Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum

KEDUDUKAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 35/PUU-IX/2012 DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA Bambang Wiyono
Jurnal Surya Kencana Dua : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol 6, No 1 (2019): Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum & Keadilan
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (597.688 KB) | DOI: 10.32493/SKD.v6i1.y2019.3036

Abstract

AbstrakĀ Pengakuan atas hutan adat dapat ditangguhkan apabila tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka hutan adat harus dilihat sebagai hutan negara. Kebijakan yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan seringkali dalam implementasinya tidak sesuai dengan harapan masyarakat, bahkan dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat, kebijakan tersebut tertuang dalamĀ  ketentuan Pasal 1 angka 6 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-IX/2012 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya ketentuan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dengan demikian kedudukan hutan adat setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-IX/2012 sebagai hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat dengan tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. Kebijakan Pemerintah yang seharusnya dalam pengaturan hutan adat pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-IX/2012 adalah sebagai berikut: Melakukan penetapan wilayah yang merupakan hutan adat terpisah dari pengelolaan hutan negara, dan ditunjuk sebagai daerah penyangga kawasan hutan negara; melakukan pengaturan masyarakat hukum adat melalui pemberdayaan masyarakat sesuai kearifan lokal; jenis tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi tetap dalam pengelolaan pemerintah kecuali untuk kepentingan acara adat; melakukan pembinaan dan bimbingan kepada masyarakat hukum adat tentang tata cara pemanfaatan hutan adat sesuai kearifan lokal.Kata kunci : Hutan Adat, Putusan Mahkamah Konstitusi, pengelolaan hutan
PERTANGGUNGJAWABAN DEBITOR TERHADAP PEMBEBANAN JAMINAN PRIBADI (PERSONAL GUARANTEE) SEBAGAI JAMINAN UTANG DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DAN PASAL 1820 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Analisis Putusan Nomor 808 K/Pdt.Sus-Pailit/2017) Purmanto Purmanto; Susanto Susanto; Bambang Wiyono
Jurnal Surya Kencana Dua : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol 7, No 1 (2020): Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum & Keadilan
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/SKD.v7i1.y2020.6420

Abstract

AbstrakĀ Jaminan perorangan dikenal dengan jaminan personal guarantee secara yuridis pengertian tercakup dalam KUHperdata pasal 1820 yang berbunyi penanggung ialah suatu persetujuan dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditur mengikat diri untuk memenuhi perikatan debitur bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya. Syarat-syarat tersebut diatur di dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Uutang, yaitu debitor memiliki dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dalam perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 808 K/Pdt.Sus-Pailit/2017 tanggal 19 Oktober 2017 antara PT MULTICON INDRAJAYA TERMINAL dan Hiendra Soenjoto, para pemohon Kasasi dahulu Termohon Pailit I, II melawan Asean China Investments Fund II L.P, UVM2 Venture Investments L.P, SACLP Investments Limited. Pertanggungjawaban personal guarantee, ada dua perjanjian yang berbeda tetapi berkaitan erat sama lain, yaitu perjanjian pokok yang dijamin dan perjanjian personalguarantee sebagai jaminan dari perjanjian pokok. Debitor bertanggung jawab atas kewajiban prestasi dari suatu perikatan terhadap seluruh harta bendanya yang mana kekayaan debitor bisa dijual paksa dengan diesekusi untuk diambil sebagai pelunasan. Pada perjanjian personal guarantee disamping adanya perjanjian pokok ada pula perjanjian accesoir dimana ada pihak personal guarantee yang akan menanggung kewajiban. Personal guarantee.Kata kunci: Jaminan pribadi (personal guarantee), kepailitan.