Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Anggota Dewan Riset Daerah Sumatera Selatan Fauzi, Akhmad; Jauhari, Zuraidah
Publikasi Penelitian Terapan dan Kebijakan Vol 2 No 1 (2008): Jurnal Pembangunan Manusia
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengembangan daerah rawa pasang surut untuk lahan pertanian telah dimulai sejak 85 tahun yang lalu oleh suku banjar dan bugis pada berbagai wilayah di Indonesia. di Sumatera Selatan pada tahun 1969 Pemerintah melakukan pembukaan rawa pasang surut untuk menunjang swasembada pangan dengan diiringi oleh Program Transmigrasi Penduduk dari Pulau Jawa/Bali. Pembukanan tersebut dilakukan pada daerah pesisir pantai Sumatera umumnya di Kabupaten Banyuasin. Sampai akhir tahun 1986 telah dibuka 19 unit daerah pasang surut dengan luas sekitar 2500 km2 , saat ini sebagian besar daerah persawahan pasang surut tersebut tidak produktif karena berbagaii kendala antara lain sistem irigasi,sedimentasi, keasaman tanah, fasilitas pendukung, dan akses masuk. Karena itu sebagian petani meninggalkan lahan pertanian dan berobah profesi menjadi buruh dikota atau pekerja kasar lainnya. Penelitian lapangan dilaksanakan pada awal bulan januari 2004 sampai akhir bulan Desember 2005 di daerah rawan pasang surut di Kabupaten Banyuasin. Meknisme sedimentasi di jaringan irigasi pasang surut diawali oleh transportasi sedimen dari sungai Musi ke sungai Banyuasin melalui Terusan Sebalik/PU kemudian menuju sistem irigasi pasang surut dan kemudian pengendap sebelum air surut. Hasil survei menunjukan bahwa 750 km2 sawah pasang surut tersebut tersedimen lumpur setebal lebih kurang 30,00 cm. Bila di lakukan pengerukan terhadap sedimen tersebut diperlukan biaya Rp. 4,5 triliun, sangat besar dan tidak layak secara ekonomi. Tulisan ini mencoba memberikan saran mengatasi problema tersebut yaitu menlakukan konversi lahan sawah tersedimen menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Dari analisa benefit-cost (B-C Analyses) yang dilakukan didapatkan bahwa indikator kelayakan yaitu BEP, NPV, B/C Ratio dan IRR menunjukan nilai sangat baik dan berarti konversi lahan dimaksud layak dilakukan.
CARA ALTERNATIF MENGATASI BANJIR DAN KEKERINGAN PADA SUBDAS KOMERING UNTUK MENINGKATKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT Fauzi, Akhmad; Jauhari, Zuraidah
Publikasi Penelitian Terapan dan Kebijakan Vol 2 No 2 (2008): Jurnal Pembangunan Manusia
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banjir dan kekeringan pada Sub Daerah Aliran Sungai (SubDAS) Komering rutin terjadi setiap tahun. Banjir dan kekeringan ini berdampak negatif terhadap aktivitas sosial-ekonomi masyarakat antara lain pertanian/petrkebunan, transportasi darat dan air, air bersih, perikanan, dan kualitas kehidupan secara umum. Banjir dan kekeringan secara teknis merupakan salah satu ciri telah rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS). Kerusakan DAS ini berhubungan erat dengan kondisi hutan di hulu DAS yaitu hulu sungai Musi dan sungai Komering. Kerusakan hutan dan berkurangnya luas kawasan hutan berakibat meningkatnya aliran permukaan di musim hujan, selanjutnya meningkatkan erosi, tanah longsor dan akhirnya menyebabkan sedimentasi dan pendangkalan bagian-bagian rendah dan muara sungai. Penelitian ini memberikan cara alternatif pemecahkan masalah banjir dan kekeringan akibat sedimentasi, pendangkalan sistem sungai Komering. Penelitian lapangan dan pengambilan contoh air dilakukan pada awal Januari 2004 sampai akhir Desember 2005 pada sistem sungai Komering. Pengujian kadar sedimen dilakukan Laboratorium Polsri Palembang dan Laboratorium Mekanika Tanah CV.Usamacon. Dari survei lapangan, pengujian laboratorium dan simulasi keseimbangan debit air/sedimen masuk/keluar sistem sungai didapat hasil : 1) banjir dan kekeringan disebabkan karena telah terjadi pendangkalan sistem sungai; 2) perbaikan dan pengaturan sistem sungai dapat mengatasi sedimentasi dan mendangkalan tersebut; 3) pengendalian debit air/sedimen masuk dan keluar sistem yang berimbang membuktikan hanya terjadi 11.553 ton/tahun sedimen mengendap di sistem sungai; 4) Pembuatan bendung gerak pada Terusan Randu merupakan cara terbaik untuk mengurangi debit sungai Komering yang keluar ke sungai Ogan, selanjutnya mengurangi banjir di bagian hilir sungai Ogan; 5) keberhasilan cara ini hangat bergantung kepada pengendalian erosi di hulu SubDAS Komering dan DAS Musi; yang harus dilakukan oleh semua pihak terkait dengan melakukan pengendalian erosi dan penghijauan atau penghutanan kembali.