Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Insignia: Journal of International Relations

Negara Maritim Indonesia, Migrasi Tidak Teratur, dan Hak Pengungsi Lintas Batas Nurul Azizah Zayzda; Sri Wijayanti
Insignia: Journal of International Relations Vol 3 No 02 (2016): November 2016
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (551.669 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2016.3.02.472

Abstract

AbstrakMakalah ini membahas kebijakan Indonesia sebagai sebuah negara maritim dalam menghadapi persoalan migrasi tidak teratur, khususnya disini yang berdampak pada pencari suaka dan pengungsi lintas batas. Isu migrasi tidak teratur masih merupakan persoalan yang dihadapi oleh negara maritim yang memiliki akses terbuka berupa laut yang menjadi jalur utama perjalanan migran menuju negara tujuan. Sebagai negara yang terletak di jalur pelayaran utama dunia, di tengah tengah benua Australia dan Asia, Indonesia seringkali dihadapkan pada persoalan ini dimana Indonesia menjadi jalur atau negara transit pengungsi dan pencari suaka yang kebanyakan datang dari wilayah Timur Tengah dan Asia Selatan. Menurut data UNHCR, saat ini terdapat sekitar 13 ribu pengungsi dan pencari suaka di Indonesia, dan jumlah ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Indonesia sebagai negara maritim memiliki prinsip bahwa kepulauan dan kelautan Indonesia merupakan satuan pertahanan dan keamanan Indonesia (Zen, 2000, dikutip dari Geomagz, 2016). Namun penting untuk lebih jauh melihat bagaimana prinsip ini memandang hak asasi manusia dalam isu krisis kemanusiaan seperti pengungsi lintas batas dan pencari suaka. Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana karakter kemaritiman yang diambil Indonesia berpengaruh terhadap cara Indonesia menyikapi pengungsi lintas batas yang melakukan perjalanan dengan penyelundupan manusia. Makalah ini dibatasi lebih lanjut kepada bentuk kerjasama internasional untuk menangani penyelundupalajan manusia yang diinisiasi oleh atau melibatkan Indonesia. Dari sini kemudian ditarik kesimpulan mengenai hambatan pemenuhan hak pengungsi lintas batas dalam sistem internasional yang berdasarkan kedaulatan negara-bangsa.Kata-kata kunci: negara maritim, penyelundupan manusia, hak-hak pengungsi lintas batas, pencari suaka. AbstractThis paper discusses the policy of Indonesia as a maritime country in addressing the issue of irregular migration, especially that impact on asylum seekers and refugees. The issue of irregular migration is still faced by maritime nations that have open access in the form of sea which became the main route of migrant journey to the destination country. As a country located in the world's major shipping lanes, in the middle of the continent of Australia and Asia, Indonesia is often faced with this problem given that Indonesia is a transit country of refugees and asylum seekers mostly from the Middle East and South Asia. According to data from UNHCR, there are currently about 13 thousand refugees and asylum seekers in Indonesia, and this number increased from previous years. Indonesia as a maritime country has a principle that Indonesia is an archipelago while maritime is part of its defense and security unit (Zen, 2000, cited from Geomagz, 2016). However it is important to further see how this principle oversees the issue of human rights in humanitarian crises such as refugees and asylum seekers.This paper aims to explain how the maritime character of Indonesia affects its ways to address refugee travel with people smuggling. This paper is further limited to the forms of international cooperation to tackle human smuggling initiated by or involving Indonesia. The obstacles to meet the refugee rights in the international system that is based on the sovereignty of the nation-state is then concluded.
Sovereignty and Responsibility in Global Refugee Protection and Humanitarian Intervention in the 21st Century Nurul Azizah Zayzda
Insignia: Journal of International Relations Vol 2 No 02 (2015): November 2015
Publisher : Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (864.318 KB) | DOI: 10.20884/1.ins.2015.2.02.459

Abstract

AbstractThis paper is concerned on the interlinking politics in refugee protection and humanitarian intervention as well as the trends of developments in refugee protection that has been undermined especially in a number of developed countries. In international protections, sovereignty always appear as a major debate since protections involve interference by external forces (in humanitarian intervention) or arrivals of external populations (in refugee protection). The sense of responsibility, referring to the political willingness to provide protection or assistance have been influenced by the understanding on sovereignty. The aim of this paper is to explain how the concepts have been contested through practices of refugee protection and responsibility to protect. In order to demonstrate the issue of sovereignty and responsibility at hand, this paper departs from the discussion of the two concepts as found in the historical accounts of the protection regimes which are refugee protection and the humanitarian intervention. The following part discusses the recent development of the two regimes of international protection. Within each part, the notion of sovereignty and responsibility are assessed from the practices of the two regimes. From the discussion, it can be understood that the ways these concepts were produced and contested reflect the presence of a bigger framework namely politics of human rights which tend to be dominated by the interests of big political power. Keywords: sovereignty, responsibility, human rights, refugee protection, humanitarian intervention, responsibility to protect. AbstrakTulisan ini ingin mendalami keterkaitan politik HAM dalam perkembangan perlindungan pengungsi lintas batas dan intervensi kemanusiaan serta dampaknya berupa kecenderungan membatasi laju pengungsi di sejumlah negara maju. Dalam perlindungan internasional, kedaulatan selalu muncul sebagai debat utama karena perlindungan masyarakat terdampak melibatkan keterlibatan kekuatan/militer eksternal (dalam intervensi kemanusiaan) atau kedatangan populasi eksternal (dalam perlindungan pengungsi). Rasa tanggung jawab, merujuk kepada kemauan politis untuk memberikan perlindungan atau bantuan, dipengaruhi oleh bagaimana kedaulatan ini dipahami. Tujuan tulisan ini adalah menjelaskan bagaimana kedaulatan dan tanggung jawab dikontestasi melalui praktek perlindungan pengungsi lintas batas dan intervensi kemanusiaan. Untuk menunjukkan isu kedaulatan dan tanggung jawab, tulisan ini berangkat dari pembahasan mengenai kedua konsep yang terdapat dalam sejarah dari rezim perlindungan pengungsi lintas batas dan intervensi kemanusiaan. Bagian berikutnya membahas perkembangan dari dua rezim internasional perlindungan bagi masyarakat terdampak. Di bagian ini, gagasan kedaulatan dan tanggung jawab harus dipelajari dari praktek-praktek dua rezim perlindungan internasional tersebut. Dari diskusi yang ada, dapat dipahami bahwa konsep yang diproduksi dan dikontestasi merupakan bagian dari kerangka yang lebih besar yaitu politik HAM yang cenderung masih didominasi oleh kepentingan kelompok negara dengan kekuatan politik yang besar. Kata-Kata Kunci: kedaulatan, tanggung jawab, politik HAM, perlindungan pengungsi lintas batas, intervensi kemanusiaan.