Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : SELODANG MAYANG

PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMILIHAN KEPALA DESA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 Jamri, Jamri; Muhsin, Muhsin
Selodang Mayang: Jurnal Ilmiah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Vol. 8 No. 3 (2022): JURNAL SELODANG MAYANG
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47521/selodangmayang.v8i3.269

Abstract

The Village Head is elected directly by and from Village residents who are citizens of the Republic of Indonesia who meet the requirements for a term of office of 6 (six) years from the date of inauguration. The stages for selecting a village head are the nomination stage, the voting stage, and the determination stage. Villages are carried out by the Village Head Election Committee. One of the most crucial matters regarding the implementation of the village head election stages is the stage of determining the elected village head which is possible to cause village head election disputes, and what is the mechanism for village head election dispute settlement, so that village head election settlement can be resolved through the applicable legal mechanism. Kepala Desa dipilih secara langsung oleh dan dari penduduk Desa warganegara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan dengan masa jabatan 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.Adapaun tahapan pemilihan kepala desa ialah tahap pencalonan, tahap pemungutan suara dan tahapan penetapan.Tahapan-tahapan Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan Kepala Desa.Salah satu yang sangat krusial menyangut pelaksanaan tahapan-tahapan pemilihan kepala desa ialah tahap penetapan kepala desa terpilih yang dimungkinkan bisa menimbulkan sengketa pemilihan kepala desa, dan bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa, sehingga penyelesaian pemilihan kepala desa tersebut dapat diselesaikan secara mekanisme hukum yang berlaku.
PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Jamri, Jamri; Muhsin, Muhsin
Selodang Mayang: Jurnal Ilmiah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Vol. 9 No. 3 (2023): JURNAL SELODANG MAYANG
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47521/selodangmayang.v9i3.352

Abstract

There are two legal regulation testing institutions in Indonesia that submit judicial reviews. First, to review laws against the 1945 Constitution, the authority to review them lies with the Constitutional Court. Second, testing through judicial review of statutory regulations under the law, if they conflict with the law, the authority lies with the Supreme Court. A study of legal regulations in Indonesia actually guarantees that every product of legal regulations, especially laws in Indonesia, in forming norms must not conflict with the norms contained in the constitution or the 1945 Constitution, as well as the formation of legislative regulations under the law must do not conflict with the law, where the 1945 Constitution itself has been placed in the highest position in statutory regulations. Pengujian peratuan perundang-undangan di indonesia terdapat dua lembaga untuk mengajukan judicial review. Pertama menguji UU terhadap UUD 1945 kewenangan mengujinya ada pada Mahkamah Konstitusi. Kedua pengujian melalui judicial review peraturan perundang-undangan dibawah undang undang apabila bertentangan dengan undang-undang kewenangannya berda di Mahkamah Agung. pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia tersebut sebenarnya mejaga agar setiap produk peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang di Indonesia dalam pembentukan norma tidak boleh bertentangan dengan norma yang telah ada pada konstitusi atau UUD 1945, begitu juga dengan pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, dimana UUD 1945 sendiri telah di letakan pada posisi yang paling tinggi pada peraturan perundang-undangan.
ANALISIS PERAN DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM DALAM PENYELESAIAN DUGAAN PELANGGARAN ADMINISTRATIF: Jurnal hukum Tata Negara Syarifudin, Syarifudin; Wandi, Wandi; Jamri, Jamri
Selodang Mayang: Jurnal Ilmiah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Vol. 10 No. 2 (2024): JURNAL SELODANG MAYANG
Publisher : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47521/selodangmayang.v10i2.409

Abstract

The core meaning of general elections (elections) in the context of democratic political life is as an institution for changing power which is carried out with standards, regulations, and ethics. In terms of the process, it cannot be separated from the history of the election itself, which began in 1971 as the second election in the history of elections in Indonesia. At that time, there was a crisis of confidence in election organizers due to allegations of widespread manipulation. Since then, the background to the formation of election monitoring institutions has become increasingly clear. The crisis continued in the 1977 election, where more massive fraud and violations occurred. However, it was only in 1982 that an election supervisory institution was formed with the name of the General Election Oversight Committee (Panwaslak Pemilu) as a refinement of the General Election Institution. The role and authority of Bawaslu in handling election administration violations start from the findings of City Panwaslu members, the formation of an examination panel led by the Chair of Bawaslu, an examination hearing, and finally the holding of a final hearing. decision. There are three obstacles at this stage, namely the difficulty of presenting witnesses at the trial, limited authority to execute decisions, and a lack of institutional members to carry out their duties during the trial. Inti makna dari pemilihan umum (pemilu) dalam konteks kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai sebuah lembaga untuk pergantian kekuasaan yang dijalankan dengan standar, peraturan, dan etika. Dalam hal proses, tidak dapat dipisahkan dari sejarah pelaksanaan pemilu itu sendiri, yang dimulai pada tahun 1971 sebagai kali kedua dalam sejarah pemilu di Indonesia. Pada waktu itu, muncul krisis kepercayaan terhadap petugas pemilu akibat dugaan manipulasi yang marak dilakukan. Sejak saat itu, latar belakang terbentuknya lembaga pengawas pemilu menjadi semakin jelas. Krisis terus berlanjut pada pemilu 1977, di mana terjadi kecurangan dan pelanggaran yang lebih masif. Namun, baru pada tahun 1982, lembaga pengawas pemilu dibentuk dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum (Panwaslak Pemilu) sebagai penyempurnaan dari Lembaga Pemilihan Umum. Peran dan kewenangan Bawaslu dalam menangani pelanggaran administratif pemilu dimulai dengan temuan dari anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan Kota, pembentukan majelis pemeriksa yang dipimpin oleh Ketua Bawaslu, persidangan untuk pemeriksaan, dan akhirnya pembuatan putusan akhir, terdapat tiga hambatan pada tahap ini, kesulitan dalam mendatangkan saksi dalam persidangan, keterbatasan kewenangan dalam eksekusi putusan, dan kekurangan anggota lembaga untuk menjalankan tugas saat persidangan berlangsung.