Adi Setiyanto
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ICOR Sektor Pertanian sebagai Basis Arah Investasi dalam Pembangunan Pertanian berbasis Kabupaten/Kota di Indonesia Adi Setiyanto
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v13n1.2015.75-108

Abstract

EnglishIncremental Capital Output Ratio (ICOR) is useful to estimate required investment according to targeted economic growth rate. This study aims to estimate ICOR of agriculture sector by regency/municipality in Indonesia. Secondary data used in this study come from institutions at the central, pr ovincial, and regency/municipality levels from 2008 to 2012. The ICORs range from 2.65 to 4. 97 with average food crop, horticulture, estate crop, and livestock subsectors are each of 3.22, 3.40, 3.20 and 3.23. Total regencies/municipalities classified as h igh and medium are 73.24 percent in food crop subsector, 81.09 percent in horticulture subsector, 80.89 percent in estate crop subsector, 81.49 percent in livestock subsector, and 70.63 percent for agricultural subsector. Implications of this study are: (i ) central and regional governments need to collaborate in order to determine focused investment and to improve regional investment; (ii) it is necessary to estimate investment by subsector in all regencies/municipalities based on each targeted economic gro wth rate; and (iii) related first echelons in the Ministry of Agriculture along with regency/municipality governments could collaborate to determine focused subsector to achieve targeted growth rates. IndonesiaIncremental Capital Output Ratio (ICOR) dapat digunakan untuk menghitung besaran target kebutuhan investasi yang diperlukan berdasarkan target pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai. Kajian ini bertujuan untuk memperkirakan nilai ICOR sektor pertanian menurut kabupaten/kota seluruh Indonesia dan menghitung jumlah kabupaten/kota berdasarkan klasifikasi efisiensi tinggi, sedang, dan rendah dari nilai ICOR yang dimiliki. Kajian menggunakan data sekunder tahun 2008–2012 yang bersumber dari lembaga-lembaga terkait baik di pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Hasil analisis menunjukkan kisaran nilai ICOR pada masing-masing kabupaten/kota adalah antara 2,65 hingga 4,97 dengan rata-rata nilai ICOR subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan serta sektor pertanian secara berurutan adalah 3,22, 3,40, 3,20, dan 3,23. Jumlah kabupaten/kota yang berada pada kategori efisiensi relatif tinggi dan sedang mencapai 73,24 persen pada subsektor tanaman pangan, 81,09 persen pada subsektor hortikultura, 80,89 persen pada perkebunan, 81,49 persen pada subsektor peternakan, dan 70,63 persen untuk sektor pertanian. Hasil analisis ini berimplikasi di antaranya pada: (1) pemerintah pusat bersama pemerintah daerah berkoordinasi kebijakan untuk memberikan fokus investasi pada subsektor atau sektor pertanian dalam rangka meningkatkan investasi di daerah baik yang bersumber dari investasi pemerintah, swasta maupun masyarakat; (2) perlu dilakukan perhitungan kebutuhan investasi menurut subsektor dan masing-masing pelaku investasi pada seluruh kabupaten/kota setelah sasaran pertumbuhan ekonomi ditetapkan; dan (3) unit-unit eselon I terkait di Kementerian Pertanian dapat melakukan koordinasi penentuan fokus utama subsektor dan kabupaten/kota untuk menyandingkan perencanaan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sehingga pencapaian target pertumbuhan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan investasi dapat dilakukan bersama-sama. 
THE PERFORMANCE OF THE UPSUS PROGRAM IMPLEMENTATION ON RICE PRODUCTION AND FARMERS’ INCOME Adi Setiyanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 39, No 1 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v39n1.2021.27-47

Abstract

Padi merupakan komoditas pangan utama penduduk dan memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2015 dilaksanakan Program Upsus oleh Kementerian Pertanian di 16 provinsi dan diperluas di 33 dari 34 provinsi di Indonesia pada 2016. Program Upsus telah dilaksanakan selama 5 tahun, namun demikian penelitian-penelitian mengenai kinerja pelaksanaan Program Upsus dari aspek peningkatan produksi dan pendapatan petani padi penerima program tidak banyak dilakukan.  Naskah ini bertujuan untuk menganalisis kinerja Program Upsus terhadap pencapaian target peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani padi menggunakan metode analisis deskriptif dan difokuskan pada Provinsi Jawa Barat untuk mendapatkan gambaran implementasi secara nyata di lapangan. Program Upsus telah berhasil mempertahankan luas tanam padi dan mendorong peningkatan luas areal panen padi, tetapi tidak berhasil dalam mendorong pertumbuhan produktivitas dan peningkatan pendapatan petani padi. Dalam implementasi Program Upsus yang akan datang perlu diupayakan (1) mengembangkan perencanaan yang sistematis dan rinci berdasarkan evaluasi yang spesifik, komprehensif, dan terinci guna meningkatkan efektivitas pelaksanaan Program Upsus, (2) penguatan sistem penyuluhan pertanian dan peningkatan bantuan teknis untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas padi dan beras yang dihasilkan, (3) melakukan perbaikan dan penguatan penyelenggaraan organisasi pelaksanaan Program Upsus mulai dari pusat hingga lokasi kegiatan, (4) menempatkan implementasi strategi pada fokus yang lebih besar untuk peningkatan produktivitas, baik melalui peningkatan penerapan paket teknologi budi daya pada usaha tani padi, maupun penurunan tingkat kehilangan hasil pada saat panen dan penanganan pascapanen, serta saat distribusi dan pemasaran, dan (5) mendorong peningkatan pendapatan petani dari usaha tani padi dan aktivitas penanganan panen dan pascapanen mereka.
ICOR Sektor Pertanian sebagai Basis Arah Investasi dalam Pembangunan Pertanian berbasis Kabupaten/Kota di Indonesia Adi Setiyanto
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1012.745 KB) | DOI: 10.21082/akp.v13n1.2015.75-108

Abstract

EnglishIncremental Capital Output Ratio (ICOR) is useful to estimate required investment according to targeted economic growth rate. This study aims to estimate ICOR of agriculture sector by regency/municipality in Indonesia. Secondary data used in this study come from institutions at the central, pr ovincial, and regency/municipality levels from 2008 to 2012. The ICORs range from 2.65 to 4. 97 with average food crop, horticulture, estate crop, and livestock subsectors are each of 3.22, 3.40, 3.20 and 3.23. Total regencies/municipalities classified as h igh and medium are 73.24 percent in food crop subsector, 81.09 percent in horticulture subsector, 80.89 percent in estate crop subsector, 81.49 percent in livestock subsector, and 70.63 percent for agricultural subsector. Implications of this study are: (i ) central and regional governments need to collaborate in order to determine focused investment and to improve regional investment; (ii) it is necessary to estimate investment by subsector in all regencies/municipalities based on each targeted economic gro wth rate; and (iii) related first echelons in the Ministry of Agriculture along with regency/municipality governments could collaborate to determine focused subsector to achieve targeted growth rates. IndonesiaIncremental Capital Output Ratio (ICOR) dapat digunakan untuk menghitung besaran target kebutuhan investasi yang diperlukan berdasarkan target pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai. Kajian ini bertujuan untuk memperkirakan nilai ICOR sektor pertanian menurut kabupaten/kota seluruh Indonesia dan menghitung jumlah kabupaten/kota berdasarkan klasifikasi efisiensi tinggi, sedang, dan rendah dari nilai ICOR yang dimiliki. Kajian menggunakan data sekunder tahun 2008–2012 yang bersumber dari lembaga-lembaga terkait baik di pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Hasil analisis menunjukkan kisaran nilai ICOR pada masing-masing kabupaten/kota adalah antara 2,65 hingga 4,97 dengan rata-rata nilai ICOR subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan serta sektor pertanian secara berurutan adalah 3,22, 3,40, 3,20, dan 3,23. Jumlah kabupaten/kota yang berada pada kategori efisiensi relatif tinggi dan sedang mencapai 73,24 persen pada subsektor tanaman pangan, 81,09 persen pada subsektor hortikultura, 80,89 persen pada perkebunan, 81,49 persen pada subsektor peternakan, dan 70,63 persen untuk sektor pertanian. Hasil analisis ini berimplikasi di antaranya pada: (1) pemerintah pusat bersama pemerintah daerah berkoordinasi kebijakan untuk memberikan fokus investasi pada subsektor atau sektor pertanian dalam rangka meningkatkan investasi di daerah baik yang bersumber dari investasi pemerintah, swasta maupun masyarakat; (2) perlu dilakukan perhitungan kebutuhan investasi menurut subsektor dan masing-masing pelaku investasi pada seluruh kabupaten/kota setelah sasaran pertumbuhan ekonomi ditetapkan; dan (3) unit-unit eselon I terkait di Kementerian Pertanian dapat melakukan koordinasi penentuan fokus utama subsektor dan kabupaten/kota untuk menyandingkan perencanaan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sehingga pencapaian target pertumbuhan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan investasi dapat dilakukan bersama-sama.