Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PENGARUH JUMLAH TUNAS DAN JUMLAH DAUN TERHADAP KEBERHASILAN PENYAMBUNGAN JAMBU METE (Anacardium occidentale) DI LAPANGAN Rudi Suryadi
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 20, No 1 (2009): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v20n1.2009.%p

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk men-dapatkan komponen teknologi yang menunjang keberhasilan penyambungan jambu mete di lapangan. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Penelitian Cikampek, mulai Januari-Desember 2001. Tanaman yang digunakan adalah pohon jambu mete jenis Pacangakan berumur 14 tahun, yang kemudian dipotong pada keting-gian 1 meter dari atas permukaan tanah. Se-telah 3 bulan, banyak tunas baru yang tumbuh pada setiap pohon, namun hanya 12 tunas yang dipertahankan untuk dijadikan sebagai batang bawah. Sedangkan batang atas (entres) diambil dari pohon unggul jenis Balakrisnan (B-02). Perlakuan yang diuji terdiri dari 2 faktor. Faktor 1 adalah jumlah daun sisa pada tunas, terdiri atas : D1) 2 daun, D2) 4 daun, D3) 6 daun, dan D4) 8 daun. Faktor 2 adalah jumlah tunas yang disambung, terdiri atas : a) 4 tunas, b) 6 tunas, c) 8 tunas, dan d) 10 tunas. Ran-cangan yang digunakan adalah acak kelompok, pola faktorial dengan 2 ulangan dan 4 pohon/ perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jumlah daun sisa pada tunas sebagai batang bawah dan jumlah tunas yang disambung berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas dan jumlah daun tunas sambungan. Per-lakuan dengan menyisakan 8 daun pada tunas sebagai batang bawah menghasilkan tinggi tunas dan jumlah daun sambungan tertinggi (25,5 cm dan 9 daun). Perlakuan dengan menyambung 6 tunas sebagai batang bawah dari 12 tunas batang pokok menghasilkan ting-gi tunas dan jumlah daun sambungan tertinggi (24,8 cm dan 9 daun). Terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan jumlah daun sisa pada tunas sebagai batang bawah dengan jumlah tunas yang disambung terhadap jumlah sam-bungan yang hidup. Penyambungan 6 tunas sebagai batang bawah dengan mempertahankan 8 daun sisa pada tunas menghasilkan jumlah sambungan hidup tertinggi (89,75%).
PENGARUH SUKROSA DAN PENGERODONGAN TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PENYAMBUNGAN JAMBU METE DI LAPANGAN PADA MUSIM KEMARAU Rudi Suryadi
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 21, No 1 (2010): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v21n1.2010.%p

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan teknik penyambungan jambu mete pada musim kemarau. Penelitian dilaksanakan di KP Cikampek, Jawa Barat, mulai Januari sampai Desember 2002. Rancangan percobaan yang digunakan adalah petak terbagi dengan 3 ulangan, dan ukuran petak 16 sambungan/ perlakuan. Sebagai petak utama adalah perlakuan sukrosa, terdiri atas : A) tanpa sukrosa, B) pencelupan dengan sukrosa 0,2% selama 0,5 jam. Sebagai anak petak adalah perlakuan pengerodongan, terdiri atas : 1) pelepah pisang, 2) pelepah pisang + tudung plastik tidak berwarna, 3) kerodong plastik tidak berwarna + pelepah pisang, 4) kerodong plastik tidak berwarna + pelepah pisang + tudung plastik tidak berwarna, 5) kerodong plastik tidak berwarna + pelepah pisang + tudung ker-tas koran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman batang atas (entres) ke dalam larutan 0,2% sukrosa selama 0,5 jam sebelum penyambungan yang diikuti pengerodongan dengan kero-dong plastik tak berwarna + pelepah pisang + tudung plastik tak berwarna, menghasilkan persentase sambungan hidup, pertumbuhan tunas, dan jumlah daun tertinggi masing-masing 72,92%; 53,33 cm; dan 20,67 helai. Teknik penyambungan ini lebih sesuai kalau pelaksanaannya dilakukan pada musim kemarau.
STATUS TEKNOLOGI PEMUPUKAN TANAMAN LADA DAN PENERAPANNYA DI TINGKAT PETANI / The status of the technology of manuring of pepper plant and its application at the level farmer Rosihan Rosman; Rudi Suryadi
Perspektif Vol 17, No 1 (2018): Juni 2018
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/psp.v17n1.2018.15-25

Abstract

ABSTRAK Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi dan penghasil devisa bagi Indonesia. Tanaman lada telah berkembang di hampir seluruh propinsi di Indonesia. Namun hingga saat ini produktivitasnya masih rendah. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas diakibatkan tingkat kesuburan tanah yang rendah. Rendahnya tingkat kesuburan tanah menyebabkan tanaman terganggu pertumbuhan dan hasilnya. Untuk meningkatkan kesuburan tanah diperlukan teknologi pemupukan yang tepat sesuai kondisi lahan. Inovasi teknologi pemupukan untuk tanaman lada belum banyak diterapkan di tingkat lapang. Salah satu penyebabnya adalah kebutuhan pupuk yang sangat bersifat spesifik lokasi.  Namun pada prinsipnya, kebutuhan pupuk seyogyanya berbasis pada analisis laboratorium. Tujuannya agar pupuk yang digunakan tepat dan efisien. Penggunaan pupuk yang tidak memperhatikan sifat kimia tanah, bila berlebihan akan menyebabkan pemborosan biaya, pencemaran tanah dan mungkin keracunan pada tanaman. Sebaliknya bila tidak dipupuk, maka produksi tanaman pun akan rendah. Begitu pula pada tanaman lada. Dosis yang ditetapkan untuk tanaman lada, saat ini masih bersifat umum dan digunakan untuk semua kondisi lahan, belum spesifik lokasi. Dengan demikian, maka kebutuhan yang sesungguhnya perlu diterjemahkan kedalam bentuk kebutuhan unsur hara yang spesifik lokasi. Untuk itu dibutuhkan metode yang tepat dan efektif. Dukungan pemerintah sangat diperlukan, terutama kebijakan dalam penyediaan pupuk di tingkat lapang di berbagai wilayah pengembangan lada.  ABSTRACT Pepper plants (Piper nigrum L.) is one of estate plants that have economy value and foreign exchange for Indonesia. This plant has developed in almost provincially in Indonesia, but the producitivity of this plant still low. One of the cause of low productivity is low in soil fertility. The low of soil fertility to be effect on growth and result of plant. To increase a soil fertility, needed a technology of fertilizing on soil that base on spesific location.  Innovation of technology of fertilizing of pepper plant was not yet use at the level of farmer. One of the reasons is the need for fertilizer that is very specific location. However, in principle, the need for fertilizer should be based on laboratory analysis. The goal is to use the right and efficient fertilizer. The use of fertilizers that do not pay attention to soil chemical properties, if excessive will lead to waste of costs, soil contamination and possibly poisoning in plants. Conversely, if not fertilized, then the production of plants will be low. Similarly in pepper plants. The dosage prescribed for pepper plants, is currently still general and is used for all land conditions, not location specific. Thus, the actual needs need to be translated into a specific site-specific nutrient requirement. For that needed appropriate and effective method. A support from goverment very needed. especially the policy of provision of fertilizer at field, in all area development of pepper. 
STATUS TEKNOLOGI PEMUPUKAN TANAMAN LADA DAN PENERAPANNYA DI TINGKAT PETANI / The status of the technology of manuring of pepper plant and its application at the level farmer Rosihan Rosman; Rudi Suryadi
Perspektif Vol 17, No 1 (2018): Juni 2018
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/psp.v17n1.2018.15-25

Abstract

ABSTRAK Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi dan penghasil devisa bagi Indonesia. Tanaman lada telah berkembang di hampir seluruh propinsi di Indonesia. Namun hingga saat ini produktivitasnya masih rendah. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas diakibatkan tingkat kesuburan tanah yang rendah. Rendahnya tingkat kesuburan tanah menyebabkan tanaman terganggu pertumbuhan dan hasilnya. Untuk meningkatkan kesuburan tanah diperlukan teknologi pemupukan yang tepat sesuai kondisi lahan. Inovasi teknologi pemupukan untuk tanaman lada belum banyak diterapkan di tingkat lapang. Salah satu penyebabnya adalah kebutuhan pupuk yang sangat bersifat spesifik lokasi.  Namun pada prinsipnya, kebutuhan pupuk seyogyanya berbasis pada analisis laboratorium. Tujuannya agar pupuk yang digunakan tepat dan efisien. Penggunaan pupuk yang tidak memperhatikan sifat kimia tanah, bila berlebihan akan menyebabkan pemborosan biaya, pencemaran tanah dan mungkin keracunan pada tanaman. Sebaliknya bila tidak dipupuk, maka produksi tanaman pun akan rendah. Begitu pula pada tanaman lada. Dosis yang ditetapkan untuk tanaman lada, saat ini masih bersifat umum dan digunakan untuk semua kondisi lahan, belum spesifik lokasi. Dengan demikian, maka kebutuhan yang sesungguhnya perlu diterjemahkan kedalam bentuk kebutuhan unsur hara yang spesifik lokasi. Untuk itu dibutuhkan metode yang tepat dan efektif. Dukungan pemerintah sangat diperlukan, terutama kebijakan dalam penyediaan pupuk di tingkat lapang di berbagai wilayah pengembangan lada.  ABSTRACT Pepper plants (Piper nigrum L.) is one of estate plants that have economy value and foreign exchange for Indonesia. This plant has developed in almost provincially in Indonesia, but the producitivity of this plant still low. One of the cause of low productivity is low in soil fertility. The low of soil fertility to be effect on growth and result of plant. To increase a soil fertility, needed a technology of fertilizing on soil that base on spesific location.  Innovation of technology of fertilizing of pepper plant was not yet use at the level of farmer. One of the reasons is the need for fertilizer that is very specific location. However, in principle, the need for fertilizer should be based on laboratory analysis. The goal is to use the right and efficient fertilizer. The use of fertilizers that do not pay attention to soil chemical properties, if excessive will lead to waste of costs, soil contamination and possibly poisoning in plants. Conversely, if not fertilized, then the production of plants will be low. Similarly in pepper plants. The dosage prescribed for pepper plants, is currently still general and is used for all land conditions, not location specific. Thus, the actual needs need to be translated into a specific site-specific nutrient requirement. For that needed appropriate and effective method. A support from goverment very needed. especially the policy of provision of fertilizer at field, in all area development of pepper. 
PENGARUH SUKROSA DAN PENGERODONGAN TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PENYAMBUNGAN JAMBU METE DI LAPANGAN PADA MUSIM KEMARAU Rudi Suryadi
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 21, No 1 (2010): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v21n1.2010.%p

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan teknik penyambungan jambu mete pada musim kemarau. Penelitian dilaksanakan di KP Cikampek, Jawa Barat, mulai Januari sampai Desember 2002. Rancangan percobaan yang digunakan adalah petak terbagi dengan 3 ulangan, dan ukuran petak 16 sambungan/ perlakuan. Sebagai petak utama adalah perlakuan sukrosa, terdiri atas : A) tanpa sukrosa, B) pencelupan dengan sukrosa 0,2% selama 0,5 jam. Sebagai anak petak adalah perlakuan pengerodongan, terdiri atas : 1) pelepah pisang, 2) pelepah pisang + tudung plastik tidak berwarna, 3) kerodong plastik tidak berwarna + pelepah pisang, 4) kerodong plastik tidak berwarna + pelepah pisang + tudung plastik tidak berwarna, 5) kerodong plastik tidak berwarna + pelepah pisang + tudung ker-tas koran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman batang atas (entres) ke dalam larutan 0,2% sukrosa selama 0,5 jam sebelum penyambungan yang diikuti pengerodongan dengan kero-dong plastik tak berwarna + pelepah pisang + tudung plastik tak berwarna, menghasilkan persentase sambungan hidup, pertumbuhan tunas, dan jumlah daun tertinggi masing-masing 72,92%; 53,33 cm; dan 20,67 helai. Teknik penyambungan ini lebih sesuai kalau pelaksanaannya dilakukan pada musim kemarau.
PENGARUH JUMLAH TUNAS DAN JUMLAH DAUN TERHADAP KEBERHASILAN PENYAMBUNGAN JAMBU METE (Anacardium occidentale) DI LAPANGAN Rudi Suryadi
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 20, No 1 (2009): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v20n1.2009.%p

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk men-dapatkan komponen teknologi yang menunjang keberhasilan penyambungan jambu mete di lapangan. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Penelitian Cikampek, mulai Januari-Desember 2001. Tanaman yang digunakan adalah pohon jambu mete jenis Pacangakan berumur 14 tahun, yang kemudian dipotong pada keting-gian 1 meter dari atas permukaan tanah. Se-telah 3 bulan, banyak tunas baru yang tumbuh pada setiap pohon, namun hanya 12 tunas yang dipertahankan untuk dijadikan sebagai batang bawah. Sedangkan batang atas (entres) diambil dari pohon unggul jenis Balakrisnan (B-02). Perlakuan yang diuji terdiri dari 2 faktor. Faktor 1 adalah jumlah daun sisa pada tunas, terdiri atas : D1) 2 daun, D2) 4 daun, D3) 6 daun, dan D4) 8 daun. Faktor 2 adalah jumlah tunas yang disambung, terdiri atas : a) 4 tunas, b) 6 tunas, c) 8 tunas, dan d) 10 tunas. Ran-cangan yang digunakan adalah acak kelompok, pola faktorial dengan 2 ulangan dan 4 pohon/ perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jumlah daun sisa pada tunas sebagai batang bawah dan jumlah tunas yang disambung berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas dan jumlah daun tunas sambungan. Per-lakuan dengan menyisakan 8 daun pada tunas sebagai batang bawah menghasilkan tinggi tunas dan jumlah daun sambungan tertinggi (25,5 cm dan 9 daun). Perlakuan dengan menyambung 6 tunas sebagai batang bawah dari 12 tunas batang pokok menghasilkan ting-gi tunas dan jumlah daun sambungan tertinggi (24,8 cm dan 9 daun). Terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan jumlah daun sisa pada tunas sebagai batang bawah dengan jumlah tunas yang disambung terhadap jumlah sam-bungan yang hidup. Penyambungan 6 tunas sebagai batang bawah dengan mempertahankan 8 daun sisa pada tunas menghasilkan jumlah sambungan hidup tertinggi (89,75%).