Muis, Lidya Shery
RF Law Office Jl. Ngaglik No. 48 B Surabaya

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

HAK ATAS AKSESIBILITAS OBAT PATEN BAGI MASYARAKAT Muis, Lidya Shery
Widya Pranata Hukum : Jurnal Kajian dan Penelitian Hukum Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/widyapranata.v1i1.259

Abstract

Hak atas aksesibilitas obat paten merupakan hak konstitusional Warga Negara sebagai hak atas kesehatan yang dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD NRI tahun 1945. Namun dalam kaitannya dengan hak atas obat paten yang memberi reward kepada penemunya dalam jangka waktu tertentu untuk memproduksi, mendistribusikan, mengeksploitasi secara ekonomis dan melarang pihak ketiga untuk memproduksinya, telah memberi efek negatif yaitu dibatasinya aksesibilitas publik atas obat paten. Masalah pokok yang akan dikaji adalah bagaimana ratio legis hak atas aksesibilitas obat paten bagi masyarakat dan bagaimana perbandingan hak atas akses obat bagi masyarakat dalam perjanjian Internasional dan Peraturan paten di Indonesia. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa monopoli obat paten mengakibatkan hak atas aksesibilitas obat paten bagi masyarakat semakin tidak terkontrol karena harga obat paten yang sangat mahal, dikarenakan bahwa pada realitanya TRIPs lebih dominan melindungi hak negara maju sebagai pemegang hak atas obat Paten, meskipun ada Deklarasi Doha yang di lahirkan untuk melindungi hak kesehatan masyarakat dikarenakan sulitnya akses obat dan harga obat yang mahal.
Eksistensi Hak Anak Hasil Perkawinan Siri Dalam Perspektif Hukum Muis, Lidya Shery
Widya Pranata Hukum : Jurnal Kajian dan Penelitian Hukum Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/widyapranata.v2i2.242

Abstract

Eksistensi keberadaan nikah siri yang terjadi hingga hari ini wajib mendapatkan perhatian serius, mengingat terjadi pembiaran yang di lakukan oleh Negara nantinya akan menjadi kebiasaan sehingga menjadi budaya yang tidak mendidik generasi muda. Polemic yang terjadi mengenai kekuatan putusan Perkara nomor 46/PUUVII/2010 hanya mengesahkan status dan kedudukan anak dari suatu pernikahan akan tetapi tidak memberikan tafsiran mengenai larangan atau batasan mengenai keberadaan nikah siri atau memiliki anak diluar perkawinan. Serta Eksistensi keberadaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang persoalan hubungan keperdataan anak perlu di tinjau kembali menginggat Negara mengakui dan memberikan perlindungan keberadaan anak yang di buktikan dengan “asal-usul seorang anak pengakuan secara sah secara hukum merupakan langkah yang revolusioner akan tetapi pengakui sah negara terhadap anak perlu di gali kembali menginggat bagaimana mungkin Negara dapat mengakui anak dari suatu pernikahan yang tidak di lakukan secara sah menurut hukum yang berlaku, pengakui agama dari suatu pernikahan siri seyogyannya mengikat secara agama, akan tetapi yang terjadi pernikahan  secara siri (agama) tetapi konsekuensinya ketika mumpunyai anak mengikat secara hukum Seyogyannya pembaruan hukum atau regulasi dilaksankan dengan berabgai pertimbangan dan permasalahan yang terjadi dengan melihat hukum progresif dan penerapan pembentukan moralitas bangsa yang terjadi hingga hari ini, maka eksistensi dari keberadaan Undang Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan.
PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA FESYEN TERHADAP EKONOMI KREATIF DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Lidya Shery Muis; Ari Purwadi; Dwi Tatak Subagiyo
Perspektif Vol 22, No 2 (2017): Edisi Mei
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (779.778 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v22i2.618

Abstract

Ekonomi kreatif erat hubungannya dengan hak cipta karena perkembangan ekonomi kreatif berfokus kepada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreativitas yang dapat mendatangkan manfaat ekonomi kepada penciptanya. Permasalahan yang diajukan pada penelitian ini adalah perlindungan hukum dan penyelesaian sengketa hak cipta fesyen terhadap ekonomi kreatif dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN, membuat hak cipta fesyen rentan terkena pembajakan karena MEA memberlakukan pasar tunggal terhadap negara anggota ASEAN. Pembajakan mengakibatkan pencipta mengalami kerugian moril karena merasa hasil karyanya tidak dihargai dan kerugian materiil karena hasil karyanya telah tersebar namun tidak memberikan insentif kepada pencipta. Bentuk perlindungan hak cipta terhadap ekonomi kreatif dalam MEA terlihat dari kebijakan pemerintah memperbaharui UUHC dan pengesahan Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan No. 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif yang kemudian disingkat Perpres Bekraf. Bekraf bertugas untuk menetapkan kebijakan terhadap ekonomi kreatif. Pembaruan UUHC dan mengesahkan Perpres Bekraf diharapkan dapat memenuhi unsur perlindungan dan pengembangan ekonomi kreatif.The creative economy is closely related to copyright because the development of the creative economy focuses on the creation of goods and services by relying on the skills, talents and creativity that can bring economic benefits to its creators. The creative economy in the AEC era made the fashion copyright vulnerable to piracy because the MEA imposed a single market on ASEAN member countries. Hijacking resulted in the creator experiencing moral loss because he felt his work was not appreciated and material losses because his work has been scattered but did not provide incentives to the creator. The form of copyright protection to the creative economy in the MEA is an evident from the government’s policy of updating the UUHC and the approval of the Presidential Regulation on Bekraf. Bekraf is tasked with establishing policies toward the creative economy. The UUHC renewal and the endorsement of the Presidential Regulation on Bekraf are expected to meet the elements of protection and development of the creative economy.
Eksistensi Hak Anak Hasil Perkawinan Siri Dalam Perspektif Hukum Lidya Shery Muis
Widya Pranata Hukum : Jurnal Kajian dan Penelitian Hukum Vol. 2 No. 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/widyapranata.v2i2.242

Abstract

Eksistensi keberadaan nikah siri yang terjadi hingga hari ini wajib mendapatkan perhatian serius, mengingat terjadi pembiaran yang di lakukan oleh Negara nantinya akan menjadi kebiasaan sehingga menjadi budaya yang tidak mendidik generasi muda. Polemic yang terjadi mengenai kekuatan putusan Perkara nomor 46/PUUVII/2010 hanya mengesahkan status dan kedudukan anak dari suatu pernikahan akan tetapi tidak memberikan tafsiran mengenai larangan atau batasan mengenai keberadaan nikah siri atau memiliki anak diluar perkawinan. Serta Eksistensi keberadaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang persoalan hubungan keperdataan anak perlu di tinjau kembali menginggat Negara mengakui dan memberikan perlindungan keberadaan anak yang di buktikan dengan “asal-usul seorang anak pengakuan secara sah secara hukum merupakan langkah yang revolusioner akan tetapi pengakui sah negara terhadap anak perlu di gali kembali menginggat bagaimana mungkin Negara dapat mengakui anak dari suatu pernikahan yang tidak di lakukan secara sah menurut hukum yang berlaku, pengakui agama dari suatu pernikahan siri seyogyannya mengikat secara agama, akan tetapi yang terjadi pernikahan  secara siri (agama) tetapi konsekuensinya ketika mumpunyai anak mengikat secara hukum Seyogyannya pembaruan hukum atau regulasi dilaksankan dengan berabgai pertimbangan dan permasalahan yang terjadi dengan melihat hukum progresif dan penerapan pembentukan moralitas bangsa yang terjadi hingga hari ini, maka eksistensi dari keberadaan Undang Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan.
Hak Atas Aksesibilitas Obat Paten Bagi Masyarakat Lidya Shery Muis
Widya Pranata Hukum : Jurnal Kajian dan Penelitian Hukum Vol. 1 No. 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/widyapranata.v1i1.259

Abstract

Hak atas aksesibilitas obat paten merupakan hak konstitusional Warga Negara sebagai hak atas kesehatan yang dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD NRI tahun 1945. Namun dalam kaitannya dengan hak atas obat paten yang memberi reward kepada penemunya dalam jangka waktu tertentu untuk memproduksi, mendistribusikan, mengeksploitasi secara ekonomis dan melarang pihak ketiga untuk memproduksinya, telah memberi efek negatif yaitu dibatasinya aksesibilitas publik atas obat paten. Masalah pokok yang akan dikaji adalah bagaimana ratio legis hak atas aksesibilitas obat paten bagi masyarakat dan bagaimana perbandingan hak atas akses obat bagi masyarakat dalam perjanjian Internasional dan Peraturan paten di Indonesia. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa monopoli obat paten mengakibatkan hak atas aksesibilitas obat paten bagi masyarakat semakin tidak terkontrol karena harga obat paten yang sangat mahal, dikarenakan bahwa pada realitanya TRIPs lebih dominan melindungi hak negara maju sebagai pemegang hak atas obat Paten, meskipun ada Deklarasi Doha yang di lahirkan untuk melindungi hak kesehatan masyarakat dikarenakan sulitnya akses obat dan harga obat yang mahal.
State Responsibility for Access and Availability of Patented Drugs for Public Health Lidya Shery Muis; Rahmi Jened; Nurul Barizah; Go Chin Tjwan
Yuridika Vol. 38 No. 2 (2023): Volume 38 No 2 May 2023
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/ydk.v38i2.43007

Abstract

Article 28H and Article 34 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia stipulate that fulfilling the health rights of Indonesian citizens is the responsibility of the state. Human rights require that individuals have access to the availability of medicines in society. The high price of medicines, especially patent medicines, results in limited access and availability of essential medicines. This study uses normative legal research methods, with a statutory approach, and a conceptual approach. The purpose of this study is to examine and analyze the state's goals in fulfilling the right to health as a human right by the state as well as access and availability of patented drugs to fulfill the right to health. In addition to ensuring the availability of complete medicines in sufficient quantity, quality, affordable and easily accessible to the public, the government is also responsible for protecting the rights of inventors as long as the drugs are still under patent protection. To balance these two rights, the government plays the role of provider, regulator, entrepreneur and umpire.