Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Ilmiah Tatengkorang

STIMULUS SERTA TRANSFER TEKNOLOGI PANCING ULUR “PAPALI” UNTUK PENANGKAPAN IKAN KURISI (Etelis carbunculus) DI KAMPUNG KALURAE KECAMATAN TABUKAN UTARA Joneidi Tamarol; Fitria Fresty Lungari
Jurnal Ilmiah Tatengkorang Vol 3 (2019): Jurnal Ilmiah Tatengkorang
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengabdian Kemitraan Masyarakat Stimulus (PKMS) pancing ulur (hand line) jenis papali di Kampung Kalurae dilakukan untuk menjawab beberapa permasalahan yang dihadapi kelompok nelayan mitra. PKMS ini dilakukan dengan mengadakan penyuluhan tentang memahami teknologi penangkapan ikan yang bertanggungjawab dan berkelanjutan, serta memberikan stimulus berupa bahan untuk 6 unit alat tangkap pancing ulur (hand line) papali kepada Kelompok Nelayan “Sahamia” selaku mitra pengabdian. Penangkapan ikan dengan alat tangkap pancing ulur (hand line) jenis papali dengan target penangkapan ikan Kurisi (Etelis carbunculus) atau sahamia memberikan dampak yang positif bagi nelayan Kampung Kalurae karena harga jual ikan ini di pasar lokal. Permasalahan utama yang dihadapi yakni biaya perawatan pancing ulur papali yang cukup tinggi. Pengabdian Kemitraan Masyarakat Stimulus (PKMS) pancing ulur (hand line) jenis papali ini dilakukan untuk menjawab beberapa permasalahan yang dihadapi nelayan Kampung Kalurae tersebut sebagai mitra pengabdian. PKMS ini dilakukan dengan mengadakan penyuluhan; pelatihan singkat pembuatan alat tangkap pancing ulur serta penyerahan bahan pembuatan pancing ulur untuk 6 orang anggota kelompoknelayanmitra. Hasil pengabdian ini berupa transfer teknologi serta informasi baru tentang teknik dan modifikasi alat penangkapan ikan oleh tim pengabdi kepada nelayan mitra. Stimulus Community Partnership Service (SCPS)Fishing technology with hand line fishing gear type papali at Kalurae village is conducted to answer some of the problems faced by partner fishing groups. SCPS is carried out by holding counseling about understanding responsible and sustainable fishing technology, and provide stimulus as material for 6 units of hand line fishing gear to “Sahamia” Fishermen Group as a service partner. Fishing technology with papali hand line fishing gear with the target of catching Kurisi (Etlis carbunculus) or sahamia give positive impact on the fishermen of Kalurae Village because of the selling price of these fish in the local market. The main problem faced is the relatively high maintenance costs of papali hand lines. Stimulus Community Partnership Service (SCPS) for papali hand lines is done to answer some of the problems faced by the Kalurae Village fishermen, as service partners. This SCPS is done by holding counseling, short training on the manufacturing of fishing gear and the delivery of materials for making a fishing rod for 6 members of the partner fishing group. The results of this dedication in the form of technology transfer and new information about the techniques and modification of fishing gear by the service team to the fishermen partners.
STIMULUS DAN TRANSFER TEKNLOGI BOTTOM HAND LINE “BAWONO” BAGI NELAYAN LEPPE KECAMATAN TABUKAN UTARA Fitria Fresty Lungari; Mukhlis Abdul Kaim
Jurnal Ilmiah Tatengkorang Vol 4 No 1 (2020): Jurnal Ilmiah Tatengkorang
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/tkrg.v4i1.324

Abstract

Leppe merupakan salah satu dusun pesisir di kecamatan Tabukan Utara. Kampung Leppe memiliki penduduk bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Nelayan Leppe umumnya mengenal alat tangkap jenis bottom hand line disebut “Bawono” yang biasanya digunakan untuk menangkap ikan demersal bernilai jual cukup tinggi di Kabupaten Kepulauan Sangihe seperti kurisi, kuwe dan kerapu. Meskipun alat tangkap Bawono diketahui berdampak positif terhadap pendapatan nelayan lokal, secara umum alat tangkap ini belum memberikan kontribusi serupa terhadap pendapatan nelayan mitra di kampung Leppe. Salah satu penyebabnya ialah tingginya biaya pemeliharaan alat tangkap “Bawono” yang hampir semua bahan pembuatannya berasal dari Philipina. Secara khusus, Bawono untuk menangkap ikan kurisi membutuhkan intensitas perawatan tinggi karena besarnya ukuran ikan tangkapan yang menjadikan alat tangkap ini rentan putus/rusak pada pengoperasian berikutnya, situasi yang sangat membutuhkan stimulus dan transfer teknologi. Itulah sebabnya, tim pengabdi menyediakan bahan dan melatih masyarakat mitra di desa Leppe untuk membuat 10 unit alat tangkap bottom hand line “Bawono”. Melalui kegiatan ini, nelayan diharapkan menjadi lebih produktif, dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan hasil tangkapan ikan yang pada gilirannya diharapkan memperbaiki taraf hidup nelayan mitra. Leppe is one of the coastal villages the North Tabukan sub-district whose people mainly work as farmers and fishermen. Leppe’s fishermen are familiar with hand line fishing gear so called “Bawono” used to catch demersal fish with high economic value in the Sangihe Islands Regency including ornate threadfin bream, giant travely and grouper. Although this fishing gear is known to give a positive impact on the local fishermen's income, it hasn’t given similar contribution to our partner fishermen in the village. One of the reasons is high maintenance cost of “Bawono” fishing gear, whose materials mostly obtained from the Philippines. In particular, the one used to catch ornate threadfin bream requires high maintenance mainly because of the size of caught fish, rendering this fishing gear more prone to damage in the following fishing operations, desperately requiring transfer technology and stimuly. Hence, our team provided materials and trained the local fishermen in Leppe village to build 10 units of “Bawono” bottom hand lines. It is expected that through this community service, our fishermen partners can reduce their fishing operation production cost, be more productive and increase their fishing catch which in turn improve their standard of living.
PENINGKATAN KUANTITAS PANCING ULUR “NANNUNGA” SEBAGAI STIMULUS BAGI NELAYAN NELAYAN KAMPUNG BENGKETANG KECAMATAN TABUKAN UTARA Fitria Fresty Lungari; Joneidi Tamarol; Mukhlis Abdul Kaim
Jurnal Ilmiah Tatengkorang Vol 6 No 2 (2022): Jurnal Ilmiah Tatengkorang
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/tkrg.v6i2.443

Abstract

Kampung Bengketang merupakan kampung dipesisir kecamatan Tabukan Utara yang sebagian masyaraktnya menggantungkan diri dari hasil laut, seperti menangkap ikan dasaran. Salah satu alat tangkap yang sering digunakan adalah pancing ulur dasar “nannunga”. Alat tangkap ini penggunaannya menjadi salah satu alat tangkap yang banyak diandalkan nelayan dan umumnya berbahan baku tali damyl Indonesia. Seiring dengan pemakaian yang hampir setiap hari, tentunya membuat kekuatan dari tali semakin hari semakin menurutn. Nelayan kampung Bengketang mulai berinovasi dengan menggant tali dolphin philipin.Tentunya hal ini menjadi tantangan baru, karena harganya jauh lebih mahal. Pengabdian ini bertujuan untuk memberikan stimulus bagi nelayan kampung Bengketang untuk meningkatkan produktivitas dalam penggunaan pancing ulur “nannunga” sebagai salah satu cara meningkatkan taraf hidup. Metode yang digunakan yaitu Partisipatory Rural Apprasial.Hasil yang diperoleh yaitu setelah pemberian stimulus bagi nelayan Bengketang, terlihat ada peningkatan jumlah hasil tangkapan dari dua kali melaut pasca pengabdian yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian stimulus, konsisten memberikan dampak positif bagi nelayan Bengketang yang menjadi mitra. Bengketang Village is a coastal village in the North Tabukan sub-district, where most of the people depend on marine products, such as fishing for bottom fish. One of the fishing gear that is often used is the "nannunga" bottom hand line. This fishing gear is used as one of the fishing gear that many fishermen rely on and is generally made from Indonesian damyl rope. Along with almost daily use, of course, the strength of the rope is getting more and more obedient. Fishermen from Bengketang village started to innovate by changing the dolphin ropes from the Philippines. Of course this is a new challenge, because the price is much more expensive. This service aims to provide a stimulus for Bengketang village fishermen to increase productivity in the use of the "nannunga" bottom hand line as a way to improve their standard of living. The method used is Participatory Rural Appraisal. The results obtained are that after the provision of a stimulus for Bengketang fishermen, it appears that there is an increase in the number of catches from going to sea twice after the service is carried out. This shows that the provision of stimulus consistently has a positive impact on Bengketang fishermen who are partners.