Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Ketentuan Hukum Perbandingan sistem Pengawasan Terhadap Anggota Lembaga Parlemen Dibeberapa negara Patawari, Patawari; Bidja, Isnanto
Kalabbirang Law Journal Vol. 1 No. 2 (2019): Kalabbirang Law Journal
Publisher : Yayasan Al Ahmar (AHMAR Institute)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35877/454RI.kalabbirang19

Abstract

Pelaksanaan tugas dan fungsinya anggota parlemen, diperlukan adanya ketentuan pengawasan terhada anggota pada lembaga parlemen, sehingga di dalam menjalankan fungsinya maka anggota DPR berkesesuaian antara perencanaan, tugas dan fungsinya, dan tujuan yang hendak dicapai. Maka tentunya pengawas tersebut adalah memiliki kompetensi yang cukup untuk memahami tugas dan fungsi anggota DPR (yang diawasi). Paling tidak, sebagai pengawas lebih memahami dari pada tugas dan fungsi anggota DPR, hal tersebut yang dimaksud dengan kompetensi. Sedangkan kompetensi dapat tercipta dari proses akademik, pengalaman dan suatu kewenangan yang diberikan. Anggota dalam lembaga Parlemen, merupakan orang orang yang direkrut oleh partai politik untuk menjadi anggota parlemen, melalui proses seleksi sosial (konstituen) yang dipilih melalui pemilihan umum, hingga terpilih dan diberikan tugas dan fungsinya dan bekerja secara kolektifitas dengan ketentuan, yang memegang kekuasaan dalam pementukan perundang undangan, melakukan pengawasan dan melaksanakan fungsi budgeting. The implementation of the duties and functions of parliamentarians requires the provision of oversight to members of parliamentary institutions, so that in carrying out their functions the members of the House of Representatives agree between their planning, duties and functions, and the objectives to be achieved. Then of course these supervisors have sufficient competence to understand the duties and functions of DPR members (supervised). At the very least, as supervisors understand better than the duties and functions of DPR members, this is meant by competence. While competence can be created from the academic process, experience and a given authority. Members in the Parliamentary institution, are people who are recruited by political parties to become members of parliament, through a process of social selection (constituents) elected through general elections, to be elected and given their duties and functions and work collectively with the provisions, who hold power in the formation legislation, supervise and carry out the budgeting function.
Ketentuan Hukum Perbandingan sistem Pengawasan Terhadap Anggota Lembaga Parlemen Dibeberapa negara Patawari Patawari; Isnanto Bidja
Kalabbirang Law Journal Vol. 1 No. 2 (2019): Kalabbirang Law Journal
Publisher : Yayasan Al Ahmar (AHMAR Institute)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35877/454RI.kalabbirang19

Abstract

Pelaksanaan tugas dan fungsinya anggota parlemen, diperlukan adanya ketentuan pengawasan terhada anggota pada lembaga parlemen, sehingga di dalam menjalankan fungsinya maka anggota DPR berkesesuaian antara perencanaan, tugas dan fungsinya, dan tujuan yang hendak dicapai. Maka tentunya pengawas tersebut adalah memiliki kompetensi yang cukup untuk memahami tugas dan fungsi anggota DPR (yang diawasi). Paling tidak, sebagai pengawas lebih memahami dari pada tugas dan fungsi anggota DPR, hal tersebut yang dimaksud dengan kompetensi. Sedangkan kompetensi dapat tercipta dari proses akademik, pengalaman dan suatu kewenangan yang diberikan. Anggota dalam lembaga Parlemen, merupakan orang orang yang direkrut oleh partai politik untuk menjadi anggota parlemen, melalui proses seleksi sosial (konstituen) yang dipilih melalui pemilihan umum, hingga terpilih dan diberikan tugas dan fungsinya dan bekerja secara kolektifitas dengan ketentuan, yang memegang kekuasaan dalam pementukan perundang undangan, melakukan pengawasan dan melaksanakan fungsi budgeting. The implementation of the duties and functions of parliamentarians requires the provision of oversight to members of parliamentary institutions, so that in carrying out their functions the members of the House of Representatives agree between their planning, duties and functions, and the objectives to be achieved. Then of course these supervisors have sufficient competence to understand the duties and functions of DPR members (supervised). At the very least, as supervisors understand better than the duties and functions of DPR members, this is meant by competence. While competence can be created from the academic process, experience and a given authority. Members in the Parliamentary institution, are people who are recruited by political parties to become members of parliament, through a process of social selection (constituents) elected through general elections, to be elected and given their duties and functions and work collectively with the provisions, who hold power in the formation legislation, supervise and carry out the budgeting function.
Fungsi Pengawasan Partisipatif Dalam Mewujudkan Pemilu Demokratis Isnanto Bidja
JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol 6, No 1 (2022): JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan)
Publisher : Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jisip.v6i1.2740

Abstract

The involvement of the community in the political process is very necessary to be considered as the existence of political apathy in the general election. The political process can be said to be democratic when the community is the main actor in making political decisions, so that democracy guarantees the participation of the community itself. Participatory election supervision is a joint way of how the community can participate in supervising both campaigns, calm periods and election day by transforming moral strength into strength. with the consequence of having knowledge and skills about electoral and monitoring techniques. The main problem in this research is how to implement participatory supervision in realizing democratic elections?. The results show that participatory supervision plays a strategic role in the formation of responsive and impartial electoral law, implementation of election law by supervisors at the field level and the formation of a community legal culture/culture that can support the creation of participatory supervision for the realization of democratic elections in 2024.
Pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok Isnanto Bidja
Jurnal Wawasan Yuridika Vol 5, No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Hukum Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (435.844 KB) | DOI: 10.25072/jwy.v5i1.381

Abstract

Tujuan penelitian menganalisis pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok, di Kabupaten Banggai. Metode penelitian menggunakan penelitian yuridis empiris dengan model analisis kualitatif yang bersifat deskriptif, dengan lokasi penelitian di Kabupaten Banggai. Hasil penelitian menemukan bahwa dukungan normatif pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 10 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai dengan diterbitkannya peraturan pelaksanaan peraturan daerah tersebut, yaitu Peraturan Bupati Banggai Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pengawasan dan Inspeksi Kawasan Tanpa Rokok dan Peraturan Bupati Banggai Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Reklame Produk Rokok. Akan tetapi, dalam hal pelaksanaannya masih terdapat beberapa kendala, di antaranya dukungan pendanaan pembuatan fasilitas yang diperbolehkan untuk merokok dan dukungan budaya/kultur masyarakat.
TANGGUNG JAWAB BIDAN SEBAGAI TENAGA KESEHATAN TERHADAP KERUGIAN PASIEN Isnanto Bidja
Jurnal Media Hukum Vol. 9 No. 1 (2021): Jurnal Media Hukum (JMH)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tompotika Luwuk Banggai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan sumber daya manusia (SDM) dalam mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir dan batin. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan utama terhadap kajian kepustakaan terutama mengkaji dengan pendekatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Masalah utama penelitian ini adalah: Pertama, Kedudukan Hukum Bidan Terhadap Kerugian Pasien. Kedua, Penyelesaian Hukum Terhadap Kerugian Pasien Akibat Kesalahan Bidan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Pertama, Kedudukan hukum bidan sebagai tenaga kesehatan profesional menurut hukum perlindungan konsumen di Indonesia adalah mengganti kerugian berupa harga barang atau perawatan kesehatan yang diderita oleh pasien selaku konsumen akibat kesalahan yang ditimbulkan oleh bidan sebagai pelaku usaha. Kedua, Penyelesaian hukum terhadap kerugian pasien akibat kelalaian dan kesalahan bidan dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah meminta ganti kerugian kepada bidan dengan cara menggugat ke pengadilan dengan dasar gugatan wanprestasi (jika ada hubungan dengan kontraktual) atau perbuatan melawan hukum (jika tidak ada hubungan kontraktual). Health development is an integrated part of the development of human resources (HR) in realizing a nation that is advanced and independent as well as physically and mentally prosperous. Health development is aimed at realizing healthy, intelligent and productive people. This study uses a normative juridical method with the main approach to literature review, especially assessing the approach of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The main problems of this research are: First, the Legal Position of Midwives Against Patient Losses. Second, Legal Settlement for Patient Losses Due to Midwife Mistakes Connected with Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The results showed that, First, the legal position of midwives as health professionals according to consumer protection law in Indonesia is to compensate for losses in the form of prices for goods or health care suffered by patients as consumers due to errors caused by midwives as business actors. Second, the legal settlement of patient losses due to negligence and mistakes of midwives related to Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection is to ask for compensation from the midwife by suing the court on the basis of a suit of default (if there is a contractual relationship) or illegal actions (if there is no contractual relationship).
Peningkatan Pengetahuan Siswa Mengenai Kekerasan Seksual, Perundungan, dan Intoleran Melalui Kegiatan Penyuluhan: Increasing Student’s Knowledge About Sexual Violence, Bullying and Intolerance Through Counseling Activities Herawati; Ramli; Dwi Wahyu Balebu; Sandy Novryanto; Isnanto Bidja; Ahmad Yani
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 6 No. 12: DESEMBER 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v6i12.4544

Abstract

Kekerasan seksual, perundungan, dan intoleran merupakan isu kompleks yang telah menjadi focus perhatian masyarakat dan pemerintah saat ini. Tidak hanya merusak kehidupan individu korban, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Aksi Kekerasan seksual, perundungan, dan intoleran dapat terjadi pada berbagai lini kehidupan bermasyarakat kita, termasuk di dunia Pendidikan. Untuk itu, maka kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan siswa SMAN Simpang Raya Kabupaten Banggai tentang kekerasan seksual, perundungan, dan intoleran melalui kegiatan penyuluhan. Hasil kegiatan pengabdian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan siswa tentang ketiga aspek tersebut, yang di analisis dari hasil pemberian Pre dan Post Test kepada mereka. Dari 52 siswa yang menjadi sasaran, terdapat 42 (81 %) siswa yang mengalami peningkatan pengetahuan, dan sebanyak 10 (19 %) siswa memiliki pengetahuan yang tetap. Adapun pengetahuan yang di maksudkan berkaitan dengan defenisi, prinsip kekerasan seksual, perundungan, dan intoleran, dampak, upaya pencegahan, dan penangannya di lingkungan sekolah. Dengan demikian, maka upaya penyuluhan ataupun sosialisasi perlu dilakukan secara berkala untuk memastikan seluruh warga sekolah mendapatkan pengetahuan yang setara. Selain itu juga sebagai upaya untuk menumbuhkan budaya peduli terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, perundungan, dan intoleran di lingkungan sekolah.