Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pengedar Sediaan Farmasi Tanpa Izin Edar (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 351/Pid.Sus/2018/PN SMn) Gunawan Nachrawi; christiyanti Dewi
Justitia Jurnal Hukum Vol 5, No 2 (2021): Justitia Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/justitia.v6i02.8422

Abstract

Dalam menjamin ketersediaan obat keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan yang berkhasiat obat. Tujuannya adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu : “Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan. bahwa Penegakan hukum terhadap tindak pidana peredaran obat tanpa izin edar atau  ilegal dalam putusan perkara pidana Nomor 351/Pid.Sus/2018/PN Smn, sudah sesuai dengan norma hukum  yang berlaku, semua unsur-unsur tindak pidana peredaran obat  secara ilegal yang diatur dalam Pasal 197 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan semua terpenuhi. Dan untuk  pertimbangan hakim terhadap tindak pidana tersebut telah sesuai dengan aturan tersebut. Hakim menjatuhkan hukuman pidana  penjara selama 4 (empat) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 2.000.000,- (duajuta rupiah) subsider kurungan selama 1 (satu)  bulan dengan mempertimbangkan tuntutan jaksa penuntut umum dan fakta-fakta dalam persidangan serta hal-hal yang memberatkan  dan meringankan terdakwa.
Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Kegiatan Penanaman Modal Dalam Persfektif Otonomi Daerah Gunawan Nachrawi; Jamiatur Robekha; Eins Fitrianingtyas Sukarno
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 11 No. 1 (2022): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v11i1.59

Abstract

Local governments (Pemda) are given the authority to regulate and manage their own households according to the principles of autonomy and assistance tasks. laws and regulations governing local governments through the principles of decentralization, deconcentration and co-administration can be used as indicators of the size of the regional authority in regulating and managing their household affairs. The greater the application of the principle of decentralization to the regions, according to Article 11 paragraph 1 of Law Number 32 of 2004, among others, based on externality, accountability and efficiency by taking into account the harmony of relations between government structures. (2) Law Number 32 of 2004 concerning Regional Government states that government affairs under the authority of regional governments consist of mandatory and other matters. Article 13 paragraph 1 point n of Law Number 32 of 2004 states that mandatory affairs under the authority of the provincial government are affairs on a provincial scale which include investment administration services, including across districts/cities. In Article 14 paragraph 1 point n of Law Number 32 of 2004 it is stated that the obligatory affairs to become the authority of the regional government for regencies/municipalities are district/city-scale affairs covering administrative services and investment.
Klausula Eksonerasi Dari Perspektif Asas Kebebasan Berkontrak Dan Asas Keadilan Studi Kasus Putusan Kasasi Nomor 8/K/PDT/2013 Rani Yuwafi Yuwafi; Gunawan Nachrawi; Marjan Miharja
JURNAL HUKUM PELITA Vol. 3 No. 1 (2022): Jurnal Hukum Pelita Mei 2022
Publisher : Direktorat Penelitian dan Pengabdian (DPPM) Universitas Pelita Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.507 KB) | DOI: 10.37366/jh.v3i1.1047

Abstract

Abstrak Klausula baku dalam prakteknya masih dilakukan meskipun telah memiliki larangan. Hal ini dilarang karena bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum perjanjian. Bila terdapat klausula eksonerasi dalam klausula baku dapat menimbulkan masalah hukum sehingga konsumen maupun debitur mengajukan gugatan pembatalannya kepada pengadilan. Dalam penelitian penelitian ini penulis memberi contoh putusan Kasasi Nomor No. 8/K/PDT/2013. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode yuridis normatif, yaitu dengan menggunakan sumber data sekunder. Sumber-sumber data yang terkait secara langsung dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini data sekunder terdiri dari sejumlah data yang diperoleh dari buku-buku literatur, perundang-undangan. Akhirnya berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh kesimpulan yaitu : 1. Ruang lingkup tertulisnya klausula eksonerasi dalam perjanjian yang diatur di dalam perundang- undangan dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Selain itu pula terdapat doktrin-doktrin para ahli sebagai sumber hukum tentang klausula eksonerasi pula. 2. Setelah mengkaji putusan kasasi ini dengan pisau analisis yaitu asas kebebasan berkontrak dan keadilan, Maka Klausula eksonerasi dalam putusan No. 8/K/PDT/2013 bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak dan asas keadilan tersebut. Kata Kunci : Klausula Eksonerasi, Kasus Hukum, Kebebasan Berkontrak
Anak Sebagai Korban Penyalahguna Narkotika Perlu Dilindungi (Putusan PN Jakarta Barat Nomor 47/Pid.Sus-Anak/2017/PN.Jkt.Brt) Ahmad Fajar Satrio; Gunawan Nachrawi
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 2 (2022): September 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.009 KB) | DOI: 10.31316/jk.v6i2.3232

Abstract

AbstrakHakim sebelum menjatuhkan putusan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim. Seandainya anak sebagai penyalahguna narkotika dan harus berhadapan dengan hukum, maka putusan hakim yang akan dijatuhkan harus mempertimbangkan kehidupan si anak tersebut pada masa selanjutnya, oleh karena itu hakim harus yakin benar bahwa putusan yang akan diambil adalah yang paling tepat dan juga adil. Putusan hukuman terhadap anak sebagai pengguna Narkotika menurut UU Narkotika, bahwa terdakwa adalah merupakan korban sehingga putusaannya adalah harus berupa rehabilitasi.Kata Kunci : Hukuman, anak korban penyalahgunaan narkotika AbstractThe judge before making a decision on a child who commits a crime, there are several things that become the basis for consideration for the judge. If the child is a narcotics abuser and has to deal with the law, the judge's decision to be handed down must consider the child's future life, therefore the judge must be sure that the decision to be taken is the most appropriate and fair. The verdict against children as narcotics users according to the Narcotics Law, that the defendant is a victim so that the verdict must be in the form of rehabilitation.Keywords: Punishment, child victims of drug abuse
Sistem Pemidanaan Pada Tindak Pidana Narkotika (Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 772 K/Pid.Sus/2019) Ferdino Caprico; Gunawan Nachrawi
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 2 (2022): September 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.914 KB) | DOI: 10.31316/jk.v6i2.3234

Abstract

AbstrakPengguna narkotika yang bukan pengedar ketika dihadapkan di depan persidangan, juga akan didakwa dengan pasal lain. Logikanya pengguna yang mendapatkan narkotika secara melawan hukum, maka sudah barang tentu terdapat juga sekaligus beberapa perbuatan yang dilakukan pengguna tersebut sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 111 dan atau Pasal 112 atau bahkan Pasal 114. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.Kata Kunci: Sistem Pemidanaan, Tindak Pidana Narkotika AbsractNarcotics users who are not dealers when brought before the trial, will also be charged with other articles. Logically, users who obtain narcotics against the law, then of course there are also at once several acts committed by these users as formulated in Article 111 and or Article 112 or even Article 114. Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics.Keywords: Criminal System, Narcotics Crime
Kualifikasi Kejahatan Luar Biasa Terhadap Tindak Pidana Korupsi (Putusan Mahkamah Agung Nomor 301 K/Pid.Sus/2021) Mohammad Al Faridzi; Gunawan Nachrawi
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 2 (2022): September 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.322 KB) | DOI: 10.31316/jk.v6i2.3244

Abstract

AbstrakTindak Pidana Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang penanganannya membutuhkan upaya yang luar biasa juga karena dampak atau akibat yang ditimbulkannya begitu luar biasa terhadap perekonomian negara. Banyak pembangunan yang terbengkalai, pelayanan kepentingan umum yang terhambat, lapangan pekerjaan sempit dan kemiskinan tidak terentaskan akibat ulah oknum yang memperkaya diri sendiri atau menguntungkan diri pribadinya tanpa memperhatikan kepentingan umum, bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan keluargaKata Kunci : Korupsi, Extraordinary Crime AbstractCorruption is an extraordinary crime whose handling requires extraordinary crime efforts because the impact or consequences it causes are so extraordinary on the country's economy. Many developments are neglected, public interest services are hampered, job opportunities are narrow and poverty is not eradicated due to the actions of individuals who enrich themselves or benefit themselves without paying attention to the interests of the public, nation and state above personal and family interests.Keywords: Corruption, extraordinary crime
Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan dalam Peningkatan Kesejahteraan Pekerja di Indonesia yang Berbasis Nilai Keadilan Sosial Achmad Aminulloh; Yusuf M. Said; Gunawan Nachrawi
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 2 (2022): September 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.812 KB) | DOI: 10.31316/jk.v6i2.3573

Abstract

AbstrakDengan munculnya Undang-Undang Cipta Kerja atau UU no 11 tahun 2020 dimana undang-undang ini tidak bersumber dari nilai–nilai sosial budaya bangsa Indonesia sendiri tetapi lebih mengutamakan syahwat politik, di mana politik hukum sangat berperan bagi penguasa atau pemerintah untuk membangun hukum nasional di Indonesia yang dikehendaki. Peran politik hukum terhadap pembangunan hukum nasional di Indonesia tidak bisa dilepas dari kontek sejarah. Sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia telah terjadi perubahan-perubahan politik secara bergantian (bedasarkan periode sistem politik) antara politik yang demokratis dan politik otoriter. Sejalan dengan perubahan-perubahan politik itu, karakter produk hukum juga berubah. Terjadinya perubahan itu karena hukum merupakan produk politik, maka karakter produk hukum berubah jika politik yang melahirkannya berubah. Misalnya Undang-Undang no 13 tahun 2003 yang belum sempurna, harusnya lebih di sempurnakan bukan membuat Undang-Undang baru yang tidak lebih baik dari yang sebelumnya. Paradigma pembangunan di bidang ketenagakerjaan perlu direformasi yang dulu cenderung melihat pekerja sebagai faktor produksi dan atau bagian dari komoditi, harus diubah kepada pekerja sebagai manusia Indonesia seutuhnya atau sebagai subjek/pelaku proses produksi dalam pembangunan dengan segala harkat dan martabatnya. Perubahan paradigma ini pada akhirnya akan mengarah dan menentukan politik hukum kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui suatu perubahan yang resolutif-kompositif dengan memandang pekerja sebagai subjek dan secara proporsional memperhitungkan seluruh aspek dalam suatu kesatuan yang holistic, agar kebijakan politik hukum yang reformatif ini tidak dipandang hanya bagus dimaterinya saja, maka perlu diimplementasikan melalui program yang titik beratnya bukan hanya sekedar instrumen tetapi akses yang mendorong kuantitatif dan mendidik kualitatif dalam membangun sistem keseimbangan antara yang seharusnya dengan kenyataan.Kata Kunci: Cipta Kerja, Pekerja, Kesejahteraan AbstractWith the emergence of the Job Creation Law or Law no. 11 of 2020 where this law is not derived from the socio-cultural values of the Indonesian nation itself but rather prioritizes political shahwat, where legal politics plays a very important role for the ruler or government to build the desired national law in Indonesia. The role of legal politics in the development of national law in Indonesia cannot be separated from the context of history. Throughout the history of the Republic of Indonesia there have been alternating political changes (based on the period of the political system) between democratic politics and authoritarian politics. In parallel with those political changes, the character of legal products has also changed. The occurrence of change is because the law is a political product, so the character of the legal product changes if the politics that gave birth to it changes. For example, Law no. 13 of 2003, which is rudimentary, should be more perfected, not create a new law that is no better than the previous one. The development paradigm in the field of labor needs to be reformed which used to tend to see workers as a factor of production and or part of commodities, must be changed to workers as a whole Indonesian people or as subjects/actors of the production process in development with all their dignity and dignity. This paradigm shift will eventually lead to and determine the legal politics of government policy in the field of labor through a resolutive-composite change by viewing workers as subjects and proportionally taking into account all aspects in a holistic unity, so that this reformative legal political policy is not seen as only good in its material, it needs to be implemented through programs whose emphasis is not just an instrument.  but access that encourages quantitative and qualitative education in establishing a system of balance between what it should be and reality.Keywords: Job Creation, Workers, Welfare
TINJAUAN HUKUM TERHADAP OPERASI TANGKAP TANGAN TERKAIT KASUS JUAL BELI JABATAN DI LINGKUP PEMERINTAH DAERAH Andre Pratama; Gunawan Nachrawi
Jurnal Ilmiah Publika Vol 10, No 2 (2022): JURNAL ILMIAH PUBLIKA
Publisher : Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/publika.v10i2.7838

Abstract

Semakin canggihnya modus korupsi yang dilakukan oleh pelaku menjadi masalah serius bagi bangsa indonesia. Saat ini penyidikan kasus korupsi dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, dan komisi pemberantasan tindak pidana korupsi (KPK). Kasus korupsi jual beli jabatan oleh pemerintah daerah sering kali terjadi. Pelaksanaan operasi tangkap tangan (OTT) oleh tim KPK terkait kasus suap jual beli jabatan ini merupakan tindakan yang tepat. Tujuan penelitian menganalisis dan mengetahui tinjauan hukum terhadap kasus jual beli jabatan di lingkup pemerintah daerah dan mengetahui pelaksanaan operasi tangkap tanggan terkait kasus jual beli jabatan di lingkup pemerintah daerah. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan Praktik jual beli jabatan di Indonesia menjadi salah satu jenis korupsi berupa suap yang sering terjadi  terutama pada sistem pemerintahan daerah, operasi tangkap tangan menjadi senjata utama bagi KPK dalam memberantas korupsi, Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh KPK adalah hal yang sangat tepat, untuk menimbulkan efek jera bagi pejabat yang melakukan korupsi suap dalam jual beli jabatan.
GOVERNANCE OF RURAL BANKS BASED ON LAW CONCERNING BANKING IN THE PERSPECTIVE OF COMMUNITY WELFARE Rosiyati Rosiyati; Gunawan Nachrawi; Marjan Miharja
Awang Long Law Review Vol 5 No 2 (2023): Awang Long Law Review
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/awl.v5i2.733

Abstract

Based on Law Number 10 of 1998, the objective of Indonesian banking is to support the implementation of national development in order to increase equity, economic growth and national stability towards increasing people's welfare. Banking can be grouped into three, namely central banks, commercial banks and rural banks. Rural Banks (BPR) are banks that carry out business activities conventionally or based on sharia principles, which in their activities do not provide services in payment traffic. The research method that the authors use is a normative juridical method, namely research that prioritizes library data, namely research on secondary data. The secondary data can be in the form of primary, secondary or tertiary legal materials. This research includes research on positive legal provisions in force in Indonesia relating to BPR governance based on Law Number 10 of 1998 concerning Banking. The research results, positive legal provisions in force in Indonesia relating to BPR governance based on Law Number 10 of 1998 concerning Banking. PT BPR Papua Mandiri Makmur realizes that internalization of broader governance principles needs to be carried out in a sustainable manner to improve the quality and scope of governance implementation in every aspect of PT BPR Papua Mandiri Makmur's activities.
Akibat Wanprestasi yang Dilakukan Penyewa dalam Perjanjian Sewa Menyewa Lahan Bangunan Mohammad Sahrir Syarif; Yusuf M. Said; Gunawan Nachrawi
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v8i9.13548

Abstract

The relationship between renting and individual is very close because it often occurs in everyday life because people are unable to live without help from other parties such as renting goods that are to other parties. Rent that often occurs in the community is renting a house or building, both for individuals and groups. In renting a house, most parties often make mistakes both on the landlord and the tenant of the house, causing disputes between both parties. The research method used is the normative juridical method, namely research that prioritizes literature data, namely research on secondary data. The secondary data can be primary, secondary or tertiary legal material. This research includes research on the Effects of Default by Tenants in Lease Agreements and Judges' Considerations in Decision Number 217/PDT/2020/PT SBY. Based on the results of the study, the author concludes that with the act of default in the rental agreement, the aggrieved party has the right to take actions to fulfill the performance that has been agreed, an agreement has an impact if the agreement is not fulfilled by one party, then the other party has the right to make legal remedies or claims. A judge's judgment on default is a judgment to enforce the law, that is, a judgment that is sometimes rendered when compensation will not be a viable legal remedy. This judgment is a court order that orders the offending party to carry out his promises with the threat of punishment for violating the court decision and an Order not to violate the agreement, namely: A judgment is a court order directed to a person not to violate his agreement.