plot design with three replications. Four planting time of July, August, September, and October were assigned to main plots, and pgr treatments of control, pgrpgrpgr mepiquat chloride, and PGR mepiquat chloride + artificial hands pollinator were assigned to subplots. The results showed that there was no interaction between planting time and pgr treatments on flowering and seed-set of shallot grown in Lembang. Planting time influenced significantly the growth, flowering, and seed-set of shallot, meanwhille pgr mepiquat chloride and artificial pollinator by hands had no significant effect. Planting time on September produced the highest seed weight per plot of 27.5 g per 9 m2 or equivalent to 22.92 kg/ha at land efficiency of 75%. The appropriate planting time could be applied to produce the high seed-set of shallot.
Respons Pertumbuhan, Hasil Umbi, dan Serapan Hara NPK Tanaman Bawang Merah terhadap Berbagai Dosis Pemupukan NPK pada Tanah Alluvial Nani Sumarni; Rini Rosliani; Rofik Sinung Basuki
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 4 (2012): Desember 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v22n4.2012.p366-375

Abstract

Tanaman bawang merah memerlukan ketersediaan hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dalam jumlah yang cukup dan berimbang di dalam tanah untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan kebutuhan pupuk N, P, dan K optimum untuk dua varietas bawang merah pada jenis tanah Alluvial. Penelitian lapangan dilakukan di daerah Ciledug-Cirebon (Jawa Barat), dari Bulan Juli sampai dengan Oktober 2009. Rancangan percobaan yang digunakan ialah petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama ialah varietas bawang merah, terdiri atas varietas Bima Curut dan Bangkok. Anak petak yaitu dosis pupuk N, P, dan K, terdiri atas 11 kombinasi dosis N-P2O5-K2O yang disusun secara terpusat (central design). Kisaran dosis pupuk yaitu 0–270 kg/ha N, 0–180 kg/ha P2O5, dan 0–180 kg/ha K2O. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara varietas dan dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan tanaman dan serapan NPK tanaman bawang merah, sedangkan hasil umbi bawang merah dipengaruhi oleh interaksi antara varietas dan dosis pupuk NPK. Dosis pupuk N, P, dan K optimum untuk varietas Bima Curut ialah 146 kg/ha N, 111 kg/ha P2O5, dan 100 kg/ha K2O dengan tingkat hasil umbi kering eskip rerata 25,77 t/ha, sedangkan dosis pupuk N, P, dan K optimum untuk varietas Bangkok ialah 248 kg/ha N, 98 kg/ha P2O5, dan 103 kg/ha K2O dengan tingkat hasil umbi kering eskip rerata 35,44 t/ha. Untuk menghasilkan hasil umbi kering eskip maksimum, varietas Bima Curut  menyerap 64,26 kg/ha N, 18,03 kg/ha P2O5, dan 123,39 kg/ha K2O yang diperoleh dengan pemberian pupuk sebanyak 180 kg/ha N, 120 kg/ha P2O5, dan 60 kg/ha K2O, sedangkan varietas Bangkok  menyerap 69,65 kg/ha N, 22,88 kg/ha P2O5, dan 149 kg/ha K2O yang diperoleh dengan pemberian pupuk sebanyak 270 kg/ha N, 120 kg/ha P2O5, dan 120 kg/ha K2O. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk NPK dan hasil umbi bawang merah. Shallots plants need balance of NPK nutrient supply in soil to get optimally plant growth and bulb yield. This experiment was conducted at a farmer field in Ciledug-Cirebon, West Java Province, from July until October 2009. The objective of this experiment was to find out the optimum dosage of NPK fertilizer application for two shallots varieties on Alluvial soil type. A split plot design with three replications was used. Two shallots varieties (Bima Curut and Bangkok) were assigned to main plot, and 11 combinations of N-P2O5-K2O dosages were assigned to subplot. The range of N, P, and K dosages were 0–270 kg/ha N, 0–180 kg/ha P2O5, and 0-180 kg/ha K2O. The results revealed that there were no interaction between varieties and NPK dosages on plant growth and NPK uptake by shallots plant. But both shallots varieties of Bima Curut and Bangkok gave different response to NPK fertilization, expressed by dry bulb yield. The optimum dosage of NPK for Bima Curut variety was146 kg/ha N, 111 kg/ha P2O5, and 100 kg/ha K2O that gave dry bulb yield of 25.77 t/ha, while the optimum dosage of NPK for Bangkok variety was 248 kg/ha N, 98 kg/ha P2O5, and 103 kg/ha K2O that gave dry bulb yield of 35,44 t/ha. To get the maximum yield of dry bulb weight, Bima Curut variety absorbed 64.26 kg/ha N, 18.03 kg/ha P2O5, and 123.39 kg/ha K2O which obtained by applying of 180 kg/ha N, 120 kg/ha P2O5, and 60 kg/ha K2O, while  Bangkok variety absorbed 69.65 kg/ha N, 22.88 kg/ha P2O5, and 149 kg/ha K2O which obtained by applying of 270 kg/ha N, 120 kg/ha P2O5, and 120 kg/ha K2O. The results can be applied to increase the efficiency of NPK fertilizer for growing shallots on Alluvial soil type.
Optimasi Pupuk dalam Usahatani LEISA Bawang Merah di Dataran Rendah Aziz Azirin Asandhi; Nunung Nurtika; Nani Sumarni
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 3 (2005): September 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v15n3.2005.p%p

Abstract

Usahatani bawang merah telah dianggap menggunakan input bahan kimia sintetik terlalu tinggi, sehingga perlu dicari teknologi alternatif yang lebih ramah lingkungan dengan mengganti sebagian input kimia sintetik dengan bahan alami, seperti bahan organik. Untuk itu, diadakan kegiatan penelitian di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana dari bulan Juni sampai dengan September 2003 menggunakan bawang merah varietas bangkok warso yang ditanam dengan jarak 17x17 cm. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan macam pupuk organik dan dosis pupuk NPK untuk meningkatkan hasil sayuran dalam usahatani Leisa di dataran rendah. Rancangan percobaan menggunakan acak kelompok dengan tiga ulangan. Perlakuannya adalah kombinasi jenis pupuk organik (Oo = tanpa pupuk organik, O1= kompos ampas tebu dan O2 = bokasi jerami) dengan dosis pupuk NPK (Po = 0 kg/ha; P1 = 375 kg/ha; P2 = 750 kg/ha; P3 = 1.125 kg/ha, dan P4 = 1.500 kg/ha). Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada tanaman yang tidak diberi bahan organik, penggunaan pupuk NPK (15-15-15) kadar 375 kg/ha sudah meningkatkan bobot basah dan bobot kering bawang merah secara nyata. Pada tanaman yang diberi bahan organik ampas tebu, pemupukan NPK (15-15-15) dosis 375 kg/ha sudah memberikan kenaikan hasil bawang merah baik bobot basah maupun bobot kering secara nyata. Sedang penggunaan bahan organik bokasi jerami dengan pupuk NPK (15-15-15) dosis 375 kg/ha hanya meningkatkan bobot basah hasil bawang merah secara nyata.Optimization of vegetable production input in lowland under LEISA system. Production of shallot has been considered to use high chemical synthetic input, so there is a need to look for an alternative technology which is more environmentally safe by replacing some chemicals input with natural product such as organic matters. The experiment has been conducted in Kemukten, Kersana, Brebes from June up to September 2003 by using shallot variety bangkok warso that was planted at planting distance of 17x17 cm. The objective of this experiment was to find out kind of organic manure and dosage of NPK to increase yield of shallot under LEI SA system. The experimental arranged in a randomized complete block design with three replications. The treatments were the combination between kind of organic matters without organic matter, sugarcane waste, and fermented rice straw) with dosages of NPK (0 kg/ha; 375 kg/ha; 750 kg/ha; 1,125 kg/ha; and 1,500 kg/ha). The results showed that shallot plantation without organic matters combined with 375 kg/ha NPK (15-15-15) could improve fresh and dry crops weight significantly. The application of sugarcane waste in combination with 375 kg/ha NPK (15-15-15), significantly increased fresh and dry weight of the harvested crops, while application of fermented rice straw organic matters in combination with 375 kg/ha NPK (15-15-15) just improved the yield in term of fresh crops weight significantly.