Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PRAKTIK PENGGARAPAN LAHAN DENGAN SISTEM BAGI HASIL DI DESA BUKIT HARAPAN KECAMATAN WANGGARASI KABUPATEN POHUWATO Nasrullah Nasrullah; Muh. Mooduto Safir
Khatulistiwa Law Review Vol 1 No 2 (2020): Edisi Oktober
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v1i2.104

Abstract

Abstrak Tanah memiliki fungsi ganda yakni sebagai aset sosial dan modal sosial yang terletak pada hak-hak atas tanah yang bersifat tetap di dalam UUPA. Namun, aturan tersebut masih mengakui keberadaan hak atas tanah yang bersifat sementara, yakni hak usaha bagi hasil yang melibatkan antara pemilik tanah atau lahan dengan penggarap sebagaimana diatur di dalam UUPBH. Salah satu daerah yang masyarakatnya masih mempraktikkan usaha bagi hasil adalah di Desa Bukit Harapan, Kecamatan Wanggarasi, Kabupaten Pohuwato. Daerah tersebut termasuk rawan konflik atau kerap terjadi sengketa usaha bagi hasil sehingga tujuan penelitian ini untuk mengetahui praktik usaha bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat di desa tersebut dan untuk mengetahui model penyelesaian sengketa yang selama ini dilakukan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa perjanjian penguasaan tanah masih dilakukan kesepakatan secara lisan tanpa melibatkan pemerintah desa sehingga pada praktiknnya tidak sesuai dengan UUPBH. Konflik yang sering terjadi dikarenakan penggarap sering menanam tanaman jangka panjang tanpa sepengetahuan pemilik lahan dan beberapa penggarap dianggap melakukan wanprestasi. Terkait upaya penyelesaian sengketa dilakukan melalui musyawarah mengingat aparat pemerintah desa mengupayakan jalan keluar yang bijak. Jika penggarap melakukan wanprestasi maka akan diukur faktor-faktor yang menyebabkan wanprestasi, misalnya faktor alam, faktor kesuburan tanah, dan faktor lainnya. Abstract The land has a dual function, namely as a social asset and social capital which lies in land rights which are permanent in the Basic Agrarian Law. However, this regulation still recognizes the existence of temporary land rights, namely production sharing business rights involving landowners and tenants as stipulated in the Production Sharing Agreement Law. One of the areas where the community is still practicing profit sharing is in Bukit Harapan Village, Wanggarasi District, Pohuwato Regency. This area is prone to conflict or profit-sharing business disputes frequently so that the purpose of this study is to find out the profit-sharing business practices carried out by the community in the village and to find out the dispute resolution model that has been carried out so far. The research method used is empirical legal research. The results of the study revealed that the land tenure agreement was still carried out by verbal agreement without involving the village government so that in practice it was not following the Production Sharing Agreement Law. Conflicts that often occur are because tenants often plant long-term crops without the knowledge of the landowner and some cultivators are considered to have defaulted. Regarding dispute resolution efforts carried out through deliberation, considering that village government officials are striving for a wise solution. If the cultivator defaults, then the factors that cause the default will be measured, for example, natural factors, soil fertility factors, and other factors.
Juridical-Sociological study of land pawn : a normative study in Patilanggio district Nasrullah Nasrullah
Jurnal Hukum Volkgeist Vol 5 No 1 (2020): DECEMBER
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35326/volkgeist.v5i1.701

Abstract

The practice of land pawning in Patilanggio district still keeps the provisions of the applicable laws and regulations. So that it is more likely to harm the pledge grantor which is not based on the principle of helping. Although the community realizes that pawning land is harm for them, this is still done by residents as the last solution to meet urgent needs. This practice has become a habit and it is normal for community and never be a problem between the land pawner and the land pawn recipient. In disputing resolution between the grantor and the recipient, is by way of deliberation, involving the village head or only by deliberation between the pawner and the pawn recipient. Keywords: Pawner, recipient, Patilanggio
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DARI PERCERAIAN AKIBAT PERSELINGKUHAN Nasrullah Nasrullah
Humantech : Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia Vol. 1 No. 8 (2022): Humantech : Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia
Publisher : Program Studi Akuntansi IKOPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum doctrinal/normatif. Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, dan pendekatan yurisprudensi. Analisis data akan dilakukan secara sistematis dan dijelaskan secara deskriptif analis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian harta bersama tidak harus selalu sama rata antara penggugat dan tergugat, akan tetapi perlu mempertimbangkan dari aspek pelaksanaan peran, tugas, tanggung jawab, adanya peran ganda, dan pertimbangan-pertimbangan lainnya seperti salah satu pihak telah melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, boros dan melakukan suatu kesalahan penyebab utama perceraian. Pelaku utama penyebab perceraian karena perselingkuhan bisa saja menjadi pertimbangan sebagai satu kesalahan yang berakibat 1/10 bagiannya dialihkan kepada suami/isteri yang menjadi korban perselingkuhan sebagai bentuk sanksi. Sehingga menghasilkan perbandingan 6/10 : 4/10. Penulis berpandangan demikian karena menjaga keutuhan rumah tangga adalah kewajiban suami/isteri. Sehingga pelaku utama terjadinya perceraian, harus mendapatkan sanksi sebagai bentuk perwujudan diteributive justice atau pendisteribusian keadilan sacara fair (wajar) dan proporsional.
Penerapan Asas Pemisahan Horisontal dalam Kepemilikan Tanah di Kabupaten Pohuwato Rustam Rustam; Nasrullah Nasrullah
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 6 No. 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.002 KB) | DOI: 10.31004/jptam.v6i2.4972

Abstract

Hasil penelitin ini menunjukan 1). Praktek kepemilikan tanah terpisah dengan kepemilikan tanaman kelapa dikabupaten pohuwato sejalan dengan konsep asas pemisahan horisontal dimana pemilik tanah dapat berbeda dengan pemilik benda (tanaman, bangunan) yang melekat diatas tanah. Hanya saja di butuhkan pengaturan secara jelas sebagaimana konsep HGU, HGB, Hak Pakai yang terdapat dalam UUPA. 2). Kosep hukum yang ditawarkan dalam penelitian ini dalam rangka memberikan kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum kepada pemilik tanah dan pemilik benda (tanaman Kelapa) yang melekat diatas tanah maka diperlukan suatu konsep hukum yakni, adanya perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan pemilik benda (bangunan, tanaman) yang melekat diatas tanah terkait batas waktu, perlu adanya identitas tersendiri bagi benda yang melekat diatas tanah untuk diterbitkan sertifikat sebagai alat bukti yang sah dan kuat, diperlukan lembaga tersendiri untuk pendaftaran benda yang melekat diatas tanah, dan perlu dibuatkan PERDA tentang pendaftaran tanah dan benda yang melekat diatas tanah.
Legal Strength of Consumer Financing Principal Agreements Post The Decision of the Constitutional Court No. 18/puu-xvii/2019 Nasrullah Nasrullah
Jurnal Legalitas Vol. 14, No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (64.943 KB) | DOI: 10.33756/jelta.v14i2.10482

Abstract

AbstractAfter the Constitutional Court Decision No. 18/PUU-XVII/2019, fiduciary certificates no longer have direct executive power and the determination of promise injuries is not determined unilaterally by financing creditors but based on agreements between creditors and debtors. This certainly has an impact on fulfilling the rights of business actors (creditors) and ignoring binding powers on the principal financing agreement and fiduciary certificate. The purpose of this study is to find out whether the Constitutional Court Decision No. 18 / PUU-XVII / 2019 is contrary to the main agreement of consumer financing, and How the legal strength of the consumer financing agreement after The Constitutional Court Decision No. 18 / PUU-XVII / 2019. The type of research used is a type of normative research with a focus on the statutory approach and the conceptual approach. The results of the study explained that the principal agreement of consumer financing with The Decree no. 18 / PUU-XVII / 2019 there is a conflict (conflict) but only a pseudo conflict (not a textual conflict) because in terms of intent and purpose there is no conflict, but potentially less balance the legal interests of business actors. Constitutional Court Decision No. 18/PUU-XVII/2019 has destabilized the existence of the deed of the principal financing agreement. The minimum limit of proof of the principal financing agreement is not perfect and no longer binding as the law for both parties and the deterioration of the evidentiary value of the deed of the principal agreement and the legal strength of the fiduciary certificate and the principal financing agreement is in the determination of the court. There need to be regulations that regulate sanctions if consumers deliberately delay their obligations to pay credit installments and the need for the participation of community institutions, business actors, and including the government to socialize.