Pujiyono Pujiyono
Universitas Sebelas Maret

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PROBLEMATIKA PELAKSANAAN POJK NOMOR 45/POJK.03/2017 DALAM PENYELESAIAN KREDIT KECIL DAN MIKRO YANG MACET KARENA BENCANA ALAM Pujiyono Pujiyono; Moch Najib Imanullah; Ryan Ganang Kurnia
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 6, No 3 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (516.115 KB) | DOI: 10.29303/ius.v6i3.579

Abstract

Indonesia adalah negara dengan intensitas bencana alam yang cukup sering, khususnya gempa. Bencana alam telah menimbulkan dampak kerugian yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah terdampak. Pemerintah harus hadir sebagai bagian dari solusi, khususnya dalam memulihkan ekonomi. Salah satu upaya untuk mendukung pemulihan kondisi perekonomian dilakukan dengan memberikan perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank dengan jumlah tertentu dan kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi. Pemerintah melalui Otoritas jasa Keuangan membuat kebijakan khusus berupa pelonggaran aturan untuk restrukturisasi, penilaian kualitas kredit atau pembiayaan syariah, dan/atau pemberian kredit/pembiayaan syariah baru dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 45/POJK.03/2017 tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank bagi Daerah-daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam. Melalui kebijakan khusus ini, perusahaan pembiayaan dapat memberikan relaksasi kepada debitur berupa rescheduling pembayaran angsuran, diskon biaya administratif, dan penghapusan denda akibat keterlambatan pembayaran angsuran. Di dalam implementasinya kebijakan ini menemui berbagai problematika.
Sharia Fintech as a Sharia Compliance Solution in the Optimization of Electronic-Based Mosque’s Ziswaf Management Umi Khaerah Pati; Pujiyono Pujiyono; Pranoto Pranoto
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 8, No 1 (2021): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Research data from the Center for Strategic Studies of Baznas on Zakat Mapping Potential Indicators (IPPZ), which analyzes the calculation of zakat potential based on sectoral and regional zakat objects, shows that Indonesia has the potential for zakat of IDR 233.8 trillion in 2019. However, only 3.5 percent of them can be managed. Therefore, Baznas has collaborated with fintech but it is not yet based on sharia. This study uses the Islamic Economic Research Method (Muamalah) with a descriptive normative approach. The results showed that the digitalization of ZISWAF through fintech was effective and the results exceeded the target. On the other hand, according to some scholars, several forms of fintech operations contain non-Islamic elements. Therefore, the Baznas agreement must explicitly state that fintech should separate ZISWAF funds from other fintech user funds so that they are not considered as float funds to be placed in BI; and do not utilize ZISWAF funds. Neither Baznas, muzakki, nor mustahik can benefit from depositing funds. Sharia fintech is a practical solution for UPZ Masjid to increase zakat inclusion. Unfortunately, Indonesia has no regulations related to sharia fintech.Fintech Syariah Sebagai Solusi Kepatuhan Syariah Dalam Pengoptimalan Pengelolaan Ziswaf Masjid Berbasis ElektronikAbstrakData penelitian Pusat Kajian Strategi Baznas tentang Indikator Potensi Pemetaan Zakat (IPPZ) yang menganalisis perhitungan potensi zakat berdasarkan objek zakat sektoral maupun regional menunjukan bahwa Indonesia memiliki potensi zakat mencapai nilai  Rp233.8 Triliun pada tahun 2019 namun hanya 3,5 persen yang dapat dikelola, oleh karenanya Baznas telah melakukan kerjasama dengan fintech namun belum berbasis syariah. Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Ekonomi Islam (Muamalah) dengan pendekatan deskriptif normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa digitalisasi ZISWAF melalui fintech berjalan efektif dengan hasil penghimpunan melampaui target namun menurut sebagian ulama, beberapa bentuk operasional fintech mengandung unsur yang melanggar prinsip syariah, oleh karenanya, dalam perjanjian Baznas harus secara tegas menyebutkan agar fintech memisahkan dana ZISWAF dengan dana pengguna fintech lain sehingga tidak dipertimbangkan sebagai dana float yang akan ditempatkan pada BI, tidak mendayagunakan dana ZISWAF, serta baik Baznas, muzakki maupun mustahik tidak mengambil keuntungan dari pendepositan dana, Fintech Syariah merupakan solusi praktis bagi UPZ Masjid agar dapat meningkatkan inklusi zakat, namun di Indonesia belum ada regulasi terkait fintech syariah.Kata Kunci: baznas, fintech syariah, ziswaf masjid.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v8n1.a3
KEWENANGAN ABSOLUT LEMBAGA ARBITRASE Pujiyono Pujiyono
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 7, No 2 (2018): Agustus 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v7i2.241

Abstract

Arbitrase sebagai model resolusi sengketa bisnis diakui berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase). Putusan yang dibuat oleh lembaga arbitrase bersifat final dan binding, yang bersifat mengikat dan tidak ada upaya hukum lain. Namun demikian, tidak jarang pihak yang tidak puas atas putusan arbitrase mengajukan gugatan pembatalan maupun gugatan atas pokok perkara ke pengadilan, dengan dalih pengadilan tidak boleh menolak perkara yang diajukan oleh warga negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman). Akibatnya penyelesaian sengketa menjadi berlarut-larut dan tidak kunjung selesai. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan perspektif. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi kepustakaan dengan menggunakan content analysis dengan logika deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kedudukan UU Arbitrase dan UU Kekuasaan Kehakiman adalah sederajat, oleh karena itu apabila ada benturan seharusnya digunakanasas lex spesialis derogat legi generale, peraturan yang khusus mengalahkan yang umum, sehingga UU Arbitrase harus didahulukan. Terhadap haltersebut berlaku courtlimitation sebagaimana diatur di dalam Pasal 3 dan Pasal 11 UU Arbitrase, bahwa pengadilan tidak berwenang memeriksa  kasus yang ada klausulnya arbitrase, bahkan hakim pengadilan negeri wajib menolak.
KEADILAN SOSIAL DALAM PENYELENGGARAAN KLINIK KECANTIKAN DI INDONESIA I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani; Pujiyono Pujiyono; Siska Diana Sari
Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 7, No 2 (2019)
Publisher : Universitas PGRI Madiun

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25273/citizenship.v7i2.5925

Abstract

Klinik kecantikan berkembang pesat, namun penyelenggaraannya harus disertai nilai keadilan sosial bagi stakeholder yaitu pasien pemerintah dan klinik kecantikan.  Artikel ini mengkaji keadilan sosial dalam penyelenggaraan klinik  kecantikan estetika. Kajian dilakukan dengan metode yang digunakan Socio Legal Studies yang dianalisis secara kualitatif, Analisis data pada penulisan hukum lazimnya dilakukan melalui pendekatan kualitatif.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadilan sosial ini meliputi pemenuhan hak dan kewajiban stakeholder yang terkait dalam penyelenggaraan klinik kecantikan estetika, yaitu pasien, pemerintah dan klinik kecantikan estetika itu sendiri. Keadilan sosial dalam penyelenggaraan klinik kecantikan estetika di Indonesia dalam hal pemenuhan hak atas kondisi sehat, pelayanan kesehatan, jaminan perlindungan hukum, kepastian hukum, hak dan kewajiban pasien pemerintah dan klinik kecantikan
Fintech Remittance Syariah : The Solution of Collection Ziswaf Overseas Umi Khaerah Pati; Kukuh Tejomurti; Pujiyono Pujiyono; Pranoto Pranoto
Brawijaya Law Journal Vol. 8 No. 2 (2021): State Administration Role in Establishing Constitutional Obligation
Publisher : Faculty of Law, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.blj.2021.008.02.07

Abstract

Indonesian National Amil Zakat Board (BAZNAS) has collaborated with the largest and popular Indonesian payment gateways, e-commerce and crowdfunding fintechs such as ovo, Gojek, Kitabisa.com, Tokopedia.com etc. to optimize the collection of Islamic social funds like  Zakah,  infaq (charity spending), waqf (endowment) and sadaqah (voluntary charity) or usually called ZISWAF by depositing Rupiah currency into the e-wallet platform. However, fundraising cross-border ZISWAF stated in Article 16 Law No. 23/2011 on Zakat Management is carried out by Baznas by forming UPZ representatives of the Republic of Indonesia abroad. The power of fintech that might be operated on global scale can be an alternative for ZISWAF international friendly transfers. Based on the Islamic Finance News (IFN) report, as many as 142 Islamic fintechs are available worldwide. Islamic FinTech offers the opportunity to become more applicable to a global Muslims. This article is a normative economic analysis on the basis of secondary data, this study found that the potential for raising ZISWAF funds across several countries is very large especially in countries with many immigrants from Indonesia through international types of fintech services such as remittances and payments that has allowed or collaborated with Bank Indonesia.