Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : BAHASTRA

PERJALANAN DALAM PUISI “PERJALANAN TANPA HENTI” KARYA REMY SYLADO Merawati, Fitri
BAHASTRA Vol 32, No 1 (2014): Bahastra
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.859 KB) | DOI: 10.26555/bahastra.v32i1.3241

Abstract

Makalah ini bertujuan untuk mendiskripsikan konsep perjalanan yang terdapat dalam puisi “Perjalanan Tanpa Henti” karya Remy Sylado. Teori yang mendasari adalah teori poskolonial yang dikemukakan oleh Sara Upstone. Teknik analisis dimulai dari teks puisi dan mengungkapkan instabilitas atau ketidakstabilan dalam perjalanan. Tiga jenis perjalanan dalam poskolonial yaitu perjalanan nomad, perjalanan excellence, dan perjalanan migrant. Perjalanan nomad tidak terikat pada ruang dan tidak ada yang mengendalikan. Perjalanan excellence, seperti pengasingan dan melarikan meskipun tampaknya menjauhkan diri namun masih tetap mengingat pada ruangnya terdahulu. Perjalanan migrant adalah perjalanan yang masih terkontrol karena masih memiliki tujuan.Hasil analisis menunjukkan bahwa puisi berjudul “Perjalanan Tanpa Henti” karya Remy Sylado memiliki konsep perjalan jenis nomad. Hal ini dapat dilihat dari tokoh wanita dalam puisi tersebut. Perjalan yang dilakukan oleh wanita itu tidak terikat oleh ruang. Sejak usia 15 tahun hingga usia 29 tahun, dia terus melakukan perjalanan. Dalam perjalanan itu dia bertemu banyak peristiwa yang kemudian peritiwa itu memunculkan adanya chaos atau kekacauan dalam dirinya. Namun hal ini tidak menyurutkan semangatnya untuk terus melakukan perjalanan. Dia terus melakukan resistensi terhadap rintangan-rintangan yang menghalangi perjalanannya. Dia tidak lagi terikat pada ruang dan tidak lagi ada yang mengendalikan. Dia akan terus melakukan perjalanan. Oleh sebab itu, puisi karya Remy Sylado telah  menyajikan konsep perjalanan dan termasuk karya sastra poskolonial. Kata kunci: perjalanan, poskolonial, nomade, puisi 
DEKONSTRUKSI DALAM PUISI “SATU LORONG” KARYA REMY SYLADO Merawati, Fitri
BAHASTRA Vol 34, No 1 (2015): Bahastra
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.426 KB) | DOI: 10.26555/bahastra.v34i1.3972

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis dekonstruksi yang terdapat dalam puisi “Satu Lorong” karya Remy Sylado. Teori Dekonstruksi merupakan salah satu dari teori Pascastruktural. Teori ini menyatakan bahwa penanda tidak berkaitan langsung dengan petanda. Dekonstruksi menurut Derrida merupakan sebuah metode membaca teks secara sangat cermat hingga pembedaan konseptual hasil ciptaan penulis yang menjadi landasan teks tersebut tampak tidak konsisten dan paradoks dalam menggunakan konsep-konsepnya dalam teks secara keseluruhan. Dengan kata lain, teks tersebut gagal memenuhi kriterianya sendiri.Hasil analisis menunjukkan oposisi-oposisi dalam diksi dari segi muatan semantik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu oposisi yang mengimplikasikan nilai, seperti ‘surga dengan neraka’ dan oposisi yang mengimplikasikan entitas, seperti ‘nyanyian romantis dengan lagu sedih’. Selain itu, tipografi puisi ini menciptakan paralelisme antara pasangan-pasangan oposisinya, seperti ‘Kesedihan adalah nyanyian romantis…/ Selaksa kali dalam usia yang pendek…/ Di sengsara kita, kita madahkan lagu sedih…’.
Pandangan dunia dalam webtoon sekotengs: kajian strukturalisme genetik lucien goldmann Fitri Merawati; Muhammad Yusa Dwi Putranto
BAHASTRA Vol 40, No 1 (2020): Bahastra
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (726.76 KB) | DOI: 10.26555/bahastra.v40i1.16614

Abstract

This study aims to describe the human fact, collective subject, and world view contained in the Sekotengs webtoon. This webtoon is popular with 4.6 million readers. This type of research is qualitative, centered on description. The subject of this research is Lifina's  Sekotengs webtoon, while the object of this research is the author's humanity fact and worldview. The theory used is Lucien Goldmann's genetic structuralism. The results of this study indicate that in the Sekotengs Webtoon there are two types of humanity facts, namely the fact of humanity, cultural creations and the fact of humanity social activities. There are 36 data on humanity in terms of cultural creation, while 27 in humanity data on social activities. Collective subjects in the Webtoon Sekotengs are dominated by high social class, which is as much as 10 data. The main character and the side character are described as rich people. The depiction of the poor can be found through only a few patient figures. Besides this webtoon has a worldview of materialism. Lifina through Webtoon Sekotengs considers that someone who is considered handsome or beautiful and has a high social class will be more admired by others and become an idol.
PERJALANAN DALAM PUISI “PERJALANAN TANPA HENTI” KARYA REMY SYLADO Fitri Merawati
BAHASTRA Vol 32, No 1 (2014): Bahastra
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.859 KB) | DOI: 10.26555/bahastra.v32i1.3241

Abstract

Makalah ini bertujuan untuk mendiskripsikan konsep perjalanan yang terdapat dalam puisi “Perjalanan Tanpa Henti” karya Remy Sylado. Teori yang mendasari adalah teori poskolonial yang dikemukakan oleh Sara Upstone. Teknik analisis dimulai dari teks puisi dan mengungkapkan instabilitas atau ketidakstabilan dalam perjalanan. Tiga jenis perjalanan dalam poskolonial yaitu perjalanan nomad, perjalanan excellence, dan perjalanan migrant. Perjalanan nomad tidak terikat pada ruang dan tidak ada yang mengendalikan. Perjalanan excellence, seperti pengasingan dan melarikan meskipun tampaknya menjauhkan diri namun masih tetap mengingat pada ruangnya terdahulu. Perjalanan migrant adalah perjalanan yang masih terkontrol karena masih memiliki tujuan.Hasil analisis menunjukkan bahwa puisi berjudul “Perjalanan Tanpa Henti” karya Remy Sylado memiliki konsep perjalan jenis nomad. Hal ini dapat dilihat dari tokoh wanita dalam puisi tersebut. Perjalan yang dilakukan oleh wanita itu tidak terikat oleh ruang. Sejak usia 15 tahun hingga usia 29 tahun, dia terus melakukan perjalanan. Dalam perjalanan itu dia bertemu banyak peristiwa yang kemudian peritiwa itu memunculkan adanya chaos atau kekacauan dalam dirinya. Namun hal ini tidak menyurutkan semangatnya untuk terus melakukan perjalanan. Dia terus melakukan resistensi terhadap rintangan-rintangan yang menghalangi perjalanannya. Dia tidak lagi terikat pada ruang dan tidak lagi ada yang mengendalikan. Dia akan terus melakukan perjalanan. Oleh sebab itu, puisi karya Remy Sylado telah  menyajikan konsep perjalanan dan termasuk karya sastra poskolonial. Kata kunci: perjalanan, poskolonial, nomade, puisi 
DEKONSTRUKSI DALAM PUISI “SATU LORONG” KARYA REMY SYLADO Fitri Merawati
BAHASTRA Vol 34, No 1 (2015): Bahastra
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.426 KB) | DOI: 10.26555/bahastra.v34i1.3972

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis dekonstruksi yang terdapat dalam puisi “Satu Lorong” karya Remy Sylado. Teori Dekonstruksi merupakan salah satu dari teori Pascastruktural. Teori ini menyatakan bahwa penanda tidak berkaitan langsung dengan petanda. Dekonstruksi menurut Derrida merupakan sebuah metode membaca teks secara sangat cermat hingga pembedaan konseptual hasil ciptaan penulis yang menjadi landasan teks tersebut tampak tidak konsisten dan paradoks dalam menggunakan konsep-konsepnya dalam teks secara keseluruhan. Dengan kata lain, teks tersebut gagal memenuhi kriterianya sendiri.Hasil analisis menunjukkan oposisi-oposisi dalam diksi dari segi muatan semantik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu oposisi yang mengimplikasikan nilai, seperti ‘surga dengan neraka’ dan oposisi yang mengimplikasikan entitas, seperti ‘nyanyian romantis dengan lagu sedih’. Selain itu, tipografi puisi ini menciptakan paralelisme antara pasangan-pasangan oposisinya, seperti ‘Kesedihan adalah nyanyian romantis…/ Selaksa kali dalam usia yang pendek…/ Di sengsara kita, kita madahkan lagu sedih…’.