Inti Krisnawati
Institut Ilmu Sosial dan Manajemen Stiami

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Program Pengembangan Desa Wisata sebagai Wujud Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Pasca Covid dan Implementasinya Inti Krisnawati
Transparansi : Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Vol 4, No 2: Desember 2021
Publisher : Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31334/transparansi.v4i2.1974

Abstract

Tak dapat dipungkiri bahwa pandemi telah membuat industri pariwisata benar-benar terpuruk. Salah satu program yang dicanangkan pemerintah untuk membangkitkan kembali industri pariwisata yang mati suri dan memicu pertumbuhan ekonomi adalah dengan mengembangkan desa wisata. Target yang ditetapkan pemerintah untuk dicapai hingga tahun 2024 adalah 244 desa wisata maju dan mandiri yang tersertifikasi berkelanjutan (RPJMN 2020-2024, Kemenparekraf/Baparekraf). Bahkan pencapaiannya diharapkan melebihi target mengingat besarnya potensi desa wisata di Indonesia..Masyarakat pun menyambut dengan antusias, terbukti dengan terus bermunculannya desa-desa wisata baru. Nampaknya telah disadari bahwa melalui desa wisata, pariwisata telah membuktikan keberpihakannya kepada masyarakat melalui semangat pro job, pro growth, dan pro poor (pariwisata sebagai penyerap tenaga kerja pedesaan, menjadi generator pertumbuhan ekonomi, sekaligus sebagai alat pengentasan kemiskinan) (Antara dan Arida, 2015). Penelitian dengan metode studi pustaka ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui persyaratan yang dibutuhkan dalam mengembangkan sebuah desa wisata, dengan begitu, akan lebih mudah diketahui kelayakan suatu desa untuk diajukan sebagai desa wisata. Menurut Arida dan Pujani (2017), saat ini belum ada kriteria desa wisata yang bersifat standard sebagai acuan dalam pemetaan desa wisata dan belum ada model pengembangan desa wisata yang bisa dijadikan cetak biru, khususnya dalam pengembangan kelembagaan lokal, yaitu pengelola desa wisata. Namun pemerintah lewat kemenparekraf telah mensyaratkan adanya tiga komponen pendukung pada calon desa wisata, yaitu pertama melihat potensi wisata yang tersedia, kedua melihat minat serta kesiapan masyarakat terhadap pengembangan destinasi, dan yang ketiga adalah keunikan konsep desa wisata tersebut (www.kemenparekraf.go.id).
Nasi Liwet Solo, Kuliner Tradisional dengan Keunikan Sejarah, Budaya dan Filosofi Inti Krisnawati
Destinesia : Jurnal Hospitaliti dan Pariwisata Vol 3, No 2: Maret 2022
Publisher : Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.386 KB) | DOI: 10.31334/jd.v3i2.2216

Abstract

Nasi Liwet Solo adalah salah satu kuliner tradisional dari kota Solo. Nasi liwet Solo terdiri dari nasi gurih yang disajikan bersama sayur lodeh labu siam, ayam suwir, areh putih (kumut), telur kukus, dan dimakan dengan krupuk rambak. Sebagai salah satu kekayaan  kuliner tradisional, Nasi Liwet Solo perlu dilestarikan. Untuk itu, Nasi Liwet Solo perlu  didokumentasikan dengan baik, hanya saja hingga saat ini data tertulis yang lengkap mengenai nasi liwet belum banyak tersedia. Karena itulah penelitian ini dilakukan.Dua hal yang disoroti dalam penelitian ini adalah keotentikan dan keunikan nasi liwet, dimana variable keotentikan terdiri dari bahan dan citarasa sedangkan variable keunikan terdiri dari cara penyajian, teknik memasak, serta sejarah, budaya, dan filosofinya.Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan penelitian, sejak pertama dijual hingga sekarang, Nasi Liwet Solo dapat dikatakan masih otentik, karena bahan dan citarasanya masih sama. Begitu juga dalam hal keunikan, dimana teknik memasak dan cara penyajiannya masih sama. Para pedagang nasi liwet masih menggunakan kayu bakar untuk memasak, penyajiannya pun tetap menggunakan pincukan daun pisang atau piring beralas daun.Berdasarkan sejarah, cikal bakal nasi liwet berawal dari nasi gurih yang biasa disajikan dalam ritual di Keraton Solo tiap Kamis malam yang kemudian dibagikan kepada masyarakat, kebiasaan yang telah berlangsung sejak jaman Mataram Islam. Masyarakat ternyata menyukai lalu meniru. Sejak abad 19, nasi liwet mulai dijual dengan kelengkapan sebagaimana dikenal saat ini. Dalam budaya masyarakat Jawa, nasi liwet atau  nasi gurih adalah bagian penting dari berbagai ritual. Nasi liwet merupakan simbol penghormatan kepada Nabi Muhammad dan Siti Khadijah. Cara masyarakat Jawa memberikan penghormatan kepada orang yang dimuliakan adalah dengan menyajikan makanan kesukaannya. Dalam pengetahuan masyarakat, Nabi Muhammad menyukai nasi samin, maka dibuatlah tiruannya sesuai bahan yang ada, yaitu nasi gurih. Dengan memuliakan rasul-NYA, diharapkan segala hajat yang diinginkan akan lebih mudah tersampaikan dan dikabulkan Tuhan. Sedangkan filosofi atau makna yang terkandung dalam ritual nasi liwet serta kelengkapannya secara simbolik, pada umumnya adalah untuk mendapatkan keberkahan dan keselamatan dalam hidup.