Sri Hery Susilowati
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Published : 16 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Dinamika Diversifikasi Sumber Pendapatan Rumah Tangga Perdesaan di Berbagai Agroekosistem Sri Hery Susilowati
Jurnal Agro Ekonomi Vol 35, No 2 (2017): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v35n2.2017.105-126

Abstract

EnglishEmpirical evidence indicates that diversification does not always increase income level. It depends on the reasons or motivation for diversification. Economic and social problems arise if diversification is based on resource constraints. This study aims to analyze the level, direction, and determinants of income diversification of rural households. The study used micro panel data of rural households in some provinces in Indonesia. Diversification level was measured using an entropy index. The results show that agricultural sector remains the dominant income source for rural households in all agroecosystems. Diversification indices increase in all agro- ecosystems. Dry-land plantation agroecosystem has the smallest diversification index, while the highest is found in wetland followed by dry-land crop and vegetable agroecosystems. Income diversification level is influenced by household head’s age and educational level, number of working female and male household members, land occupation, household asset value. To increase income source diversification, it is necessary to improve farmers' resource capacity through education and skill enhancement, access to land utilization, capital and other productive assets as well as better quality and access to basic services and economic infrastructures.IndonesianFakta empiris menunjukkan bahwa diversifikasi tidak selalu meningkatkan pendapatan, tergantung pada latar belakang atau motif berdiversifikasi. Permasalahan ekonomi dan sosial timbul jika diversifikasi didasarkan pada keterbatasan sumber daya (push factor). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat dan arah perubahan diversifikasi, keterkaitan antara diversifikasi dan pendapatan, serta faktor-faktor yang memengaruhi diversifikasi sumber pendapatan rumah tangga. Penelitian menggunakan data panel mikro rumah tangga perdesaan di beberapa provinsi di Indonesia. Tingkat diversifikasi dianalisis menggunakan indeks entropi, sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi diversifikasi menggunakan model linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan sektor pertanian masih tetap sebagai sumber pendapatan utama rumah tangga di semua agroekosistem. Peningkatan diversifikasi terjadi di semua agroekosistem.  Agroekosistem kebun memiliki indeks diversifikasi terkecil; terbesar pada agroekosistem sawah, diikuti dengan lahan kering palawija dan sayuran. Pola diversifikasi mengarah ke spesialisasi pertanian maupun berdiversifikasi ke nonpertanian. Faktor internal rumah tangga petani yang memengaruhi tingkat diversifikasi, di antaranya umur kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga, jumlah anggota rumah tangga bekerja wanita, jumlah anggota rumah tangga bekerja pria, luas garapan, dan nilai aset rumah tangga. Untuk meningkatkan diversifikasi sumber pendapatan yang berorientasi pada peningkatan pendapatan rumah tangga, diperlukan peningkatan kapasitas sumber daya petani melalui peningkatan pendidikan dan keterampilan, perbaikan akses penguasaan lahan, fasilitasi permodalan dan aset produktif lainnya, serta  peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar dan infrastruktur ekonomi.
Dinamika dan Faktor Berpengaruh terhadap Pendapatan Rumah Tangga Perdesaan Sri Hery Susilowati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 2 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v16n2.2018.131-145

Abstract

The increase in rural household income is an integrand part of the ultimate objective of agricultural development. This paper aims to examine the dynamics of revenue and faktors that influence the various agro-ecosystem and different commodity base in rural areas. The data used is Patanas data’s the time period 2007-2015 taking into account the agro-ecosystem-based wetland rice based dry land crops / vegetables, plantation-based dry land. In general, the study results show that: (a) The level of income has increased and the role of agriculture sektor income remained a dominant role; (b) Faktors causing the dynamics and the role of the agricultural sektor revenues include the availability of and access to technology, the profitability of farming, plantation crops are relatifly old, pace of product development and the creation of added value. The implication is required to optimize and harmonize the development of modern agriculture, revitalization of informal non-agricultural sektor in rural areas, and economic integration of rural-urban in perspective agricultural/rural transformation economic AbstrakPeningkatan pendapatan rumah tangga perdesaan merupakan bagian integral dari sasaran akhir pembangunan pertanian. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dinamika pendapatan dan faktor yang mempengaruhinya pada berbagai agroekosistem dan basis komoditas yang berbeda di daerah perdesaan. Data yang digunakan adalah data survey Patanas rentang waktu 2007-2015 pada agroekosistem lahan sawah berbasis padi, lahan kering berbasis palawija/sayuran, dan lahan kering berbasis perkebunan. Metoda analisis secara deskriptif kualitatif dan tabulasi. Secara umum, hasil kajian menunjukkan bahwa: (a) Tingkat pendapatan mengalami peningkatan dan peran pendapatan sektor pertanian tetap memegang peran dominan; (b) Faktor penyebab dinamika dan peran pendapatan sektor pertanian diantaranya adalah ketersediaan dan akses teknologi, profitabilitas usahatani, tanaman perkebunan yang relatif tua, ketertinggalan pengembangan produk dan penciptaan nilai tambah. Implikasinya adalah dibutuhkan optimalisasi dan harmonisasi pengembangan pertanian modern, revitalisasi sektor informal nonpertanian di perdesaan, dan integrasi ekonomi desa-kota dalam perspektif transfiormasi ekonomi petanian/perdesaan.
Manajemen Rantai Pasok Komoditas Cabai pada Agroekosistem Lahan Kering di Jawa Timur nFN Saptana; Chaerul Muslim; Sri Hery Susilowati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 1 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v16n1.2018.19-41

Abstract

Chili is one of high-value horticulture commodities, prioritized for its production expansion, and has no substitute. Chili price is inflationary due to its high fluctuation.  This research aims to analyze performance of its supply chain management. Primary data was collected in Malang Regency, East Java, from chili agribusiness actors. Data collected were analyzed using both descriptive and marketing margin approaches. Great red chili, curly red chili, and cayenne farm businesses were profitable with benefits each ranged from Rp 24.44 million to Rp83.8 million/season/hectare. The R/C ratios varied from 1.62 to 2.89 indicating that chili farming is feasible. Most of value chain was gained by retailers, merchants, and wholesalers. Wholesalers at the central market played significant role in collecting chili from farmers and distributed it to consumers through retailers. Strategy to improve marketing efficiency is through enhancing integrated chili supply chain management. AbstrakKomoditas cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mendapatkan prioritas pengembangan. Komoditas cabai merupakan komoditas sayuran tidak bersubtitusi dan tergolong komoditas bernilai ekonomi tinggi. Permasalahan utama adalah sering terjadi gejolak harga yang memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap inflasi. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kinerja kelembagaan manajemen rantai pasok komoditas cabai dari hulu hingga hilir. Hasil kajian menunjukkan  kinerja usaha tani cabai merah besar, cabai merah keriting, dan cabai rawit cukup menguntungkan dengan keuntungan berkisar antara Rp24,44–83,8 juta/musim/ha, dan dengan nilai R/C ratio bevariasi antara 1,62–2,89 yang merefleksikan usaha tani cabai sangat layak untuk terus diusahakan. Secara nominal berturut-turut nilai tambah terbesar adalah pada pedagang pengecer, pedagang pengumpul, pedagang besar. Meskipun nilai tambah pada pedagang besar dan pedagang pengumpul desa lebih kecil dari nilai pedagang pengecer, namun karena omzet penjualan cabai yang jauh lebih besar maka secara keseluruhan keuntungan yang didapat pedagang besar adalah yang paling besar, kemudian menyusul pedagang pengumpul desa, dan terakhir pedagang pengecer. Strategi untuk meningkatkan efisiensi tata niaga dapat dilakukan dengan pengembangan manajemen rantai pasok komoditas cabai merah secara terpadu.
Urgensi dan Opsi Perubahan Kebijakan Subsidi Pupuk Sri Hery Susilowati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 2 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v14n2.2016.163-185

Abstract

Fertilizer is essential for crop production improvement. Fertilizer cost share in farm business is about 10 percent only, but fertilizer distribution is under government’s control especially for small-holders. Fertilizer subsidy policy deals with various problems and it requires some changes. This study aims to analyze fertilizer subsidy, namely formulating policy options and alternatives for fertilizer direct-subsidy (SLP). This study employs secondary data and related information from the case studies of pilot projects in Lombok Island (NTB Province) and Karawang Regency (West Java Province). This study uses quantitative analysis and qualitative descriptive approaches. Three options of policy changes in fertilizer subsidy are (i) shifting SLP to output price subsidy, (ii) SLP, and (iii) gradual subsidy abolition. SLP policy should be implemented effectively with following alternatives: (i) SLP pilot projects to be implemented in Java and rice-producing centers outside Java and non-rice producing centers outside Java, (ii) targeted farmers to receive subsidy are poor and almost poor with certain land holding size, (iii) indicators of poor and almost poor farmers and criteria of the restricted provinces to be established accurately, and (iv) restriction to be implemented in Java and rice-producing centers outside Java, but no restriction in non-rice producing centers outside Java.    AbstrakPupuk memiliki peran penting dalam meningkatkan produksi tanaman. Kontribusi pupuk terhadap biaya usaha tani sekitar 10%, namun pupuk ditetapkan sebagai komoditas strategis dan diawasi peredarannya. Instrumen pemerintah dalam kebijakan pupuk adalah pemberian subsidi harga pupuk. Kebijakan subsidi pupuk menghadapi berbagai kendala, sehingga timbul wacana untuk melakukan perubahan. Kajian ini bertujuan untuk melakukan analisis kebijakan subsidi pupuk, yaitu menyusun perubahan kebijakan serta alternatif pelaksanaan kebijakan subsidi langsung pupuk (SLP). Data sekunder dan informasi dari studi kasus digunakan dalam kajian ini. Cakupan data meliputi tingkat nasional dan studi kasus uji coba di Pulau Lombok (Nusa Tenggara Barat) dan Kabupaten Karawang (Jawa Barat). Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Tiga opsi perubahan kebijakan subsidi pupuk meliputi (i) pengalihan subsidi pupuk ke subsidi harga output, (ii) subsidi langsung pupuk (SLP), dan (iii) penghapusan subsidi bertahap. Empat alternatif mekanisme uji coba Kebijakan SLP agar efektif adalah (i) uji coba SLP dilakukan di dua lokasi yang mewakili kondisi di Jawa dan sentra  produksi padi dan kondisi luar Jawa yang bukan sentra padi; (ii) sasaran penerima subsidi adalah petani miskin dan hampir miskin dengan luas lahan tertentu, (iii) indikator kemiskinan maupun batasan miskin dan hampir miskin serta kriteria provinsi yang terkena pembatasan ditetapkan secara jelas, dan (iv) pembatasan sasaran penerima subsidi hanya dilakukan di Jawa dan sentra produksi padi di luar Jawa, sedangkan di luar Jawa bukan sentra produsen padi tidak dilakukan pembatasan.
Perdagangan Antarpulau Beras di Provinsi Sulawesi Selatan Sri Hery Susilowati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 1 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v15n1.2017.19-41

Abstract

As the main staple food, rice is a strategic commodity. Rice production is seasonal and varies among regions. On the other hand, demand for rice is relatively continuous over time throughout the country. Given the characteristics of Indonesia as an archipelagic country dominated by marine areas, inter-island rice trade is a way of bridging the distribution of rice production supply from surplus areas to those deficit one. The study aims to analyze the inter-island rice trade in South Sulawesi including dynamics of inter-island rice trade in the last two decades, distribution of rice trade, and profit margin of each trade actor. Secondary data were collected from various related agencies in Jakarta and South Sulawesi. Primary data were obtained through a survey with farmers and traders as respondents and through group discussions with key informants in 3 regencies/municipality in South Sulawesi Province. Analysis results show that dynamics of inter-island rice traded from South Sulawesi relatively unstable with an increasing trend. Peak shipments occurred in October and the largest share of rice shipments came from Pare-Pare Municipality (60.5%). Jakarta is the main destination for rice delivery with the largest number of shipments (33%), followed by Belawan and Ambon. Considering the characteristics of rice production, consumption and market integration, and importance of rice as an economic and political commodity, inter-rice trade policy can be used as an instrument for stabilizing rice prices. It is necessary to manage spatial and continuous network of marketing activities at national level, i.e. procurement, distribution and storage, according to the rice market size in each region. AbstrakSebagai bahan pangan pokok utama, beras merupakan komoditas strategis. Produksi beras dipengaruhi oleh musim dan terdapat kesenjangan antarwilayah, sebaliknya permintaan beras menyebar sepanjang waktu di seluruh wilayah Indonesia. Dengan karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan yang didominasi oleh wilayah perairan, perdagangan antarpulau beras merupakan cara yang ditempuh dalam menjembatani distribusi pasokan produksi beras dari wilayah surplus dengan permintaan dari wilayah defisit. Tujuan kajian adalah untuk menganalisis keragaan perdagangan antarpulau beras di Provinsi Sulawesi Selatan, meliputi dinamika perdagangan antarpulau beras dalam dua dekade terakhir, distribusi perdagangan beras serta marjin yang diperoleh masing-masing pelaku perdagangan beras di Sulawesi Selatan.  Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi terkait di Jakarta dan Sulawesi Selatan.  Data primer diperoleh melalui pendekatan survei kepada petani dan pedagang dan melalui diskusi kelompok dengan informan kunci di tiga kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil analisis menunjukkan dinamika volume beras yang diantarpulaukan dari Provinsi Sulawesi Selatan relatif berfluktiatif namun menunjukkan kecenderungan meningkat. Puncak pengiriman beras  antarpulau terjadi pada bulan Oktober dan pangsa pengiriman beras terbesar berasal dari Kabupaten Pare-Pare (60,5%). Jakarta merupakan kota tujuan pengiriman beras utama dengan jumlah pengiriman terbesar, diikuti Belawan dan Ambon. Dengan pertimbangan karakteristik produksi, konsumsi beras, dan pasar beras yang terintegrasi, serta pentingnya beras sebagai komoditas ekonomi dan politik, maka kebijakan perdagangan antarpulau beras dapat digunakan sebagai salah satu instrumen untuk stabilisasi harga beras. Untuk itu diperlukan kebijakan Pemerintah yang mengelola jaringan kegiatan pemasaran antartempat dan antarwaktu (pengadaan, penyaluran dan penyimpanan) secara nasional yang disesuaikan dengan besar kecilnya pasar beras di masing-masing wilayah/daerah. 
Dampak Penggunaan Alat Mesin Panen terhadap Kelembagaan Usaha Tani Padi Tri Bastuti Purwantini; Sri Hery Susilowati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 1 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v16n1.2018.73-88

Abstract

Mechanization is a solution for agricultural workforce scarcity, especially in rice farming. This paper aims to study performances and impacts of harvesting and threshing machines on labor institution of rice farming. This research employed survey data of National Farmer’s Panel study conducted by ICASEPS in 2010 and 2015 in wetland agro-ecosystems in Sidrap, Karawang, and Subang Regencies. Data were analyzed descriptively. Mechanization technologies were more efficient in terms of number and time of labor use compared to that of traditional. Negative impact of the machines was share croppers elimination because the land owner tended to cultivate their own farm land. Some labor lose their job opportunity, some got less income from local income share system. Farmers were unprepared to manage agricultural machinery. It is necessary to provide alternative employment for the affected workers. Agricultural mechanization needs to deal with existing traditional labor institutions to having mutual benefit. AbstrakMekanisasi merupakan solusi dari semakin langkanya keberadaan tenaga kerja pertanian, terutama dalam usaha tani padi. Konsekuensi dari adopsi teknologi berdampak pada kinerja ketenagakerjaan dan kelembagaan pertanian setempat. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi arah perubahan penggunaan alat mesin panen dan perontokan padi serta dampaknya terhadap kelembagaan usaha pertanian padi sawah.   Data yang digunakan adalah data base Panel Petani Nasional yang dilakukan oleh PSEKP tahun 2010, 2015 dan 2016. Kajian ini mengambil kasus pada lokasi penelitian agroekosistem lahan sawah di Desa Simpar (Subang).  Sindangsari (Karawang) dan Desa Carawali (Kabupaten Sidrap), Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil kajian menyimpulkan bahwa adopsi teknologi mekanisasi dalam kegiatan panen lebih efisien baik dari sisi tenaga kerja, biaya maupun waktu. Selain itu juga mengurangi kehilangan hasil. Dampak negatifnya menggeser pola kelembagaan penggarapan lahan dari pola sakap menyakap ke arah menggarap lahannya sendiri. Sebagian buruh tani kehilangan kesempatan kerja, berkurangnya bagian (upah) buruh tani dalam sistem bawon yang berlaku setempat. Beberapa masalah lain yang timbul adalah kurangnya kesiapan petani dalam pengelolaan alsintan. Untuk mengatasi dampak negatif berkurangnya kesempatan kerja bagi pembawon serta penyakap, maka diperlukan fasilitasi untuk tumbuhnya alternatif kesempatan kerja bagi buruh yang terdampak oleh penggunaan alsintan tersebut. Selain itu, perubahan usahatani ke arah mekanisasi pertanian tersebut juga harus mempertimbangkan tatanan kelembagaan dan ketenagakerjaan setempat agar dapat tetap berjalan dengan saling menguntungkan.
Dinamika dan Struktur Pendapatan Rumah Tangga Perdesaan di Berbagai Agroekosistem di Indonesia Sri Hery Susilowati; Erma Suryani; Iwan Setiajie Anugrah; Fajri Shoutun Nida; Achmad Suryana
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 18, No 2 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v18n2.2020.121-134

Abstract

Agricultural development has an impact on the structural changes of the rural economy, as reflected in the changes of household income. The changes reflects the agricultural transformation which the direction and magnitude vary among ecosystems. Objective of this research was to analyze the dynamics of household income structure based on land tenure and agroecosystem. The study used panel data of Patanas (2007-2018) in eight provinces with three points of observation. Data was analized using the statistics and qualitative descriptive methods. Results of this study showed that household income, share of agriculture to total household income, and income structure changes were influenced by agroecosystem and land tenure. The largest income inequality was found in the vegetable dryland agroecosystems. Based on this study, it is recommended that to increase rural households’ income in each agroecosystem, among others, are through infrastructure development to facilitate the flow of agricultural products to the markets, employment creation through development of small and medium scales of agricultural based industry in the rural region, and increasing rural workforce skills to improve their access on employment opportunities in the agricultural and non-agricultural sector.
Luas Lahan Usaha Tani dan Kesejateraan Petani: Eksistensi Petani Gurem dan Urgensi Kebijakan Reforma Agraria Sri Hery Susilowati; Mohammad Maulana
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 10, No 1 (2012): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v10n1.2012.17-30

Abstract

Salah satu pendekatan untuk meningkatkan kesejahteraan petani sehingga keluar dari perangkap kemiskinan adalah peningkatan akses penguasaan lahan oleh petani. Terkait dengan itu, implementasi program reforma agraria merupakan hal yang sangat penting. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan ukuran lahan usahatani minimal dan titik impas usahatani per rumah tangga tani dan saran kebijakan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga petani. Jumlah petani yang menguasai lahan <0,5 ha meningkat dari 45,3 persen pada tahun 1993 menjadi 56,4 persen pada tahun 2003, sementara rata-rata luas penguasaan lahan sawah, terutama di Jawa, menurun dari 0,49 ha pada tahun 1995 menjadi 0,36 ha tahun 2007. Luas lahan usahatani yang diperlukan untuk mencapai BEP usahatani padi, jagung dan kedele berturut-turut sebesar 0,51, 0,41 dan 0,46 hektar. Luasan lahan yang dibutuhkan per rumah tangga tani padi, jagung dan kedele untuk memperoleh pendapatan setara atau diatas Garis Batas Kemiskinan BPS minimal seluas 0,65, 1,12 dan 0,74 ha. Kemudian dengan asumsi luas penguasaan lahan seperti saat penelitian Patanas 2010, maka tingkat harga aktual padi, jagung dan kedele yang harus dicapai agar pendapatan petani berada di atas Garis Batas Kemiskinan harus ditingkatkan 36-207 persen. Berdasarkan kondisi penguasaan lahan saat ini kebijakan reforma agraria untuk meningkatkan lahan petani perlu diimplementasikan secara nyata untuk mensejahterakan rumah tangga petani kecil.
Kebijakan Insentif Untuk Petani Muda: Pembelajaran dari Berbagai Negara dan Implikasinya bagi Kebijakan di Indonesia Sri Hery Susilowati
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 2 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v34n2.2016.103-123

Abstract

EnglishIndonesia and many countries deal with decreased number of young farmers. Some measures are taken to attract youth to work as farmers through some incentive. This paper aims to review various incentive policies for young farmers in many countries and their effectiveness and their implications for Indonesia. This paper applies both descriptive analysis and cross tabulation methods. Success of financial aid programs to young farmers in developed countries is still pros and cons. In addition to the financial aid incentive policies, various supports are also provided in the developing countries for the same purpose. The implications for Indonesia to attract young generation to work in agricultural sector should be in accordance with characteristics of small farmers in this country. Learning from the experience of the government's financial aid policy to young farmers in developed countries and credit program policy for Indonesian farmers, interest rate subsidy is not the only policy instrument to attract young farmers to work in agriculture. Policies to facilitate young farmers' access to capital and land tenure are more essential besides improving business diversification in rural areas. The government should well manage industrial development in rural areas through agricultural programs integrated with other supporting services.IndonesianDewasa ini Indonesia dan negara-negara di dunia menghadapi permasalahan menurunnya jumlah tenaga kerja muda pertanian. Fenomena aging farmers dan semakin berkurangnya tenaga kerja muda pertanian terjadi dalam tataran global. Upaya untuk menarik dan mempertahankan generasi muda petani menjadi usaha yang terus-menerus dilakukan di berbagai negara. Berbagai kebijakan insentif untuk petani muda telah dikembangkan di negara-negara maju untuk membantu mereka berkarir di sektor pertanian, khususnya pertanian on farm. Tujuan makalah adalah untuk melakukan review terhadap berbagai kebijakan insentif untuk petani muda di berbagai negara dan efektivitas kebijakan tersebut, serta implikasinya bagi Indonesia. Metode analisis dilakukan secara deskriptif dan tabulasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa keberhasilan program-program bantuan finansial kepada petani muda di negara-negara maju masih bersifat  pro dan kontra. Selain kebijakan insentif yang bersifat bantuan finansial, juga diberikan bantuan dalam bentuk dukungan lain. Implikasi bagi Indonesia, untuk menarik tenaga kerja ke sektor pertanian perlu disesuaikan dengan karakteristik petani kecil. Belajar dari pengalaman kebijakan insentif negara-negara maju dan kebijakan di Indonesia, insentif subsidi bunga pinjaman bukan satu-satunya instrumen untuk menarik tenaga kerja muda ke pertanian. Kebijakan untuk mempermudah akses modal dan penguasaan lahan lebih diperlukan selain diversifikasi usaha di perdesaan. Untuk itu, pengembangan industri di perdesaan harus berjalan dengan baik dan didukung oleh program pertanian yang terintegrasi dengan layanan pendukung.
Fenomena Penuaan Petani dan Berkurangnya Tenaga Kerja Muda serta Implikasinya bagi Kebijakan Pembangunan Pertanian Sri Hery Susilowati
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 1 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v34n1.2016.35-55

Abstract

EnglishQualified human resources with a good commitment to develop agricultural sector is one of the determining factors toward sustainable agricultural development. However, agricultural development deals with significant issue especially reduction in the number of young farmers. This paper aims to review structural changes from perspective of aging farmer and declined number of young farmers in Indonesia and other countries. Specifically, this paper identifies various factors causing the changes and describes the policies needed to support young workers to enter agricultural sector. The method used in this paper is both descriptive analysis and cross tabulation. The results show that aging farmers and young farmers decline in Indonesia keep increasing. The phenomena are also found in other countries in Asia, Europe, America and Australia. Various factors causing lack interest of young workers in agricultural sector, namely less prestigious, high risk, less assurance, unstable earning. Other factors are small size land holding, limited non-agricultural diversification and agricultural processing activities in rural areas, slow farm management succession, and lack of incentive for young farmers. To attract youth to enter agricultural sector, it is necessary to transform youth’s perception that agricultural sector currently is interesting and promising. The government needs to development agricultural industry in rural areas, introduces technology innovation, offers special incentives for young farmers, modernizes agriculture, and conducts training and empowerment of young farmers.IndonesianSumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki komitmen membangun sektor pertanian merupakan salah satu faktor keberhasilan pembangunan pertanian berkelanjutan. Namun, pembangunan pertanian menghadapi permasalahan cukup serius, yaitu jumlah petani muda terus mengalami penurunan, baik secara absolut maupun relatif, sementara petani usia tua semakin meningkat. Tujuan makalah ini adalah melakukan review tentang perubahan struktural tenaga kerja pertanian dilihat dari fenomena aging farmer dan menurunnya jumlah tenaga kerja usia muda sektor pertanian di Indonesia dan di berbagai negara lainnya, mengidentifikasi berbagai faktor penyebab perubahan tersebut, serta kebijakan yang diperlukan untuk mendukung tenaga kerja muda masuk ke  sektor pertanian. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dan tabulasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum fenomena penuaan petani dan berkurangnya petani muda di Indonesia semakin meningkat. Kondisi seperti ini bukan hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara-negara lain di Asia, Eropa, dan Amerika.  Berbagai faktor penyebab menurunnya minat tenaga kerja muda di sektor pertanian, di antaranya citra sektor pertanian yang kurang bergengsi, berisiko tinggi, kurang memberikan jaminan tingkat, stabilitas, dan kontinyuitas pendapatan; rata-rata penguasaan lahan sempit; diversifikasi usaha nonpertanian dan industri pertanian di desa kurang/tidak berkembang; suksesi pengelolaan usaha tani rendah; belum ada kebijakan insentif khusus untuk petani muda/pemula; dan berubahnya cara pandang pemuda di era postmodern seperti sekarang. Strategi yang perlu dilakukan untuk menarik minat pemuda bekerja di pertanian antara lain mengubah persepsi generasi muda bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang menarik dan menjanjikan apabila dikelola dengan tekun dan sungguh-sungguh, pengembangan agroindustri, inovasi teknologi,  pemberian insentif khusus kepada petani muda, pengembangan pertanian modern, pelatihan dan pemberdayaan petani muda, serta memperkenalkan pertanian kepada generasi muda sejak dini.