Penerapan kewajiban penuntut umum melakukan penyidikan dalam rangka percepatan penyelesaian perkara pidana perusakan hutan (studi kasus/perkara perusakan hutan pada kejaksaan tinggi sumatera selatan) difokuskan terhadap adanya pemberian wewenang kepada penuntut umum untuk melakukan penyidikan serta faktor yang menyebabkan penyidikan oleh penyidik yang tertuang dalam berkas acara pemeriksaan dianggap kurang lengkap oleh jaksa penuntut umum. Penelitian ini adalah penelitian normatif. Bahan penelitian diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hokum sekunder dan bahan hokum tersier. Dikumpulkan melalui studi kepustakaan yang didukung wawancara Menggunakan pendekatan penelitian deskriftif kualitatif dengan teknik penarikan kesimpulan deduktif. Hasil penelitian ini adalah kelengkapan persyaratan berkas perkara perusakan hutan yang harus dilengkapi oleh penyidik berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan pada dasarnya masih mengacu KUHAP, dan/atau alat bukti lain berupa informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau peta. faktor-faktor yang menyebabkan PPNS tidak dapat memenuhi kelengkapan berkas berdasrkan Studi Kasus/Perkara Perusakan Hutan Pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan adalah : 1. Faktor Peraturan Perundang-undangan, 2. Faktor Internal, 3. Fakor Fasilitas. Tindakan Jaksa Penuntut Umum untuk dapat menyelesaikan perkara perusakan hutan, yaitu : Koordinasi antara penuntut umum dengan penyidik sejak awal penerbitan SPDP; melakukan pendekatan multi rezim hukum yang mengandalkan berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Dalam pelaksanaan percepatan penyelesaian perkara pidana perusakan hutan di masa mendatang hendaknya ada aturan yang jelas, defenitif, spesifik dan lengkap mengenai kedudukan penyidik dalam tindak pidana perusakan hutan dan harus ada SOP yang jelas dalam pengambil alihan kewenangan penyidik oleh Penuntut Umum.Kata Kunci: Hutan, Pidana Perusakan Hutan, Penyidikan, Penuntut Umum kewenangan.