Handry Piris
Institut Agama Kristen Negeri Ambon

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

FENOMENA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI KOTA AMBON Handry Piris
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 3, No 2 (2017): KENOSIS : JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v3i2.11

Abstract

Kekerasan adalah sebuah fenomena sosial yang seakan muncul tanpa ada ujungnya. Kekerasan dalam konteks sosial dilatarbelakangi oleh berbagi masalah. Masalah politik, hukum, ekonomi, disharmonisasi relasi sosial, SARA, etika lingkungan, masalah budaya seringkali menjadi cikal bakal terjadinya kekerasan. Dalam konteks tulisan ini kekerasan kepada anak menjadi perhatian utama karena anak merupakan anugerah Allah yang ditiitpkan kepada sebuah keluarga, dalam sebuah ikatan pernikahan yang kudus, dengan tanggung jawab untuk mendidik, menjaga/memelihara menjadi anak yang berkualitas baik dari sisi jasmani maupun rohani. Dari konteks ini “seakan” bagi sebagian masyarakat anak “tidak/kurang” dipandang sebagai anugerah dan titipan Allah dalam sebuah keluarga. Oleh karena itu anak selalu menjadi objek untuk sebuah tindakan kekerasan atas dasar dan motif yang beragam. Anak cenderung dieksploitasi untuk kepentingan dan kebutuhan tertentu dari orang dewasa. Anak merupakan pewaris terhadap sebuah generasi baru. Sebagai pemegang hak waris terhadap sebuah generasi baru, seharusnya anak mendapat perlakuan yang “istimewa” baik dari aspek jasmani maupun rohani. Kekerasan terhadap anak adalah sebuah wujud nyata pembunuhan karakter terhadap pemegang hak waris sebuah generasi. Fenomena kekerasan di Ambon adalah sebuah bentuk ketidakadilan yang masif, sehingga daripadanya harus mendapat perhatian serius dari semua elemen masyarakat. Persoalan pendidikan, ekonomi serta penegakan hukum haruslah menjadi konsentrasi pemerintah dan lembaga keagamaan. Dilain sisi, peran keluarga sebagai benteng pertama dalam menghadang kekerasan kepada anak harus maksimal, disertai juga dengan peran masyarakat secara umum sebagai benteng kedua.