Mochtar Lutfi
Universitas Airlangga

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PEMERTAHANAN KEARIFAN LOKAL PEPATAH-PETITIH SEBAGAI PENGUATAN SUMBER DAYA SOSIAL BAGI MASYARAKAT TENGGER Dwi Handayani; Mochtar Lutfi; Luita Aribowo
Puitika Vol 14, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/puitika.14.2.174--189.2018

Abstract

Kearifan lokal bagian dari budaya merupakan segala bentuk kebijaksanaan yang didasari oleh nilai-nilai kebaikan yang dipercaya, diterapkan dan senantiasa dijaga dalam kurun waktu yang cukup lama secara turun temurun oleh sekelompok orang dalam suatu wilayah tertentu. Salah satu bentuk kearifan lokal yang dapat diwariskan dari generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut yang dikenal dengan folklore atau tradisi lisan, yaitu pepatah-petitih yang dituturkan oleh para leluhur kita. Pepatah-petitih merupakan suatu cara orangtua di zaman dahulu untuk memberikan nasihat  atau petuah yang terkandung nilai-nilai falsafah kehidupan. Pada dasarnya, setiap ungkapan nasihat orangtua duhulu ditujukan untuk kebaikan alam, kehidupan masyarakat, terutama pada keluarga untuk mengendalikan sikap dan tingkah laku. Setiap daerah memiliki tradisi lisan sebagai bentuk pola pikir dalam ungkapan pepatah-petitih dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan bahwa pepatah-petitih sebagai budaya tradisi lisan yang mngandung pandangan-pandangan atau pedoman hidup yan baik dalam kehidupan sosial. Tradisi budaya atau tradisi lisan di masa lampau terkadang tidak dapat dihadirkan pada masa kini karena mengalami transformasi yang mungkin terkesan “mati suri” karena tidak dapat hidup pada komunitasnya. Namun, secara temporal, nilai-nilai (value) dan normanya masih dijadikan sebagai memori kolektif di masa lalu dan masa sekarang sehingga dapat dimanfaatkan untuk mendidik generasi penerus dalam memperkuat identitas karakter mereka. Adapun salah satu daerah yang menjadi sasaran penelitian adalah masyarakat Tengger yang terletak di Jawa Timur. Masyarakat Tengger dikenal memiliki kearifan lokal yang bermuatan positif, harmonis, adaptif, dan religious sehingga proses internalisasi dan sosialisasi nilai-nilai budaya adat masyarakat berjalan sangat baik. Kearifan tersebut tidak hanya mengacu pada keyakinan terhadap agama tetapi juga pada kekuatan dan kepercayaan terhadap petuah leluhur, yaitu berupa ungkapan pepatah-petitih yang tidak hanya sebagai living memories tetapi juga sebagai living traditions terhadap generasinya. Bagi masyarakat Tengger, kepercayaan terhadap sesuatu yang magis masih diyakini hingga sekarang sedangkan anggapan terhadap ungkapan pepatah-petitih tentunya dapat diidentifikasikan dengan baik. Hal ini dianggap penting karena mengingat potensi tradisi lisan hampir terabaikan bahkan ada anggapan bahwa suatu yang bersumber dari kelisanan hanya menjadi kenangan belaka. Kata-kata kunci: kearifan lokal, budaya pepatah-petitih, masyarakat Tengger
The Transformation of the Wayang Figures in the Serat Damarwulan Manuscript Mochtar Lutfi
MOZAIK HUMANIORA Vol. 20 No. 1 (2020): MOZAIK HUMANIORA VOL. 20 NO. 1
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mozaik.v20i1.21234

Abstract

This study aims to reveal the elements that experience the process of cultural transformation and the meaning illustrated through the illustrations of wayang figures in the Serat Damarwulan Manuscript. In this study, descriptive qualitative methods are used, namely placing words or sentences in a logical structure to explain concepts in the relationships between existing elements. Furthermore the data in the form of a sign system will provide a more comprehensive understanding. Transformation of wayang characters is a transition or change that occurs in the surface structure of a set of symbols of figures in wayang to become figures that are likened to or equated with characters in Serat Damarwulan, while the structure in the puppet characters themselves has not changed. The results of this study indicate that the elements undergoing cultural transformation in addition to scripts and languages are also illustrations that show the character of wayang characters in the characters contained in the Serat Damarwulan Manuscript. Knight figures such as Ronggolawe and Damarwulan are portrayed as Bima and Arjuna characters. While evil figures like Menakjinggo are portrayed as giants. These figures give meaning in the Serat Damarwulan, but in their own way the characters remain or do not change. This shows that the Serat Damarwulan Manuscript describes the process of cultural transformation in the form of puppet characters from Hindu-Buddhist to Islam that goes peacefully by not changing the main character, storyline, or background.