Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Mangandung dalam Perkabungan Masyarakat Batak Toba Rosmegawaty Tindaon; G.R. Lono Lastono Simatupang; Victor Ganap; Timbul Haryono
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan (Journal of Performing Arts) Vol 17, No 3 (2016): Desember, 2016
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (726.165 KB) | DOI: 10.24821/resital.v17i3.2230

Abstract

Menurut kepercayaan masyarakat Batak Toba kematian bukan sebuah totalitas tetapi sebuah perpisahan parsial. Ada kepercayaan bahwa kematian tidak pernah memisahkan manusia secara total, hal ini terungkap lewat ritual yang dilakukan saat anggota keluarga meninggal, konteks kematian dalam masyarakat Batak Toba adalah adat istiadat mereka. Salah satu ritual adat kematian adalah kebiasaan mangandungi jenazah.Mangandung adalah salah satu ritual kematian yang berasal dari kata andung yang artinya ratap. Kebiasaan mangandungi pada masyarakat Batak Toba berkembang menjadi kesenian yang dikenal dengan tradisi nyanyian andung. Tradisi mangandung dianggap sebagai bagian dari adat dan tergolong penting sebagai bentuk ekspresi kesedihan dengan kata kata dan irama tertentu. Penelitian ini menggunakan metode etnografi.The Cosmology of Tetabuhan in Ngaben Ritual Ceremony. According to the Batak Toba community belief death is not a totality but a partial separation. There is a belief that death never separates humanity totally, it is revealed through the ritual performed when family members died, the context of death in Batak Toba society is their custom. One of the customary rituals of death is the habit of mangandungi bodies. Mangandung is one of the rituals of death that comes from the word that means grandmother wailed.The habit of mangandungi in Toba Batak society developed into an art known as the singing andung tradition. Tradition mangandung is considered as part of custom and is important as a form of expression of sadness with certain words and rhythms. This research used ethnography method.
Pola Kellèghãn dan Teknik Vokal Kèjhungan Representasi Ekspresi Budaya Madura dan Pengalaman Estetiknya Zulkarnain Mistortoify; Timbul Haryono; Victor Ganap; G.R. Lono L. Simatupang
Resital:Jurnal Seni Pertunjukan Vol 15, No 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/resital.v15i1.796

Abstract

Kèjhungan adalah gaya nyanyian Madura yang memiliki ciri-ciri kontur melodi dengandidominasi nada-nada tinggi, penuh dengan ketegangan suara (nyaring), ekspresif, dan terpola.Kèjhungan seringkali dianalogikan sebagai sebuah bentuk ekspresi “keluh-kesah” semata. Kelantangansuara, ketinggian nada, dan pengolahan melodi yang penuh melismatis mengesankan nyanyian iniseperti orang yang sedang berteriak, membentak, dan merintih-rintih. Penelitian ini dilakukan untukmengungkap hubungan antara karakteristik kèjhungan dengan dunia pengalaman manusia pemiliknya.Oleh karenanya, aspek yang dikaji tidak hanya melihat aspek materi nyanyian itu sendiri, melainkanmelihat pula perilaku menyanyikannya. Melalui analisis struktural-hermeneutik dan pendekatanetnoestetik, ditemukan bahwa kellèghãn (pola-pola kalimat lagu) menjadi karakteristik pokok daribentuk kèjhungan dan teknik vokalnya yang bertumpu pada capaian ekspresi yang “menggebu-gebu”.Ide dan konsep yang tergali dibalik itu menunjukkan adanya relasi antara kebiasaan menyanyi orangMadura dengan pengalaman sejarah sosial-budayanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwanyanyian Madura secara fenomenologis memberikan petunjuk yang sangat jelas sebagai representasidari ekspresi budaya dan pengalaman estetik, khususnya pada sub kultur barat Madura. Kellèghãn Pattern and Kèjhungan Vocal Technique, the Representation of Madurese CulturalExpression and Aesthetic Experience. Kèjhungan is a singing style specific to Madurese. It features thepatterned melodic contour dominated by high pitch vocal, expressiveness, and full of vocal intensity. Maduresekèjhungan is often misperceived only as a form of “moaning” due to its piercing sound, high pitch note, andmelismatic melody. Kèjhungan gives an impression of a person shrieking and moaning at the same time. Thestudy of kèjhungan was conducted to reveal the relationship between the singing characteristic and humanexperiences. Therefore, kèjhungan aspects should not only focus on the singing material itself, but it shouldalso include a study on how people sing it. Using the structural-hermeneutic analysis and ethno aestheticapproach, the kellèghãn (patterns of musical phrase) and vocal techniques that rest upon volatile expressionare the basic characteristics of kèjhungan. The idea and concept behind those techniques show a connectionbetween Madurese singing practice and the chronicle of their socio-cultural experience. Finally, this researchshows that in phenomenological aspect it gives a very clear clue on the representation of the Madurese cultureexpression and aesthetic experience, especially the sub-culture of West Madura.
KONSEP MULTIKULTURAL DAN ETNISITAS PRIBUMI DALAM PENELITIAN SENI Victor Ganap
Humaniora Vol 24, No 2 (2012)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.883 KB) | DOI: 10.22146/jh.1058

Abstract

Pada hakikatnya seni tradisi merupakan sebuah ekspresi kultural sebagai subjek kolektif yang terikat oleh karakteristik ranah budaya masing-masing sehingga identitas dan nilai kearifan lokalnya turut terbawa serta. Pandangan multikultural yang menjunjung tinggi kesetaraan budaya mengakui eksistensi tradisi lisan yang melekat pada setiap etnisitas pribumi sehingga penelitian terhadap seni tradisi selayaknya dilakukan oleh peneliti pribumi yang memiliki pengalaman seumur hidup terhadap ikatan primordial budayanya. Untuk itu, konsep baru dalam penelitian seni berdasarkan konsep multikultural dan etnisitas pribumi memiliki arti penting terhadap pencapaian tingkat kebenaran dan kesahihan hasil penelitian.Kata Kunci: multikultural, etnisitas pribumi, seni tradisi
CIRI-CIRI MUSIKAL LAGU ANAK KARYA A. T. MAHMUD Heni Kusumawati; G. R. Lono Simatupang; Victor Ganap
Imaji Vol 17, No 1 (2019): IMAJI APRIL
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2020.862 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v17i1.24820

Abstract

Abstrak Kebertahanan lagu-lagu AT. Mahmud yang hingga saat ini masih dinyanyikan di sekolah maupun di luar sekolah memiliki daya tarik untuk dianalisis secara musikal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri musikal lagu anak karya AT Mahmud. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Analisis data menggunakan 5 lagu anak ciptaan AT. Mahmud yaitu lagu Cemara, Pemandangan, Ruri Abangku, Kereta Apiku, dan Burung Layang-layang dengan fokus ciri-ciri musikal lagu-lagu ciptaan AT Mahmud. Hasil analisis menunjukkan bahwa ciri-ciri musikal lagu-lagu AT. Mahmud adalah: 1) gerakan melodi lebih banyak menggunakan gerakan melangkah (interval M2 dan m2), 2) Teknik pengolahan motif menggunakan teknik sekuens dan harafiah, 3) Progresi akor menggunakan akor pokok I, IV dan V (mayor/minor), serta kadens, 4) tanda birama yang digunakan 2/4, 3/4, dan 4/4, dan 5) lagu-lagu AT. Mahmud masuk dalam kategori lagu bentuk 2 bagian.Kata Kunci: lagu anak, ciri-ciri musikal Abstract        Defense of AT. Mahmud songs, who until now is still sung at school and outside of school, has the attraction to be analyzed musikally. The purpose of this study was to find out the musikal characteristics of AT Mahmud's children's songs. This research uses a descriptive method. Data analysis uses 5 children's songs created by AT. Mahmud is a song called Cemara, Pemandangan, Ruri Abangku, Kereta Apiku, and Burung Layang-layang with a focus on the musikal characteristics of the song created by AT Mahmud. The results of the analysis show that the musikal characteristics of AT songs. Mahmud is: 1) more melodic movements using step movements (M2 and m2 intervals), 2) Motif processing techniques using sequence and Harafiah techniques, 3) Chord progressions using the main chords I, IV and V (major / minor), and kadens , 4) the sign of the times used 2/4, 3/4, and 4/4, and 5) AT. Mahmud songs is included in the category of two-part songs.Keywords: children's songs, musikal characteristics