Marsudi, Marsudi
Institut Teknologi Sepuluh Nopembe

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

`STILISTIKA, RETORIKA DAN PEMBANGUNAN Subali, Edy; Hendrajati, Enie; Marsudi, Marsudi; Hermanto, Hermanto
IPTEK Journal of Proceedings Series No 5 (2018): Seminar Nasional Teknologi dan Perubahan (SEMATEKSOS) 3 2018
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23546026.y2018i5.4429

Abstract

Manusia pemakai bahasa merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Kesempurnaannya justru karena manusia secara eksistensial bersifat labil. Ia selalu mempersoalkan adanya. Ia tidak pernah menganggap bahwa sesuatu bersifat final. Daur kehidupan manusia selalu berada dalam proses menjadi. Tidak pernah jadi-jadi. Oleh karenanya manusia berperadaban. Pertanyaannya, jika eksistensi manusia bersifat labil dengan ciri seperti tersebut maka apa dan bagaimana implikasinya terhadap pemakaian bahasa (stilistika dan retorika) dalam konteks pembangunan?Ada dua kerangka berfikir yang akan dipakai untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, empirisme-positivisme memosisikan bahasa hanyalah representasi realitas, mirror of reality karena realitas dan kebenaran dianggap riil-faktual atau alamiah-objektif. Dengan logika berfikir tersebut maka orientasi pemakaian bahasa lebih ke arah kategori benar atau salah dan baik atau buruk. Logika berfikir ini akan memberi peluang untuk dimanfaatkan kelompok atau golongan tertentu yang secara politik dan ekonomi dominan untuk menghegemoni.Kedua, logika berfikir kaum fenomenologis dan kritis. Realitas, makna, dan dunia menurut mereka hanyalah ada dalam kata atau bahasa. Dunia dalam kata atau bahasa tersebut hanyalah hasil berduel (retorika) dan konstruksi sejarah yang masih bersifat semu dan labil. Pertarungan atau duel itu merupakan konsekuensi logis bahwa realitas itu ada apabila sudah dalam bahasa. Bahasa sebagai sekretaris sang ada. Logika berfikir ini dapat bernilai positif-produktif karena dapat memberi peluang kepada manusia, masyarakat, dan bangsa yang sedang membangun untuk terhindar dari praktik-praktik sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang bernuansa otoritarian-hegemonik.