T. Adisarwanto
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan umbi-Umbian

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Efisiensi Penggunaan Pupuk Kalium Pada Kedelai di Lahan Sawah T. Adisarwanto
Buletin Palawija No 7-8 (2004): Buletin Palawija No 7-8, 2004
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n7-8.2004.p30-38

Abstract

Di lahan sawah, program intensifikasi tanaman padi telah berlangsung selama lebih dari 25 tahun dan akhir-akhir ini telah dilaporkan tentang kemunduran tingkat kesuburan tanah sawah yang cukup parah (kadar C-organik tanah, kadar NPKS yang rendah). Oleh karena kedelai di lahan sawah ditanam mengikuti pola tanam setelah padi, maka secara langsung maupun tidak langsung kondisi lahan sawah tersebut berpengaruh terhadap penampilan tanaman kedelai. Gejala kahat kalium sudah diindentifikasi sejak awal tahun 1980 pada lahan sawah Vertisol. Akhir-akhir ini gejala tersebut terlihat juga pada jenis tanah Entisol dan Alfisol. Penggunaan pupuk kalium untuk kalangan petani tidak sepopuler dibanding unsur hara Nitrogen sehingga aplikasi pupuk Kalium oleh petani masih minim. Disisi lain anjuran teknologi produksi kedelai khususnya aplikasi pupuk masih bersifat umum. Ada dua aspek yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pupuk kalium tersebut yaitu : pada aspek tanaman itu sendiri dan aspek tanah. Pada aspek tanaman diupayakan dengan pendekatan membuat varietas kedelai unggul baru yang efisien dalam menggunakan unsur hara. Untuk aspek tanah, salah satu melalui metode aplikasi dengan cara pupuk Kalium disebar pada permukaan lahan sebelum tanam. Takaran pupuk kalium anjuran berkisar antara 50–150 kg KCl/ha, tergantung tingkat kekahatan kalium. Pada kondisi tertentu aplikasi pupuk Kalium perlu dikombinasi dengan waktu irigasi dan penggunaan pupuk sulfur dan pupuk kandang (20 t/ha) dan pembakaran jerami karena dapat menambah ketersediaan hara kalium.
HUBUNGAN STATUS HARA NPKS DALAM TANAH DAN TANAMAN TERHADAP HASIL BIJI KEDELAI DI LAHAN SAWAH ENTISOL T. Adisarwanto
Buletin Palawija No 10 (2005): Buletin Palawija No 10, 2005
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n10.2005.p66-77

Abstract

Di Indonesia, sebagian besar (65%) kedelai di tanam di lahan sawah dengan jenis tanah Entisol, Vertisol dan Inceptisol dengan produktivitas beragam antara 0,50–2,00 t/ha. Keragaman tingkat kesuburan tanah menjadi salah satu faktor penentu keragaman produktivitas tersebut. Hasil penelitian yang telah dilakukan di lahan sawah Entisol di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Barat memperlihatkan bahwa tidak terjadi banyak perubahan status hara NPKS tanah pada masing-masing lokasi selama lima tahun dengan kategori berturut-turut kahat, cukup, rendah dan sangat rendah. Hubungan antara kadar hara NPKS di dalam tanah maupun tanaman dengan hasil biji kedelai, tidak secara konsisten menunjukkan korelasi yang linier. Hal ini memberi indikasi yang cukup kuat bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi hubungan tersebut, antara lain cara-cara budidaya, dan kadar unsur hara lain yang tidak dievaluasi (kadar C-organik). Status kadar hara NPKS di dalam tanah maupun tanaman menunjukkan tingkat keragaman yang kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu anjuran pemupukan dapat diterapkan dibeberapa daerah sentra produksi kedelai selama daerah tersebut termasuk jenis tanah Entisol.
Efisiensi Penggunaan Pupuk Kalium Pada Kedelai di Lahan Sawah T. Adisarwanto
Buletin Palawija No 7-8 (2004): Buletin Palawija No 7-8, 2004
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (42.345 KB) | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n7-8.2004.p30-38

Abstract

Di lahan sawah, program intensifikasi tanaman padi telah berlangsung selama lebih dari 25 tahun dan akhir-akhir ini telah dilaporkan tentang kemunduran tingkat kesuburan tanah sawah yang cukup parah (kadar C-organik tanah, kadar NPKS yang rendah). Oleh karena kedelai di lahan sawah ditanam mengikuti pola tanam setelah padi, maka secara langsung maupun tidak langsung kondisi lahan sawah tersebut berpengaruh terhadap penampilan tanaman kedelai. Gejala kahat kalium sudah diindentifikasi sejak awal tahun 1980 pada lahan sawah Vertisol. Akhir-akhir ini gejala tersebut terlihat juga pada jenis tanah Entisol dan Alfisol. Penggunaan pupuk kalium untuk kalangan petani tidak sepopuler dibanding unsur hara Nitrogen sehingga aplikasi pupuk Kalium oleh petani masih minim. Disisi lain anjuran teknologi produksi kedelai khususnya aplikasi pupuk masih bersifat umum. Ada dua aspek yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pupuk kalium tersebut yaitu : pada aspek tanaman itu sendiri dan aspek tanah. Pada aspek tanaman diupayakan dengan pendekatan membuat varietas kedelai unggul baru yang efisien dalam menggunakan unsur hara. Untuk aspek tanah, salah satu melalui metode aplikasi dengan cara pupuk Kalium disebar pada permukaan lahan sebelum tanam. Takaran pupuk kalium anjuran berkisar antara 50–150 kg KCl/ha, tergantung tingkat kekahatan kalium. Pada kondisi tertentu aplikasi pupuk Kalium perlu dikombinasi dengan waktu irigasi dan penggunaan pupuk sulfur dan pupuk kandang (20 t/ha) dan pembakaran jerami karena dapat menambah ketersediaan hara kalium.
HUBUNGAN STATUS HARA NPKS DALAM TANAH DAN TANAMAN TERHADAP HASIL BIJI KEDELAI DI LAHAN SAWAH ENTISOL T. Adisarwanto
Buletin Palawija No 10 (2005): Buletin Palawija No 10, 2005
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (89.607 KB) | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n10.2005.p66-77

Abstract

Di Indonesia, sebagian besar (65%) kedelai di tanam di lahan sawah dengan jenis tanah Entisol, Vertisol dan Inceptisol dengan produktivitas beragam antara 0,50–2,00 t/ha. Keragaman tingkat kesuburan tanah menjadi salah satu faktor penentu keragaman produktivitas tersebut. Hasil penelitian yang telah dilakukan di lahan sawah Entisol di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Barat memperlihatkan bahwa tidak terjadi banyak perubahan status hara NPKS tanah pada masing-masing lokasi selama lima tahun dengan kategori berturut-turut kahat, cukup, rendah dan sangat rendah. Hubungan antara kadar hara NPKS di dalam tanah maupun tanaman dengan hasil biji kedelai, tidak secara konsisten menunjukkan korelasi yang linier. Hal ini memberi indikasi yang cukup kuat bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi hubungan tersebut, antara lain cara-cara budidaya, dan kadar unsur hara lain yang tidak dievaluasi (kadar C-organik). Status kadar hara NPKS di dalam tanah maupun tanaman menunjukkan tingkat keragaman yang kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu anjuran pemupukan dapat diterapkan dibeberapa daerah sentra produksi kedelai selama daerah tersebut termasuk jenis tanah Entisol.