Yuniarti Dwi Pratiwi
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Strategi Penyelematan Rimba Yang Tersisa Dari Illegal Logging Yuniarti Dwi Pratiwi
DEFENDONESIA Vol 1 No 1: Defendonesia Desember 2013
Publisher : Lembaga Kajian Pertahanan Strategis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.437 KB) | DOI: 10.54755/defendonesia.v1i1.5

Abstract

Pada dasarnya permasalahan yang paling krusial Negara Indonesia, di bidang lingkungan hidup, khususnya kehutanan adalah illegal logging (pembalakan liar). Bahkan kejahatan di bidang kehutanan ini, telah berkembang menjadi kejahatan terorganisir lintas batas negara, yang tentunya akan berdampak pada bangsa ini, yakni kerugian kekayaan dan menjadi ancaman baru bagi kedaulatan bangsa ini. Mengingat pentingnya penaganan illegal logging yang lebih terpadu, maka Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pemberantasan Perusakan Hutan. Namun, cukup disayangkan diterbitkannya Undang-Undang ini, menuai pro dan kontra, karena masih terdapat beberapa kelemahan.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ILLEGAL FISHING KORPORASI DALAM CITA-CITA INDONESIA POROS MARITIM DUNIA Yuniarti Dwi Pratiwi
DEFENDONESIA Vol 1 No 2: Defendonesia Juni 2016
Publisher : Lembaga Kajian Pertahanan Strategis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (77.087 KB) | DOI: 10.54755/defendonesia.v1i2.46

Abstract

Permasalahan illegal fishing atau lebih dikenal dengan istilah illegal, unreported, and unregulated Fishing (IUU-Fishing) merupakan permasalahan yang telah lama mengakar di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki wlayah laut yang mencapai 2/3 dari seluruh wilayahnya dengan hasil laut yang cukup potensial. Potensi dari laut Indonesia juga didominasi oleh hasil ikannya, dengan lebih dari 45% spesies ikan di dunia berada di Indonesia. Beberapa alasan tersebut dapat dijadikan alasan kuat kenapa Indonesia menjadi salah satu wilayah yang sering mengalami illegal fishing. Kasus yang terjadi juga dapat dikatakan merupakan dampak kurang efektifnya penegakan hukum illegal fishing terutama untuk pihak korporasi. Di era pemerintahan Jokowi Indonesia mulai mencoba serius dalam pemberantasan tindak pidana illegal fishing. Hal ini sejalan dengan cita-cita Indonesia yakni mewujudkan visi Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. Meskipun demikian, apakah pemberantasan illegal fishing dalam era Presiden Jokowi menyentuh korporasi sebagai pelaku kejahatan?
TANTANGAN ALKI UNTUK MEWUJUDKAN CITA-CITA INDONESIA POROS MARITIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM Yuniarti Dwi Pratiwi
DEFENDONESIA Vol 2 No 1: Defendonesia Desember 2016
Publisher : Lembaga Kajian Pertahanan Strategis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (136.265 KB) | DOI: 10.54755/defendonesia.v2i1.54

Abstract

Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lautan Nusantara, bahkan mampu mengarungi samudra luas hingga ke pesisir Madagaskar di Afrika bagian selatan. Hal tersebut membuktikan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki jiwa bahari dalam membangun hubungan dengan bangsa lain. Berangkat atas dasar inilah, pemerintahan lima tahun Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla mengusung visi yang menjadikan Indonesia sebagai “poros maritim” sebagai dasar investasi guna mengembalikan kejayaan masa lampau Indonesia di dunia maritim. Mewujudkan cita-cita sebagai negara maritim bukan berarti tanpa hambatan. Hal ini mengingat sejak meratifikasi United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 dan sejak berlakunya Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), mau tidak mau menjadikan perairan Indonesia “terbuka” bagi kapal-kapal asing atau negara asing untuk melaksanakan hak lintas mereka di perairan Indonesia. Posisi ini juga memberikan permasalahan kompleks baik masalah yang berkaitan dengan ekonomi, hukum, keamanan, dan pertahanan negara. Begitu banyaknya pekerjaan rumah untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim, oleh karena itu dibutuhkannya instrumen hukum yang bersinergi.
POSISI INDONESIA DALAM KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN Yuniarti Dwi Pratiwi
DEFENDONESIA Vol 2 No 2: Defendonesia Juni 2017
Publisher : Lembaga Kajian Pertahanan Strategis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (824.682 KB) | DOI: 10.54755/defendonesia.v2i2.62

Abstract

Kawasan Laut Tiongkok Selatan (LTS) ditinjau dari aspek ekonomi memiliki nilai strategis terhadap perkembangan ekonomi negara-negara di kawasan Asia Pasifik.Kawasan ini, telah lama menjad iajang perebutan beberapa negara sekitar kawasan denganberbagai alasan, mulai dari politik, ekonomi, pertahanan, dan lain-lain.Begitu pula dengan Pemerintah Tiongkok yang turut serta dalam mengklaim Laut Tiongkok Selatan (LTS) tersebut, yaitu melalui kebijakan U-Shaped Line atau sering dikenal sebagai sembilan garisputus-putus (nine dash lines).Tidak dapat dipungkiri bahwa Laut Tiongkok Selatan memiliki arti yang sangat strategis bagi Bangsa Indonesia, meskipun Indonesia bukan Negara yang turut sertamenuntutklaimataskepemilikanwilayah territorial di Laut Tiongkok Selatan. Namun cepat atau lambat dikhawatirkan akan berpengaruh pada kedaulatan Bangsa ini. Ini dapat dilihat setelah adanya konflik penangkapan Anak Buah Kapal (ABK) milik Pemerintahan Tiongkok yang memasuki Perairan Natuna secara illegal, yang mana merupakan daerah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Negara Kesatuan Republik Indonesia.Atas dasar inilah sangat penting untuk mengkaji kedudukan Laut Tiongkok Selatan menurut pandangan Hukum Internasional serta posisi LTS bagi Negara Indonesia.
MENGATASI GERAKAN SEPARATIS MELALUI OPERASI MILITER SELAIN PERANG (TINJAUAN HUKUM HUMANITER DAN HUKUM NASIONAL) Yuniarti Dwi Pratiwi
DEFENDONESIA Vol 3 No 1: Defendonesia Desember 2017
Publisher : Lembaga Kajian Pertahanan Strategis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (657.637 KB) | DOI: 10.54755/defendonesia.v3i1.67

Abstract

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara yang terbentuk dari keberagaman budaya dan bahasa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke yang dikenal dengan “Bhinneka Tunggal Ika”. Namun, tidak sedikit segelintir atau sekelompok golongan masyarakat yang berupaya merongrong kesatuan dan kedaulatan Bangsa ini. Gerakan separatisme merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia dari satu sama lain. Gerakan ini muncul dikarenakan ketidakpuasan masyarakat atau segelintir orangterhadap pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam memberikan rasa keadilan.Operasi Militer Selain Perang (OMSP) merupakan sebuah keharusan yang dilakukan oleh setiap Negara guna menanggulangi gerakan-gerakan separatisme.Namun tidak sedikit pula OMSP yang dilakukan oleh pihak militer selalu menimbulkan sebuah polemik dan amino di tengah-tengah masyarakat yaitu berupa pelanggaran HAM. Atas dasar inilah, tulisan ini bermaksud untuk mengupas persoalan tugas OMSP di Indonesia yang akan ditinjau berdasarkan konsep Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Nasional.