Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

Penilaian Kondisi Tinggalan Budaya Maritim dalam Kegiatan Pra-Konservasi di Dermaga Willunga Ashar Murdihastomo; Rizka Purnamasari
Borobudur Vol. 14 No. 1 (2020): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v14i1.234

Abstract

Bekas dermaga Willunga merupakan tinggalan budaya yang penting bagi masyarakat di Australia Selatan mengingat memiliki peran krusial dalam perekonomian daerah. Objek tinggalan budaya tersebut pada saat ini hanya tinggal bekas tiang penyangga dermaga dan perlu untuk dijaga kelestariannya mengingat lokasi dermaga pada saat ini telah menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang dapat memberikan dampak buruk bagi keberlanjutan tinggalan budaya. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan dalam melindungi objek tersebut adalah dengan melakukan upaya konservasi yang didahului oleh aktivitas pra konservasi yaitu penilaian kondisi objek. Terkait dengan hal tersebut, maka permasalahan yang diangkat pada artikel ini adalah sejauh mana kondisi tinggalan budaya bekas dermaga di Willunga berdasarkan pada penilaian kondisi pra konservasi. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah memberikan gambaran lengkap tentang penanganan tinggalan budaya dan langkah-langkah yang ditempuh dalam kegiatan konservasi khususnya aktivitas pra konservasi. Dalam upaya menjawab pertanyaan tersebut dilakukan pengambilan data melalui beberapa alat. Pertama, penggambilan data lingkungan menggunakan datalogger, pengambilan data pelapukan kayu melalui alat pilodyn, dan pengambilan data korosi besi menggunakan pH dan Eh meter. Kedua, data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan bantuan dari data sekunder (pustaka) dan penggunaan diagram dan tabel pourbaix. Hasil yang diperoleh dari kajian tersebut menyimpulkan bahwa kondisi tinggalan budaya di bekas dermaga Willunga mengalami degradasi yang diakibatkan oleh faktor lingkungan. Hasil tersebut kemudian dapat dijadikan acuan dalam melakukan aktivitas konservasi aktif.
Dua Tipe Ornamentasi Candi Perwara di Kompleks Candi Sewu Ashar Murdihastomo
KALPATARU Vol. 27 No. 2 (2018)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kpt.v27i2.462

Abstract

AbstractSewu Temple, located in Prambanan, is one of the Buddhist temple complex that have lots of uniqueness. One of the uniqueness can be seen on Perwara Temple that have two ornamentations. But, many scholars never make the research about it. Therefore, in this article, I want to describe the background of the two ornamentations on perwara temple. The research is carried out by observation and literature study. From the research, I find out that the two ornamentations on perwara temple in Sewu Temple complex have relation with the religion conception.Keywords: Buddha, Sewu Temple, perwara temple, ornamentation.AbstrakCandi Sewu, yang terletak di daerah Prambanan, merupakan salah satu kompleks percandian agama Buddha yang masih menyimpan banyak keunikan. Salah satu keunikannya adalah dua corak ornamentasi yang terdapat pada candi perwaranya. Keberadaan kedua ornamentasi ini belum pernah dibahas detail oleh peneliti mana pun. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis berusaha untuk mengkaji dua corak ornamentasi itu dengan tujuan memberikan gambaran terkait dua corak ornamen tersebut serta mencoba untuk mengetahui latar belakang perbedaan tersebut. Penelitian dilakukan melalui pengamatan langsung dan analisis dengan bantuan studi pustaka. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kedua corak ornamentasi pada candi perwara tersebut terkait dengan konsep keagamaan.Kata kunci: Buddha, Candi Sewu, candi perwara, ornamentasi.
GANESHA TANPA MAHKOTA DALAM PUSARAN RELIGI MASYARAKAT JAWA KUNA (SEBUAH KAJIAN PERMULAAN) Ashar Murdihastomo
KALPATARU Vol. 29 No. 1 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kpt.v29i1.700

Abstract

Abstract. The Ganesha statue without a crown is one of the unique depictions of archeological remains in Indonesia. These statues can be found in several areas such as Temanggung, Pekalongan, the National Museum, and Yogyakarta. This uniqueness is a reason to be appointed in an initial assessment. This is because no one has ever discussed this topic. Therefore, the challenge to be raised on this occasion is about the Ganesha in the community regarding their portrayal in the form without a crown? The objective to be achieved from this discussion is a discussion of Javanese society related to the previous discussion. In answering these questions, qualitative research methods are used by taking secondary data from a literature review. The approach used in this review discusses the iconology proposed to explain the background of phenomena that occur through related stories or mythologies. Through an analysis of the results, offering three initial responses to the crownless Ganesha statue, related to the story of Ganesh who prevented Ravana from bringing Atmalinga to Lanka, the spread of Gupta art in Southeast Asia, and related to traditions outside the palace. Keywords: Ganesha, Ancient Java, Brahmin Abstrak. Arca Ganesha tanpa mahkota merupakan salah satu bentuk penggambaran unik dari tinggalan arkeologi di Indonesia. Keberadaannya diketahui terdapat di beberapa wilayah seperti Temanggung, Pekalongan, dan Museum Nasional. Keunikan tersebut menjadi alasan untuk diangkat dalam sebuah kajian permulaan. Hal ini dikarenakan belum pernah ada kajian yang membahas topik tersebut. Oleh karena itu, permasalahan yang coba diangkat pada kesempatan ini adalah bagaimana posisi dewa Ganesha di lingkungan masyarakat pada penggambarannya dalam wujud tanpa mahkota? Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui pandangan masyarakat jawa Kuno terkait dengan keberadaan arca tersebut. Dalam upaya menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian kualitatif dengan mengambil data sekunder dari kajian pustaka. Pendekatan yang digunakan pada kajian ini adalah pendekatan ikonologi, yang berusaha untuk menjelaskan latar belakang keberadaan fenomena tersebut melalui kisah atau mitologi yang terkait. Melalui hasil analisis, diperoleh tiga asumsi awal terhadap keberadaan arca Ganesha tanpa mahkota, yaitu terkait dengan kisah Ganesha yang mencegah Rahwana membawa Atmalinga ke Lanka, terkait dengan persebaran gaya seni Gupta di Asia Tenggara, dan terkait dengan tradisi luar keraton. Kata kunci: Ganesha, Jawa Kuna, Brahmana
Gaya Seni Arca Masa Kᾱḍiri: Studi Terhadap Arca Candi Gurah dan Candi Tondowongso Sukawati Susetyo; Ashar Murdihastomo; Agustijanto Indradjaja; Dimas Nugroho
KALPATARU Vol. 30 No. 1 (2021)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/kpt.v30i1.804

Abstract

In the archaeology Hindu-Buddhist era in Indonesia, there are several known art styles temple building architecture and statue art: Early Classical Era and Late Classical Era. In more detail, that several eras can be described that Early Classical Era developed during the Old Mātaram era with the center of its reign at Central Java, and Late Classical Era Style developed during Kāḍiri/Siŋhasāri and Majapahit with the center of its reign at East Java. Late Classical Era Style divided into two subs, Kāḍiri/Siŋhasāri and Majapahit. Kāḍiri as an early dynasty in East Java not yet known clearly what the special characteristic style of its temple is building architecture and its statue art, and only been told that the Kāḍiri Era Style is the connecting line between Early Classical Era Style and Late Classical Era. This essay intends to find out special characteristics of the Kāḍiri Era Style (transition art style). For this reason, the research was carried out on statues comes from Gurah Temple and Tondowongso Temple, both temples knew the date, with relative dating method or absolute dating method. From this iconographic research in detail will describe parts of the statues, from then will obtain several features that always appear, and that’s characteristics are considered as a strong characteristic from statues from Kāḍiri Era Style.
IDENTIFIKASI DEWA-DEWI AGAMA HINDU-BUDDHA SEBAGAI DEWA PELINDUNG PELAYARAN (IDENTIFICATION OF HINDU-BUDDHIST GODS AND GODDESSES AS PATRON DEITIES OF SEAFARING) Ashar Murdihastomo
Naditira Widya Vol 13 No 2 (2019): NADITIRA WIDYA
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1588.997 KB) | DOI: 10.24832/nw.v13i2.397

Abstract

Pelayaran merupakan salah satu aktivitas yang mendukung perdagangan antara India dengan Cina. Jalur laut ini dipilih pada masa lampau dan menjadi populer di kalangan para pedagang saat jalur perdagangan darat mengalami hambatan yang tidak kunjung reda. Perkembangan teknologi dan pengetahuan pelayaran makin membuat aktivitas pelayaran makin mudah dan ramai. Namun, aktivitas ini tentu juga tidak dapat terhindar dari beberapa hambatan seperti badai ataupun perompak laut. Beberapa hal telah dilakukan oleh para pedagang dalam menghindari hambatan tersebut. Salah satunya adalah melalui aktivitas pemujaan terhadap dewa-dewi panteon dalam panteon Hindu-Buddha. Penelitian ini dilakukan sebagai pengumpulan data panteon yang dipuja sebagai dewa pelindung pelayaran. Selain itu, penelitian ini juga untuk mengetahui agama yang dominan dalam pemujaan dewa-dewi tersebut. Dalam upaya mendukung kajian ini, digunakanlah data sekunder yang berasal dari kajian pustaka. Data sekunder tersebut kemudian dianalisis menggunakan metode analisis kontekstual agar dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewa-dewi yang dipuja sebagai pelindung pelayaran terdiri atas dewa-dewi lokal dan asing. Selain itu, dewa-dewi dalam agama Buddha memiliki peran dominan dalam pemujaan tersebut dibandingkan dengan dewa-dewi agama Hindu.  Seafaring is one of the activities that support trade between India and China. The sea routes were chosen in the past and became popular among traders when the land trade lanes encounters obstacles that never stop. The development of seafaring technology and knowledge increasingly made shipping activities more easy and crowded. However, this activity certainly could not be protected from obstructions such as storms and sea pirates. Some things have been done by traders in avoiding such obstacles. One of them was through the worship of gods and goddesses in the Hindu-Buddhist pantheon. This research was carried out as a data collection of pantheons worshiped as patron deities of seafarings. In addition, this study also aimed to find out the dominant religion in the worship of the gods. In an effort to support this study, secondary data from the literature review were used. The secondary data was then analyzed using the contextual analysis method so that it could be used to answer the questions raised. Research results indicates that the gods worshiped as patron deities of seafarings consisted of local and foreign gods. Furthermore, Buddhist pantheons had dominant role of worship compared to those of Hindus.
IDENTIFIKASI ARCA TOKOH BERKEPALA SINGA DI MUSEUM PENATARAN Ashar Murdihastomo
Berkala Arkeologi Vol 39 No 1 (2019)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1112.202 KB) | DOI: 10.30883/jba.v39i1.334

Abstract

The field study that was organized by the committee of Premodern Java Summer Programme in 2016 targeted several museums in East Java, especially in Mojokerto-Penataran area. That field study was intended to provide an understanding about the development of cultural arts during the end of Hindu-Buddhist period of Majapahit Kingdom. This paper is discussing about one of the objects that was being observed during that Summer Programme. The object of discussion is the lion-headed figure, stored in Museum Penataran. During the Summer Programme, some participants have predicted that the statue is Lord Vishnu in his Narasimha form. That prediction was mainly based on the statue's head which resemble a lion's head. Through several studies, such as the description of the statue, the literature study of iconography, and analysis about the special iconographic character, this paper concluded that this figure is a manifestation of Ganesha, named Simha-Ganapati. The worship of Simha-Ganapati has a purpose not only to bring strength and courage, but also to provide confidence in facing problems by destroying all forms of negative thoughts.
Penggambaran Ornamen Ular Pada Arca Ganesha Koleksi Museum Candi Prambanan, Yogyakarta Ashar Murdihastomo
Berkala Arkeologi Vol 40 No 1 (2020)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (735.21 KB) | DOI: 10.30883/jba.v40i1.477

Abstract

Ganesha is the best-known deity after Trimurti in the Hindu pantheon. He is worshipped as the lord of beginnings and as the lord of removing obstacles. He is sculpted in various depictions. One of them, collected by the Prambanan Temple Museum, Yogyakarta, shows a snake and a mouse as his vahana (mount/vehicle). This image has never been found anywhere else. Therefore, this study was aimed to find out the mythological story behind that depiction and to investigate the past people’s understanding of it. This descriptive study employed an iconographic analysis to analyze the collected data. The analysis results indicate that Ganesha is revered as the protector of crop yield (the harvest deity).
Analisis ikonografi ornamen bunga dan binatang pada prabhamandala arca Siwa koleksi Museum Nasional Indonesia Ashar Murdihastomo
Berkala Arkeologi Vol 41 No 2 (2021)
Publisher : Balai Arkeologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (514.671 KB) | DOI: 10.30883/jba.v41i2.621

Abstract

Shiva is one-third of the highest Gods in Hindu religion, who together with Brahma and Vishnu form Trimurti. The worship of Shiva is embodied in the form of lingga or a statue, decorated with distinctive ornaments and attributes commonly depicted to identify Shiva. A statue with inventory number 29a/3184 in the National Museum Indonesia depicts Siwa with flower and animal ornament which have never been found in other Shiva statues. This article aims to investigate the religious concept flourished during the making of this statue by conducting an iconographic analysis on the said ornaments. Through a descriptive-explanatory approach, the author suggests that the Indian lotus (padma) and goose (hamsa) ornaments are the representation of Shaiva Siddhanta rite practiced during XIII-XIV century CE in the eastern Java.
DUA TIPE ORNAMENTASI CANDI PERWARA DI KOMPLEKS CANDI SEWU Ashar Murdihastomo
KALPATARU Vol. 27 No. 2 (2018)
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sewu Temple, located in Prambanan, is one of the Buddhist temple complex that have lots of uniqueness. One of the uniqueness can be seen on Perwara Temple that have two ornamentations. But, many scholars never make the research about it. Therefore, in this article, I want to describe the background of the two ornamentations on perwara temple. The research is carried out by observation and literature study. From the research, I find out that the two ornamentations on perwara temple in Sewu Temple complex have relation with the religion conception. Candi Sewu, yang terletak di daerah Prambanan, merupakan salah satu kompleks percandian agama Buddha yang masih menyimpan banyak keunikan. Salah satu keunikannya adalah dua corak ornamentasi yang terdapat pada candi perwaranya. Keberadaan kedua ornamentasi ini belum pernah dibahas detail oleh peneliti mana pun. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis berusaha untuk mengkaji dua corak ornamentasi itu dengan tujuan memberikan gambaran terkait dua corak ornamen tersebut serta mencoba untuk mengetahui latar belakang perbedaan tersebut. Penelitian dilakukan melalui pengamatan langsung dan analisis dengan bantuan studi pustaka. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kedua corak ornamentasi pada candi perwara tersebut terkait dengan konsep keagamaan.
GANESHA TANPA MAHKOTA DALAM PUSARAN RELIGI MASYARAKAT JAWA KUNA (Sebuah Kajian Permulaan) Ashar Murdihastomo
KALPATARU Vol. 29 No. 1 (2020)
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Ganesha statue without a crown is one of the unique depictions of archeological remains in Indonesia. These statues can be found in several areas such as Temanggung, Pekalongan, the National Museum, and Yogyakarta. This uniqueness is a reason to be appointed in an initial assessment. This is because no one has ever discussed this topic. Therefore, the challenge to be raised on this occasion is about the Ganesha in the community regarding their portrayal in the form without a crown? The objective to be achieved from this discussion is a discussion of Javanese society related to the previous discussion. In answering these questions, qualitative research methods are used by taking secondary data from a literature review. The approach used in this review discusses the iconology proposed to explain the background of phenomena that occur through related stories or mythologies. Through an analysis of the results, offering three initial responses to the crownless Ganesha statue, related to the story of Ganesh who prevented Ravana from bringing Atmalinga to Lanka, the spread of Gupta art in Southeast Asia, and related to traditions outside the palace. Arca Ganesha tanpa mahkota merupakan salah satu bentuk penggambaran unik dari tinggalan arkeologi di Indonesia. Keberadaannya diketahui terdapat di beberapa wilayah seperti Temanggung, Pekalongan, dan Museum Nasional. Keunikan tersebut menjadi alasan untuk diangkat dalam sebuah kajian permulaan. Hal ini dikarenakan belum pernah ada kajian yang membahas topik tersebut. Oleh karena itu, permasalahan yang coba diangkat pada kesempatan ini adalah bagaimana posisi dewa Ganesha di lingkungan masyarakat pada penggambarannya dalam wujud tanpa mahkota? Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui pandangan masyarakat jawa Kuno terkait dengan keberadaan arca tersebut. Dalam upaya menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian kualitatif dengan mengambil data sekunder dari kajian pustaka. Pendekatan yang digunakan pada kajian ini adalah pendekatan ikonologi, yang berusaha untuk menjelaskan latar belakang keberadaan fenomena tersebut melalui kisah atau mitologi yang terkait. Melalui hasil analisis, diperoleh tiga asumsi awal terhadap keberadaan arca Ganesha tanpa mahkota, yaitu terkait dengan kisah Ganesha yang mencegah Rahwana membawa Atmalinga ke Lanka, terkait dengan persebaran gaya seni Gupta di Asia Tenggara, dan terkait dengan tradisi luar keraton.