Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Peningkatan Sifat Alir dan Stabilitas Oksidasi Biodiesel dengan Proses Hidrogenasi Parsial. (Bagian II): Penggunaan Pd-Al2O3 Sebagai Katalis Sidjabat, Dr. Oberlin
Lembaran publikasi minyak dan gas bumi Vol 47, No 3 (2013)
Publisher : PPPTMGB "LEMIGAS"

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (884.824 KB) | DOI: 10.29017/LPMGB.47.3.247

Abstract

Perhatian terhadap Biodiesel sedang meningkat secara mendunia sebagai suatu bahan bakar pengganti minyak solar atau sebagai komponen pencampur di sektor transportasi. Biodiesel menjadi lebih menarik karena keuntungan terhadap lingkungan dan dibuat dari sumber-sumber yang dapat diperbaharui. Namun masih ada permasalahan dalam hal mutu seperti kestabilan oksidasi dan sifat alirnya yaitu titik tuang dan titik kabut yang sangat penting dalam penggunaannya secara komersial. Karakteristik tersebut sangat tergantung pada komponen bahan bakunya yang mengandung asam lemak tak-jenuh, yang mudah teroksidasi membentuk polimer-polimer serta pengaruh kondisi lingkungannya. Ketidak stabilan produk biodiesel tersebut dapat diatasi dengan menurunkan komponen-komponen tak jenuhnya melalui proses hidrogenasi parsial dengan bantuan katalis paladium (Pd) berpenyangga (support) alumina (Al2O3). Proses hidrogenasi parsial dilakukan dengan sistem reaktor autoclave berpengaduk dengan temperatur 80oC dan tekanan atmosfir. Karakteristik stabilitas oksidasi dapat meningkat untuk memenuhi spesifikasi yang ditentukan (10 jam), juga sifat alir meningkat secara signifikan dengan penggunaan katalis tersebut.
Pengaruh Unsur Serium (Ce) pada Aktivitas Katalis Perengkah Berbasis Zeolit Sidjabat, Dr. Oberlin
Lembaran publikasi minyak dan gas bumi Vol 41, No 2 (2007)
Publisher : PPPTMGB "LEMIGAS"

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (187.959 KB) | DOI: 10.29017/LPMGB.41.2.193

Abstract

Mengingat sifat minyak bumi semakin berat maka perlu suatu proses dengan menggunakan katalis untuk mengkonversi fraksi berat minyak bumi menjadi bahan bakar minyak. Salah satu proses katalitik yang digunakan adalah perengkahan katalitik (catalytic cracking) dengan menggunakan katalis berbasis alumina-silika serta zeolit. Namun katalis tersebut masih memerlukan pengembangan mengingat aktivitas katalis sangat rendah dan juga unjukkerjanya perlu ditingkatkan karena pengaruh terbentuknya karbon yang menutupi permukaan katalis. Dalam penelitian ini, unsur serium (Ce) ditambahkan pada katalis berbasis zeolit untuk mengetahui pengaruhnya terhadap aktivitas perengkahan dengan umpan gas oil. Katalis yang dipreparasi dalam penelitian ini dilakukan dengan metode impregnasi. Katalis dikarakterisasi untuk melihat sifat tesktur dan luas permukaan dan juga sifat keasamannya. Di samping itu uji aktivitas dilakukan dengan menggunakan umpan gas oil pada beberapa suhu reaksi (450, 480, dan 510oC). Penambahan unsur serium menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap luas permukaan, dan menunjukkan perubahan terhadap derajat keasamannya. Sedangkan uji aktivitas yang dilakukan pada suhu 450, 480, dan 510oC, menunjukkan bahwa dengan penambahan unsur serium dapat meningkatkan aktivitas katalis.
Pengaruh Unsur Lanthanum (La) pada Katalis Fe-Zeolit dalam Pengolahan Limbah Cair yang Mengandung Fenol Sidjabat, Dr. Oberlin
Lembaran publikasi minyak dan gas bumi Vol 41, No 3 (2007)
Publisher : PPPTMGB "LEMIGAS"

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.067 KB) | DOI: 10.29017/LPMGB.41.3.199

Abstract

Perkembangan teknologi dan pertumbuhan proses industri, seperti industri migas, selain menghasilkan produk utama yang bermanfaat bagi masyarakat juga menghasilkan produk samping seperti limbah cair yang mengandung fenol. Limbah yang mengandung fenol sangat banyak dihasilkan pada industri migas sebagai limbah yang sangat berbahaya. Senyawa fenol bersifat karsinogenik atau toksis yang dapat merusak kesehatan meskipun dalam konsentrasi rendah. Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan maka limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu, sebelum dibuang ke lingkungan, sampai memenuhi persyaratan baku mutu yang diperbolehkan. Salah satu cara mereduksi limbah yang mengandung fenol adalah dengan mendegradasi fenol dengan bahan oksidator dan bantuan katalis. Percobaan degradasi senyawa fenol dilakukan dengan menggunakan proses katalitik yaitu dengan menggunakan katalis berbasis zeolit dengan logam aktif besi (Fe) dan hidrogen peroksida (H2O2) sebagai bahan pengoksidasi. Katalis dipreparasi dengan metode impregnasi dan dikarakterisasi. Umpan yang digunakan mengandung fenol dengan konsentrasi 8 ppm. Pengaruh penambahan unsur lanthanum (La) pada katalis tersebut juga diteliti dalam degradasi senyawa fenol menjadi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Hasil percobaan menunjukkan bahwa aktivitas katalis dapat mengkonversi umpan yang hanya mengandung fenol rata-rata sampai 98%. Pengaruh penambahan unsur lanthanum (La) menunjukkan sedikit peningkatan konversi dibandingkan dengan katalis tanpa lanthanum. Sedangkan umpan yang mengandung campuran fenol dan hidrokarbon menunjukkan konversi lebih rendah dari pada umpan yang hanya mengandung fenol.
Pengembangan Teknologi Bersih dan Kimia Hijau dalam Meminimalisasi Limbah Industri Sidjabat, Dr. Oberlin
Lembaran publikasi minyak dan gas bumi Vol 42, No 1 (2008)
Publisher : PPPTMGB "LEMIGAS"

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.113 KB) | DOI: 10.29017/LPMGB.42.1.201

Abstract

Teknologi atau proses yang digunakan industri-industri untuk memproduksi produk-produk yang kita butuhkan sangat mempengaruhi kualitas hidup kita terutama terhadap lingkungan dan kesehatan. Pada umumnya industri-industri masih banyak menghasilkan limbah yang merusak lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan solusi untuk meminimalisasi limbah industri atau kerusakan lingkungan dengan mengembangkan teknologi bersih (clean technology) berdasarkan konsep kimia hijau (green chemistry). Pengembangan teknologi atau proses untuk meminimilisasi limbah perlu pertimbangan beberapa aspek yaitu Faktor Lingkungan (Environmental Factor), Utilisasi Atom, dan Peran Katalisis (Proses Katalitik). Aspek yang paling penting dan juga mempunyai pengaruh untuk meminimalisasi limbah industri-industri adalah proses katalitik.
Peningkatan Sifat Alir dan Stabilitas Oksidasi Biodiesel dengan Proses Hidrogenasi Parsial (Bagian I): Penggunaan Ni-Al2O3 Sebagai Katalis Sidjabat, Dr. Oberlin
Lembaran publikasi minyak dan gas bumi Vol 47, No 2 (2013)
Publisher : PPPTMGB "LEMIGAS"

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (522.322 KB) | DOI: 10.29017/LPMGB.47.2.224

Abstract

Biodiesel merupakan bahan bakar nabati sebagai substitusi minyak diesel/solar yang menjanjikan. Namun masih ada permasalahan dalam hal mutu seperti kestabilan oksidasi dan sifat alirnya yaitu titik tuang dan titik kabut yang sangat penting dalam utilisasi secara komersial. Karakteristik tersebut sangat tergantung pada komponen bahan bakunya yang mengandung asam lemak tak-jenuh.yang mudah teroksidasi membentuk polimer-polimer serta pengaruh kondisi lingkungannya. Untuk mengatasi permasalahan ketidak stabilan produk biodiesel, konsentrasi asam lemak tak jenuh perlu diturunkan melalui proses hidrogenasi parsial dengan bantuan katalis nikel (Ni) berpenyangga (support) alumina (Al2O3). Proses hidrogenasi parsial dilakukan dengan sistem reaktor autoclave berpengaduk dengan temperatur 80oC dan tekanan atmosfir. Karakteristik stabilitas oksidasi dapat meningkat untuk memenuhi spesifikasi yang ditentukan (10 jam), juga sifat alirnya meningkat secara signifikan dengan penggunaan katalis nikel tersebut. Biodiesel is vegetable fuel as promising fuel for substituted diesel oil. However it has some problems for its fuel quality such as oxidation stability and flowing characteristics that is pour point and cloud point, which are very important in commercial utilization. Such characteristics depend on the components that contained in the feedstock such as unsaturated fatty acids which easier oxidised to form polymer and its environment conditions. In order to solve the problem of unstable biodiesel product, the concentration of unsaturated fatty acids should be reduced by partial hydrogenation processing with Nickel (Ni) supported on alumina (Al2O3) as catalyst. Partial hydrogenation processing was conducted by autoclave stirred reactor with temperature 80oC and atmosperic pressure. Characteristic of oxidation stability increase to meet the specification (10 hours), also flowing characteristics increase significantly by using such catalyst.
Pengaruh Teknik Pencampuran Biodiesel dengan Metode Splash (Pencemplungan) terhadap Unjuk Kerja Kendaraan Bermesin Diesel Sidjabat, Dr. Oberlin
Lembaran publikasi minyak dan gas bumi Vol 47, No 1 (2013)
Publisher : PPPTMGB "LEMIGAS"

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (676.35 KB) | DOI: 10.29017/LPMGB.47.1.216

Abstract

Penggunaan biodiesel yang meningkat menciptakan beberapa tantangan dalam penanganannya untuk sampai ke pelanggan sebagai bahan bakar campuran (BXX). Yang paling penting bagi produsen pencampur yang segera ditangani adalah jaminan bahwa bahan bakar diesel dan biodiesel dapat dicampurkan secara homogen dan dalam satu fasa. Yang paling sering ditanyakan adalah bagaimana biodiesel akan dicampurkan? Sesuai dengan regulasi untuk mencampurkan biodiesel dan bahan bakar diesel di Indonesia bahwa maksimum penggunaan biodiesel adalah B10. Pengaruh teknik pencampuran biodiesel dengan cara cemplung (splash) atau langsung dimasukkan ke dalam tangki bahan bakar diteliti pada kinerja mesin khususnya terhadap saringan bahan bakar (fuel filter). Bahan bakar yang digunakan pada penelitian ini sebagai B20 dan biodiesel diproduksi dari bahan baku minyak sawit. Apabila biodiesel diisikan terlebih dahulu dan kemudian diikuti dengan minyak diesel (minyak solar), hasilnya menunjukkan bahwa saringan bahan bakar akan tersumbat setelah kendaraan beroperasi sejauh 1500 km. Hal ini diharapkan bahwa pencampuran terjadi melalui agitasi (guncangan) bila kendaran melaju dalam perjalanan. Akan tetapi apabila bahan bakar minyak diesel diisikan terlebih dahulu dan diikuti dengan biodiesel maka hasilnya menunjukkan bahwa saringan bahan bakar akan tersumbat setelah kendaraan beroperasi sepanjang 2500 km. Hal ini menunjukkan bahwa kesukaran pada pencampuran dapat diatasi jika biodiesel diisikan paling akhir setelah bahan bakar minyak diesel. Juga biodiesel lebih berat dari bahan bakar diesel dan hal ini sukar teragitasi apabila kendaraan berjalan. Sebaliknya pada uji jalan (road test), dengan menggunakan B30, menunjukkan bahwa tidak ada masalah terhadap saringan bahan bakar (fuel filter), dimana B30 dipreparasi dengan mencampurkan biodiesel dengan bahan bakar minyak diesel dalam tangki lain sampai homogen sebelum diisikan ke tangki bahan bakar kendaraan. Increased use of biodiesel has created some handling challenges for bringing blended fuels (BXX) to customer. The most immediate handling concern for blenders is assurance that petrodiesel fuels and biodiesel can be blended uniformly and in single phase (homogeneous). The most frequent asked questions is how biodiesel blended? According to the regulation for mixing of biodiesel and petrodiesel fuel in Indonesia that the maximum of using biodiesel is B10. The effect of technical blending of biodiesel by splash blending into the fuel tank of vehicle is investigated for the engine performance especially fuel filter. The fuel that used in this investigation as B20 and biodiesel was produced from crude palm oil. When the biodiesel loaded first then diesel, the result indicated that the fuel filter will be plugged after 1,500 km running. It was expected that agitation will be preceded when the vehicle was operated or driven. However when petrodiesel fuel first loaded then biodiesel, the result indicated that the fuel filter will be plugged after 2,500 km running. It looks like that on occasion difficulties in mixing can be encountered if the biodiesel is loaded into the vessel later after petrodiesel fuel. Also biodiesel is heavier than petrodiesel fuel and it is hard to agitate when the vehicle was driven. In contrast, the road test indicated that when using B30 as fuel, there was no problem for fuel filter, whereas B30 was prepared by mixing biodiesel and petrodiesel fuel in other tank before loaded to fuel tank of vehicle.